Kisah Para Penderita Diabetes, Manis di Awal Berujung Derita di Akhir
Penyesalan biasa terasa di akhir. Sama halnya dengan mereka para penderita diabetes melitus tipe 2. Gaya hidup tidak sehat di waktu muda membuahkan penyakit di usia tua yang akan dibawanya seumur hidup.
Oleh
MARGARETHA PUTERI ROSALINA, ALBERTUS KRISNA, SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·5 menit baca
Saat masih bekerja, Ria (57) mengaku sebagai penggemar nasi padang, mi, gorengan, keripik asin, dan minuman bersoda. ."Kebahagiaanku ada di makanan". Itu yang menjadi motto Ria selama lebih 20 dari tahun.
“Dulu, aku kalau beli nasi padang selalu nambah 1,5 porsi. Mi harus dua porsi. Sering minum minuman bersoda. Sambil ngetik juga ngemil keripik asin,” kata Ria mengenang masa mudanya saat bekerja sebagai pustakawan.
Tak hanya itu, di awal masa kerjanya sekitar tahun 1990-an, hampir tiap hari dia begadang bersama teman-temannya di kawasan Puncak, Jawa Barat.
asa-masa itu memang membuat hidupnya bahagia. Makan banyak dan enak setiap saat. Semua dijalaninya dengan bebas, tanpa ada orang yang melarang atau pun memberi tahu dampak negatifnya.
Terdiagnosa diabetes
Namun, kebahagian selama dua puluhan tahun tersebut berbuntut penyesalan di masa tua. Tahun 2006, Ria menderita diabetes melitus.
Sebelumnya dia merasa mengantuk setiap saat, kaki selalu gatal, dan berkali-kali buang air kecil saat malam hari. Gejala-gejala itu yang membuatnya berobat ke klinik kantor. Dari pemeriksaan kadar gula darah, masih sekitar 150, dan dinyatakan sebagai penyandang diabetes melitus. Pengobatannya pun baru sebatas obat oral.
Saat itu Ria masih belum merasa khawatir. “Aku masih belum takut. Masih cuek. Enggak merasa itu mengerikan, dan masih tetap makan banyak,” cerita Ria. Dia pun memilih untuk tidak menceritakan kondisinya saat itu pada keluarganya.
Sama halnya dengan Wawan (47), Arsitek yang tinggal di Semarang. Di masa mudanya, pola makan dan tidurnya tidak teratur. "Pola makanku enggak teratur, jamnya ngawur. Tiap malam kerja lembur, tapi siang malah tidur. Suplemen-suplemen yang aku minum juga banyak," kata Wawan.
Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 Wawan (20) ketika diwawancarai Harian Kompas via daring Minggu (09/04/2023).
Hingga 2014 lalu, saat umurnya 38 tahun, dia terdiagnosa diabetes melitus dengan kadar gula yang mencapai 400. Tak hanya itu, trigleserida dan kolestrolnya pun tinggi. Saat itu Wawan sampai dirawat di rumah sakit.
Apa yang dialami Ria dan Wawan, bermula dari gaya hidupnya di masa muda hingga berdampak buruk pada kesehatan di masa tua. Ini adalah sebuah proses yang panjang, bukan penyakit yang datang tiba-tiba.
Aku masih belum takut. Masih cuek. Enggak merasa itu mengerikan, dan masih tetap makan banyak
Menurut Akademisi Ilmu Gizi Universitas Indonesia dr Erfi Prafiantini, patogenis penyakit diabetes melitus cukup panjang. “Konsumsi tinggi gula garam lemak, akan berdampak pada perubahan asupan kalori dan pada berat badan. Berat badan yang berlebih, suatu saat akan menjadi obesitas. Obesitas inilah jendela atau peluang atau celah munculnya penyakit non infeksi. Salah satu yang mendominasi adalah diabetes,” jelas Erfi Sabtu (24/03) lalu.
Stres
Selain diet yang tidak seimbang, mengonsumsi gula, garam dan lemak berlebihan serta kurang berolahraga, stres juga menjadi salah satu penyebab diabetes. Menurut laman Kementerian Kesehatan, saat tubuh stres, produksi seretonin akan terganggu, sehingga menyebabkan kemampuan tubuh dalam menciptakan insulin akan berkurang.
Stres memicu munculnya diabetes pada Bram (57), pensiunan sebuah perusahaan swasta. Bram dinyatakan sebagai penyandang diabetes melitus pada usia 41 tahun.
Konsumsi tinggi gula garam lemak, akan berdampak pada perubahan asupan kalori dan pada berat badan. Berat badan yang berlebih, suatu saat akan menjadi obesitas. Obesitas inilah jendela atau peluang atau celah munculnya penyakit non infeksi. Salah satu yang mendominasi adalah diabetes
Dia mengaku bukan penyuka minuman manis dan selalu menjaga pola makannya. Berat badannya juga tidak kelebihan (overweight). “Saya kayaknya stres. Saya ingat, Mei dinyatakan diabet. Sementara Maret saya kan general checkup per dua tahunan. Saya normal semua. Masa dalam dua bulan hasilnya beda,” kata Bram.
Menurut Bram, stres yang ia alami dipicu oleh urusan pekerjaan. Kala itu Bram diminta dipindah ke posisi pekerjaan baru. Walau sesuai dengan keahlian Bram, namun ia tidak terlalu menyukai suasana dan ritme kerja di pekerjaaan yang baru itu.
Adaptasi
Bagi Ria, Wawan, dan Bram, menyandang diabetes melitus sangatlah tidak mudah.
Ria sempat kesulitan untuk mendapatkan dokter diabetes yang cocok untuk dirinya. Berulang kali berganti dokter, dan akhirnya menemukan yang dokter yang cocok di sebuah rumah sakit swasta di kawasan Sentul, Bogor.
Baik Ria maupun Wawan mengaku masih sulit untuk menemukan pola makan yang cocok dan seringkali tergoda oleh makanan-makanan favorit. Berolahraga juga belum rutin dilakukan.
Kondisi Bram pada awal terdiagnosa diabetes sempat tidak stabil.Beberapa kali harus dirawat di rumah sakit dan belum menemukan pengobatan yang cocok untuk dirinya. Dia juga masih mencari pola makan yang cocok untuk dirinya.
Dukungan keluarga juga didapatkan Bagus (51). Arsitek yang tinggal di Semarang tersebut awal 2022 lalu baru dinyatakan sebagai penyandang diabetes melitus.
Astrid (44), istri Bagus, berusaha untuk mencari berbagai informasi mengenai diabetes di internet hampir setiap hari. Informasi yang diperolehnya dari internet tersebut, menjadi bekal saat mengantar suaminya berobat rutin ke dokter.
“Aku belajar betul dan browsing banyak, sehingga aku punya ‘amunisi’ untuk merawat suamiku. Aku bukan tipe yang pasrah sama dokter,” tutur Astrid awal April lalu.
Astrid juga lebih banyak meluangkan waktu untuk mengurus suaminya yang sakit. Dari mengatur pola makan, hingga mencatat semua hasil pemeriksaan kesehatan mandiri seperti tensi, kadar gula, darah, hingga obat dan makanan/minuman yang dikonsumsi suaminya. Dia juga memilih membeli obat secara daring untuk obat-obatan yang tidak tercakup layanan BPJS.
Tahun kedua suaminya menjalani pengobatan diabetes melitus, Astrid merasa lebih bisa menata hidupnya. Dia mengatakan bisa berkonsentrasi meneruskan pekerjaannya, mengasuh dua anaknya, dan menata kembali keuangan keluarga.