Warga yang aktif bekerja di luar negeri, didata untuk memastikan hak-hak mereka terpenuhi. Adapun pendataan eks PMI antara lain bertujuan menyalurkan mereka ke kegiatan-kegiatan pemberdayaan.
Oleh
JOG/FRD/DVD/ILO
·4 menit baca
Kepedulian desa adalah lapisan perlindungan pertama bagi calon pekerja migran agar tidak terjerumus perdagangan manusia. Kesadaran itu membuat sejumlah warga Desa Babakangebang, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, berinisiatif menjadi sukarelawan yang diwadahi Satuan Tugas Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Bekerja di kampung bisa untuk mencukupi kebutuhan saat ini, tetapi bekerja di luar negeri bisa untuk menyiapkan masa depan. Itulah yang ada di benak Susi Aprianti (29), warga Desa Babakangebang.
Ia berencana mendaftar sebagai pekerja rumah tangga di Taiwan untuk memperbaiki kondisi ekonominya. Sebab, saat ini ia menjadi orangtua tunggal dari anaknya yang akan masuk sekolah menengah pertama (SMP) tahun depan.
“Saya ingin anak saya bisa sekolah lebih tinggi dari saya, makanya biar saya yang bekerja di sana (luar negeri),” ucap Susi di Kantor Desa Babakangebang, Sabtu (22/7/2023).
Namun, beragam kabar tentang eksploitasi dan kekerasan pada sejumlah pekerja migran Indonesia (PMI) di berbagai negara sempat menciutkan nyali Susi. Untungnya, ia kenal dengan anggota Satgas Pelindungan PMI Babakangebang sehingga diberikan informasi tentang cara memperoleh pekerjaan di luar negeri secara aman.
“Aku diberitahu cara mengetahui perusahaan mana yang benar, dan cara-cara yang resmi itu seperti apa,” ujar Susi. Kini, ia tengah dalam tahap pelatihan sambil menunggu informasi pemberangkatan.
Satgas Pelindungan PMI beranggotakan para sukarelawan yang mendata calon PMI, PMI aktif, hingga purna PMI dari warga Babakangebang. Mereka juga menyosialisasikan migrasi yang aman bagi calon PMI agar hak-hak mereka terpenuhi saat bekerja dan terhindar dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Gencar sosialisasi
Ketua Satgas Pelindungan PMI Babakangebang Inge Martini, menuturkan, satgas awalnya gencar melakukan sosialisasi dengan datang ke masyarakat dari RT ke RT, serta “menyusup” ke perkumpulan dan pengajian. Lama-kelamaan, satgas makin populer sehingga calon PMI dari desa yang berinisiatif datang ke rumah anggota satgas atau kantor desa untuk mencari informasi mengenai pekerja migran.
Selain Inge sebagai ketua, terdapat sepuluh nama lain di susunan pengurus satgas dengan beragam jabatan. Salah satu nama ialah Yeni Setiati, Kuwu (kepala desa) sekaligus Pembina Satgas Pelindungan PMI. Yeni pulalah yang merintis satgas sejak 2020.
Berdasarkan catatan terakhir, 111 warga Babakangebang masih aktif bekerja di luar negeri dan ada 156 warga eks PMI yang sudah pulang dan berada di desa. Warga yang aktif bekerja di luar negeri, didata untuk memastikan hak-hak mereka terpenuhi. Selain itu, jika pekerja migran itu meninggalkan anak di desa, aparatur desa bisa memastikan anak terurus dengan baik oleh keluarga.
Adapun pendataan eks PMI antara lain bertujuan menyalurkan mereka ke kegiatan-kegiatan pemberdayaan. Dengan demikian, mereka tak perlu lagi bekerja ke luar negeri.
Sukarela
Berbekal surat keputusan kepala desa dan peraturan desa, Satgas Pelindungan PMI mendapat jatah anggaran sejak 2022. Namun, besarnya sekitar Rp 10 juta per tahun, cuma cukup untuk operasional. Tiada gaji bagi anggota satgas sehingga sifatnya sukarela.
Meski demikian, Inge dan rekan-rekannya dengan kebesaran jiwa terus aktif menangkis TPPO. “Kami berpikir, bagaimana seandainya kami yang di sana. Jangan sampai ada Nita-Nita lainnya,” ujar mantan PMI di Hongkong tersebut.
Saya ingin anak saya bisa sekolah lebih tinggi dari saya, makanya biar saya yang bekerja di luar negeri
Nita merujuk pada Nita Nur Azizah, warga Babakangebang yang kerja ke luar negeri sejak akhir 2019 dan jadi korban TPPO dengan modus tawaran kerja sebagai pekerja rumah tangga. Calo menjanjikan pekerjaan di Arab Saudi, nyatanya Nita dikirim ke Erbil, Irak.
Nita pernah dipukul, tak diberi makan tiga minggu, tidur di kamar mandi, serta bisa bekerja dari pukul 05.00 sampai 02.00. Yeni pun ikut mendesak pemerintah dan perwakilan RI di Irak untuk membantu pemulangan Nita. Akhirnya, Nita pulang ke Indonesia pada Mei 2020 usai enam bulan di Irak.
Kami berpikir, bagaimana seandainya kami yang di sana. (Inge Martini, Ketua Satgas Pelindungan PMI Babakangebang)
Sejauh ini, warga Babakangebang yang diketahui Yeni bekerja di luar negeri dan mengalami eksploitasi disertai kekerasan hanya Nita. Salah satu akar masalahnya adalah keberangkatannya tanpa legalitas. “Setelah ditelusuri, bukan hanya Nita yang berangkat tanpa dokumen resmi,” kata Yeni.
Hal itu yang mendorong Yeni membentuk Satgas Pelindungan PMI yang mulai aktif pada 2021. Menurut Yeni, calon PMI, PMI, dan purna PMI awalnya enggan didata, salah satunya karena curiga itu modus meminta sumbangan. Kerja anggota satgas kemudian diterima warga desa setelah ia membekali tim dengan surat tugas dan gencar sosialisasi ke masyarakat.
Kepedulian Yeni pada pelindungan PMI, termasuk dengan merintis satgas di desa, membuat Kementerian Luar Negeri mengganjarnya dengan Hassan Wirajuda Pelindungan WNI Award tahun 2021.