Pada tahun 2045, diproyeksikan beban penanganan diabetes pada BPJS Kesehatan terus membengkak antara Rp 10,22 triliun hingga Rp 23,59 triliun jika tidak ada pendekatan kebijakan yang baru.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI, ALBERTUS KRISNA, M PUTERI ROSALINA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Jurnalisme Data Harian Kompas memperkirakan beban biaya penanganan diabetes akan terus meningkat. Diperkirakan pula peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) meningkat 3,2 juta orang dari 6,9 juta peserta di 2022 menjadi 10,2 juta peserta di 2045.
Selain itu, biaya rata-rata penanganan per peserta selama lima tahun terakhir (2018-2022) senilai Rp 912.538 akan meningkat menjadi Rp 2.309.599 menggunakan rata-rata inflasi selama 10 tahun terakhir yakni 4,12 persen per tahun. Artinya, total pembiayaan untuk 10,2 juta orang di 2045 dapat mencapai Rp 23,59 triliun. Ini kenaikan drastis dari biaya total saat ini sebesar Rp 6,3 triliun.
Kenaikan jumlah penyandang diabetes sebesar 3,2 juta orang antara 2022-2045 ini berdasarkan angka estimasi Kompas terhadap jumlah total penyandang diabetes di Indonesia yang saat ini mencapai 19,6 juta orang. Angka tersebut didapat dari data orang terdiagnosa diabetes di BPJS Kesehatan 2022 sebesar 11,8 juta oramhdan 7,8 juta orang penyandang diabetes terselubung hasil analisis Kompas.
Jumlah 7,8 juta orang yang berisiko kuat telah terkena diabetes namun belum terdiagnosa ini berdasar pada analisis data Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (Susenas BPS) 2021 dengan mengombinasikan jumlah penduduk yang mengonsumsi gula melebihi ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 10 persen dari total asupan kalori harian, dengan angka inaktivitas fisik (73,86 persen) dan prevalensi diabetes (22,4 persen) dari kelompok obesitas.
Memang saat ini yang kita estimasi ada 11-12 juta orang. Tetapi real-nya, bisa hampir 20 juta. Artinya kondisi gula darah tinggi ini akan terus berlangsung. Di rumah sakit, keluhan paling tinggi untuk penyakit dalam kalau tidak diabetes ya kanker
Estimasi Kompas tentang adanya 19,6 juta penduduk dengan diabetes — baik yang terdiagnosa ataupun tidak — hanya berselisih kurang dari 1 persen dari estimasi International Diabetes Federation yang menunjuk angka total penyandang diabetes di Indonesia mencapai 19,46 juta kasus.
infografik Jumlah Penduduk Penyandang Diabetes di Indonesia
Meningkat
Staf Divisi Metabolik Endokrin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Dr dr Em Yunir SpPD-KEMD mengatakan, selama 20 tahun terakhir, kasus diabetes memang terus meningkat, dari awalnya diabetes dikenal sebagai penyakit orang tua, kini anak muda berusia di bawah 40 tahun mulai bermunculan.
Yunir bahkan khawatir jumlah penyandang diabetes di Indonesia saat ini melebihi apa yang terekam. Ia setuju dengan analisis Kompas bahwa jumlah total penduduk dengan diabetes dapat mencapai angka hampir 20-an juta orang.
Bahayanya, gula darah kelompok penyandang yang tidak terdiagnosa ini tidak akan terkontrol hingga telah berdampak serius pada kesehatan masing-masing.
“Memang saat ini yang kita estimasi ada 11-12 juta orang. Tetapi real-nya, bisa hampir 20 juta. Artinya kondisi gula darah tinggi ini akan terus berlangsung. Di rumah sakit, keluhan paling tinggi untuk penyakit dalam kalau tidak diabetes ya kanker,” kata Yunir di Jakarta, Senin (10/4/2023).
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Prof dr Ali Ghufron Mukti mengatakan, besaran beban jaminan kesehatan terus membesar akibat peningkatan jumlah peserta yang terdiagnosa diabetes. Selama lima tahun terakhir (2018-2022), ada tren peningkatan total biaya klaim untuk peserta BPJS Kesehatan penyandang diabetes. Pada 2018, total biayanya Rp 4,9 triliun. Pada 2022, angkanya meningkat menjadi Rp 6,4 triliun.
Tanpa peningkatan terus menerus pun, menurut Ghufron, diabetes adalah salah satu penyakit yang tergolong besar bebannya di BPJS Kesehatan. “Memang (diabetes) lumayan besar salah satu 10 besar klaim BPJS,” kata Ghufron.
Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Prof dr Ketut Suastika membenarkan, diabetes adalah penyakit yang berbiaya mahal. Terlebih lagi apabila diabetes sudah memicu berbagai komplikasi lainnya yang memerlukan tindakan medis seperti pemasangan ring/stent dan dialisis misalnya.
“Biayanya akan membesar berkali-kali lipat dan ini membuat pembiayaan BPJS ini tinggi sekali. Dari segi prevalensi mungkin Indonesia bukan yang tertinggi, tetapi tetap saja, penduduk kita besar sekali, sehingga beban negara menjadi besar, selain juga beban masyarakat yang juga besar,” kata Ketut.
Penyakit jantung itu yang meninggal 250.000 orang setahun dan klaim BPJS-nya mencapai Rp 12 triliun. Stroke, yang meninggal 300.000 setahun, klaimnya Rp 3,2 triliun. Itu semua angka yang banyak sekali. Jadi kalau kita bisa mengedukasi masyarakat untuk mengurangi minum gula, masyarakat akan jauh lebih sehat, lebih produktif, dan akan mengurangi kemungkinan serangan jantung dan stroke
Masyarakat menurutnya perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap dampak gaya hidup dan pola makan terhadap kadar gula darah masing-masing. Dokter juga perlu mengedukasi masyarakat dan meluangkan waktu lebih untuk para pasien yang berpotensi terkena diabetes.
“Penyakit mahal ini sebetulnya bisa dicegah. Kalau sejak prediabetes sudah terdeteksi dini, sebetulnya dengan olahraga dan mengurangi asupan makanan dapat kembali normal,” kata Ketut.
Kasus diabetes akibat pola makan yang tidak sehat bahkan juga sudah terdeteksi muncul di usia muda. Project leader program Changing Diabetes in Children (CDIC) Prof dr Aman Bhakti Pulungan mengatakan, akhir-akhir ini terlihat ada kenaikan pasien anak-anak diabetes tipe 2. Selain itu, kebanyakan pasien juga berbadan gemuk.
“Kebanyakan karena mager (malas bergerak) dan lifestyle,” kata Aman, yang juga Direktur Eksekutif Asosiasi Dokter Anak Internasional.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, diabetes adalah mother of all diseases atau ibu dari segala penyakit. Penyakit komplikasi yang dapat dipicu diabetes seperti jantung, stroke, dan ginjal berbiaya besar.
“Penyakit jantung itu yang meninggal 250.000 orang setahun dan klaim BPJS-nya mencapai Rp 12 triliun. Stroke, yang meninggal 300.000 setahun, klaimnya Rp 3,2 triliun. Itu semua angka yang banyak sekali. Jadi kalau kita bisa mengedukasi masyarakat untuk mengurangi minum gula, masyarakat akan jauh lebih sehat, lebih produktif, dan akan mengurangi kemungkinan serangan jantung dan stroke,” kata Budi.
Pemerintah kini mengedepankan upaya promotif dan preventif. Salah satu wujudnya, per tahun ini pengecekan gula darah di puskesmas telah digratiskan. Harapannya, masyarakat bisa mengontrol kadar gula darahnya sebelum terlambat.
“Skrining gula ini sudah kami bebaskan (biayanya). Kalau hasil gula darahnya tinggi, akan dikasih obat sebelum terlambat,” kata Budi.
Untuk meningkatkan upaya mengurangi konsumsi gula berlebih, Budi mengatakan telah mengirim surat ke Kementerian Keuangan untuk mempertimbangkan penerapan cukai gula. “Ini supaya bisa mengurangi kadar gula yang ada di makanan dan minuman kita. Tetapi lebih utama bagaimana orang tua mengajari anaknya tidak konsumsi banyak gula,” kata Budi.