Pencegahan Perdagangan Manusia Butuh Peran Sektor Bisnis
Kurun 2020-Mei 2023, Kementerian Luar Negeri menangani total 2.438 kasus WNI yang terjerat industri penipuan daring. Sektor bisnis bisa membantu pencegahan berbasis teknologi.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pencegahan tindak pidana perdagangan orang atau TPPO butuh peran sektor bisnis. Selain mesti menjamin seluruh rantai pasok mereka bebas dari tindakan mengeksploitasi manusia, para pengusaha dengan sumber dayanya dapat turut membantu aksi pencegahan bersama pemerintah dan pihak kepentingan lain, termasuk yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi.
Sebab, pelaku perdagangan orang kian inovatif memanfaatkan kemajuan teknologi, salah satunya lewat menjebak korban untuk terlibat penipuan daring. Modus itu sedang marak di Asia Tenggara. ”Keuntungan tidak boleh didapatkan dengan mengorbankan hak asasi dan martabat manusia,” kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam Government and Business Forum (GABF) Tech Forum 2023, Kamis (10/8/2023), di Denpasar, Bali.
GABF merupakan wadah kolaborasi antara pemerintah dan pengusaha dari negara anggota Bali Process. Adapun Bali Process—lengkapnya Bali Process on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related Transnational Crime—ialah forum kerja sama untuk membahas isu perdagangan orang, penyelundupan manusia, dan kejahatan terkait lainnya di kawasan.
Pemerintah RI dan Australia menginisiasi Bali Process pada 2002. Forum tersebut kini memiliki 49 anggota yang terdiri dari 44 negara dan sejumlah organisasi internasional. Mulai 2017, pelaku usaha turut dilibatkan lewat GABF.
Ketua bersama dari pemerintahan adalah Menteri Luar Negeri RI dan Menlu Australia. Adapun ketua bersama dari kalangan pebisnis adalah pengusaha Garibaldi Thohir dan pengusaha Australia, Andrew Forrest.
Dalam Tech Forum 2023 GABF, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly turut berbicara dan Menlu Australia Penny Wong memberikan pernyataan melalui video.
Retno menyebutkan, Pemerintah RI sudah menangani lebih dari 2.800 kasus warga negara Indonesia yang terjebak jaringan penipuan daring. ”Hampir 40 persennya merupakan korban perdagangan manusia,” ujarnya.
Menurut data kurun 2020-Mei 2023, Kemenlu menangani total 2.438 kasus WNI yang terjerat industri penipuan daring. Sebanyak 1.233 WNI mengalaminya di Kamboja, 469 di Filipina, 276 di Laos, 205 di Myanmar, 187 di Thailand, 34 di Vietnam, 30 di Malaysia, dan 4 di Uni Emirat Arab (UEA).
Ridwan—bukan nama sebenarnya—menceritakan pengalamannya terjerat jaringan penipuan daring di Filipina dalam sesi diskusi yang dimoderatori Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra. Sarjana jurusan ilmu komputer itu termakan lowongan kerja ke luar negeri yang bertebaran di media sosial seusai menderita masalah finansial akibat bisnisnya kolaps.
Di Filipina, Ridwan sadar bahwa ia dijebak untuk jadi penipu daring sejak hari pertama bekerja. Sebab, pelaku meminta dia membuat karakter fiktif di media sosial untuk memikat laki-laki atau perempuan guna mengirimkan uang lewat modus investasi bodong.
Ridwan menolak pekerjaan itu dan meminta keluar. Pelaku mensyaratkan ia membayar 2.000 dollar AS (sekitar Rp 30 juta). ”Saya minta keluarga mengirimkan uang agar bisa keluar,” ujarnya.
Lantaran pelaku memanfaatkan teknologi untuk merekrut dan mengeksploitasi korban, teknologi mesti digunakan pula untuk pencegahan. Retno meminta entitas bisnis bidang teknologi, antara lain, untuk membantu menangkal iklan pekerjaan fiktif di dunia maya yang mengarahkan calon korban ke aktivitas penipuan daring, mendorong kewaspadaan warganet dalam menggunakan media sosial, dan mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas berbasis teknologi.
Bisnis juga bisa berkontribusi dalam penanganan saat sudah ada kasus. Caranya, kata Retno, dengan memberikan akses ke pelantar (platform) teknologi bagi aparat penegak hukum yang sedang menangani kasus penipuan daring beserta TPPO yang menyertainya.
Judha Nugraha, Direktur Pelindungan WNI Kemenlu, juga mendorong pelaku usaha ikut jadi bagian dari sistem pendukung (support system) yang mencegah penyintas TPPO kembali jadi korban. Sebab, ada indikasi sejumlah penyintas pekerja paksa di penipuan daring kembali melakoni pekerjaan serupa di luar negeri.
Akar masalahnya kemungkinan sejumlah penyintas masih menghadapi kesulitan finansial seusai diselamatkan. ”Berikan kegiatan-kegiatan ekonomi produktif bagi mereka, baik itu dalam konteks akses pasar, akses kepada teknologi produksinya, dan juga akses kepada permodalan. Nah, swasta sangat memiliki kemampuan untuk menyiapkan ketiga hal tersebut,” ujar Judha.
Menteri Yasonna mengajak pelaku usaha memastikan proses bisnis mereka bersih dari pelanggaran HAM, termasuk TPPO. Mereka bisa menggunakan aplikasi Prisma yang dikelola Kemenkumham untuk menganalisis risiko pelanggaran HAM yang disebabkan oleh kegiatan bisnis.
Garibaldi Thohir yakin bisnis kelas dunia adalah yang tidak sekadar mengejar laba, tetapi juga menerapkan nilai-nilai, termasuk terlibat memberantas perdagangan manusia. Adapun Andrew Forrest menekankan, Tech Forum 2023 GABF bagian dari upaya penting untuk membantu sekitar 30 juta orang secara global yang hidup tanpa kebebasan karena terjebak dalam perbudakan modern.