Resolusi PBB Buktikan Isolasi Israel
Israel menghadapi isolasi yang belum pernah terjadi. Resolusi PBB menunjukkan AS tidak bisa memaksakan kehendak.
TEHERAN, RABU — Isolasi Israel di panggung global semakin terlihat dengan adopsi resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Resolusi yang memerintahkan gencatan senjata di Gaza itu menunjukkan, Amerika Serikat tidak bisa selamanya membentengi Israel.
Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengatakan, Israel menghadapi isolasi yang belum pernah terjadi. Resolusi itu juga menunjukkan AS tidak bisa lagi memaksakan kehendaknya pada komunitas internasional.
Baca juga: DK PBB untuk Pertama Kali Serukan Gencatan Senjata di Gaza
Haniyeh menyampaikan itu selepas diterima Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir Abdollahian di Teheran, Selasa (26/3/2024). Selain Abdollahian, Haniyeh dan sejumlah pemimpin Hamas juga diterima Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Sejak perang Gaza meletus, sudah beberapa kali Haniyeh ke Iran. Walakin, hanya lawatan November dan Maret yang diungkap kepada khalayak.
Dalam pertemuan dengan Khamenei, Haniyeh menyatakan, Hamas akan terus melawan Israel yang disokong penuh AS dan sekutunya. Perang Gaza akan terus berkobar selama Israel terus bertindak brutal pada warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza.
Ia mengakui, Hamas dan berbagai kelompok perlawanan Palestina ditekan banyak pihak. Meski demikian, perlawanan akan terus berlanjut.
Baca juga: Mengenal Hezbollah dan Houthi, Jejaring Poros Perlawanan terhadap Israel
Ia juga mengajak komunitas Muslim global memeriahkan Hari Al Quds. Setiap Jumat terakhir pada Ramadhan, Hamas dan pendukungnya menggelar perayaan Al Quds sebagai wujud perlawanan pada pendudukan Israel.
Resolusi
Lawatan Haniyeh ke Iran kali ini berselang sehari setelah DK PBB mengadopsi resolusi 2728 pada Senin (25/3/2024). Alih-alih menolak dan memveto, AS memutuskan abstain selama proses pemungutan suara untuk adopsi resolusi tersebut.
DK PBB memerintahkan gencatan senjata segera diberlakukan dan bantuan kemanusiaan dipasok lebih banyak. DK PBB juga memerintahkan Hamas membebaskan sandera yang diculiknya pada 7 Oktober 2023.
Haniyeh menyebut, resolusi yang terlambat itu menunjukkan perlawanan Palestina terus berlangsung dan didukung banyak pihak. Sementara Israel, yang kehilangan ratusan tentara dan menghabiskan puluhan juta dollar AS untuk persenjataan, tetap belum mencapai tujuannya.
Baca juga: Wajah Ganda AS dalam Perang Gaza
Dalam sejumlah kesempatan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut serangan ke Gaza bertujuan menghancurkan Hamas dan membebaskan semua sandera. Tujuan lain, Israel akan mengendalikan Gaza selepas perang. Israel tidak akan berhenti menggempur Gaza sampai dua tujuan pokok itu tercapai.
Faktanya, sampai sekarang Hamas masih terus melawan. Selain itu, komunitas internasional menolak gagasan Israel jadi pengendali Gaza selepas perang. Gaza harus sepenuhnya dalam kendali Palestina.
Sementara Khamenei menyatakan, Iran akan terus mendukung Palestina. Ia memuji gairah perlawanan Palestina terhadap Israel yang disokong penuh AS dan sejumlah negara lain.
Pujian serupa disampaikan Khamenei pekan lalu. Kantor berita ISNA melaporkan, Khamenei memuji Hamas dan sejumlah kelompok yang disebut Poros Perlawanan. Kelompok sokongan Iran itu tersebar dari Yaman sampai Lebanon. Fokus utamanya mempertahankan kepentingan bangsa-bangsa di kawasan dari agresi Israel dan pendukungnya.
Baca juga: Panas Dingin Hubungan Washington-Tel Aviv
Di sisi lain, Khamenei juga mengulangi penyangkalan Iran soal dukungan pada Poros Perlawanan. Iran selalu menyebut kelompok-kelompok itu beroperasi secara mandiri.
Padahal, berbagai bukti menunjukkan, Iran memasok dana, data intelijen, dan aneka persenjataan untuk kelompok itu. Rudal-rudal Hamas di Gaza dan Houthi di Yaman dibuat Iran.
Kepada Al Jazeera, Haniyeh mengaku mendapat 70 juta dollar AS dana operasional Hamas dari Iran. Dana itu dipakai untuk membiayai kegiatan operasional harian hingga pengadaan senjata.
Tolak berunding
Israel menyikapi resolusi 2728 dengan menghentikan perundingan. Netanyahu membatalkan keberangkatan pejabat Israel ke AS untuk membahas perang Gaza. Ia juga memerintahkan tim perunding meninggalkan Qatar.
Baca juga: Pelapor PBB: Israel Bukan Bela Diri di Gaza
Israel berkilah, Hamas lewat Yahya Sinwar menyabotase perundingan. Sinwar memilih terus berperang selama Ramadhan dibandingkan berkompromi untuk mewujudkan jeda perundingan.
Sejak perang meletus, Qatar dan sejumlah negara menjadi tuan rumah sekaligus penengah Israel-Hamas. Setelah berbulan-bulan berunding, hanya ada sekali jeda tempur pada November lalu.
Dalam perundingan selepas November 2023, para penengah menawarkan pembebasan 40 sandera dari Hamas dan jeda tempur 1,5 bulan. Sementara Sinwar meminta gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel dari Gaza. Sinwar juga meminta semua warga Palestina dibebaskan dari tawanan Israel.
Adapun Israel hanya setuju membebaskan paling banyak 800 warga Palestina. Israel juga membolehkan pengungsi dari selatan Gaza kembali ke utara. Wilayah utara kini praktis dikosongkan dari warga dan pasukan Israel jadi pengendali di sana.
Pemeriksaan genosida
Sementara Pelapor Khusus HAM PBB Francesca Albanese menyebut, tindakan Israel di Gaza tidak bisa dibenarkan. Israel memandang semua orang dan fasilitas di Gaza sebagai sasaran serangan. Tindakan itu bisa dipandang sebagai indikasi genosida.
Baca juga: Para Sekutu Israel Mulai Mendesak Pembatasan Pasokan Senjata
Albanese juga mendorong negara-negara mengembargo senjata untuk Israel. Selain itu, Israel juga perlu diberi sanksi.
Sejumlah negara Asia dan Amerika Latin mendukung seruan Albanese. Mewakili Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Pakistan mendukung Albanese. Dorongan pasukan pendudukan yang berbahaya dan kejam untuk mencapai solusi akhir atas permasalahan Palestina jelas terlihat oleh semua orang karena pasukan pendudukan mengepung Rafah seperti burung nasar dan perampasan tanah yang rakus terus berlanjut di Tepi Barat,” kata perwakilan Pakistan.
Mesir, mewakili negara-negara kelompok Arab, menegaskan dukungan mereka terhadap mandat Albanese dan mengatakan mereka sangat prihatin dengan ”serangan terstruktur dan sistematis Israel yang membuat Jalur Gaza tidak bisa dihuni”.
Sementara Qatar, atas nama Dewan Kerja Sama Teluk, mengapresiasi laporan terbaru Albanese. Mereka menuntut masyarakat internasional mengakhiri genosida yang dilakukan oleh mesin perang Israel.
Baca juga: Wakil Israel Pidato, Menlu RI Tinggalkan Ruangan
Dalam penjelasannya di depan Dewan HAM PBB, Albanese mengatakan bahwa Israel telah menghancurkan Gaza. ”Ketika niat genosida begitu mencolok, seperti yang terjadi di Gaza, kita tidak bisa mengalihkan pandangan kita. Kita harus menghadapi genosida, kita harus mencegahnya, dan kita harus menghukumnya,” katanya.
Ia juga menyebut, sulit mengelak bahwa genosida tengah terjadi di Gaza. ”Genosida di Gaza adalah tahap paling ekstrem dari proses pemukim-kolonial yang telah lama menghapuskan penduduk asli Palestina,” ujarnya.
Baca juga: Posisi Kekuatan Menengah dalam Isu Palestina Berbeda
Israel telah lama mengkritik keras Albanese dan berbagai laporannya. Israel langsung menolak laporannya dan menyebutnya sebagai penyimpangan. Sementara AS menyebut Albanese bias terhadap Israel.
Uni Eropa menyerukan penyelidikan yang tepat dan independen atas semua tuduhan. Meski menyesalkan banyaknya korban warga sipil, Uni Eropa mengakui hak Israel untuk membela diri. (AP/REUTERS/AFP)