Di Bawah PM Albanese, Australia Ubah Strategi Merangkul ASEAN
Dulu Australia berpikir, ancaman keamanan datang dari Asia Tenggara. Kini mereka merasa menjadi bagian dari kawasan itu.
Dalam penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Khusus ASEAN-Australia 2024 di Melbourne, Australia, tak ada pembahasan khusus mengenai Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik atau ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP). Namun, semangat dukungan Australia terhadap AOIP terus diulang di berbagai kesempatan.
Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese setidaknya dua kali menyebutkan dukungan Australia terhadap AOIP sepanjang jalannya KTT Khusus ASEAN-Australia, 4-6 Maret 2024, itu. Selanjutnya, dukungan tersebut juga dituangkan dalam Deklarasi Melbourne yang menjadi hasil akhir dari KTT tersebut.
Dukungan itu disebutkan dalam pidato resepsi para kepala negara dan dalam pidato pada rapat pleno kepala negara. Albanese menyatakan akan terus mendukung AOIP dan memastikan kestabilan dan keamanan seluruh kawasan.
Baca juga: Asia Tenggara Masa Depan Australia
Dalam pidato resepsi, Selasa (5/3/2024), Albanese menyatakan, pada tahun 2021 ASEAN dan Australia mengambil langkah bersejarah dengan membentuk Kemitraan Strategis Komprehensif. Kemitraan strategis kompreherensif yang dimaksudkan merupakan kerja sama antara pemerintah, dunia usaha, institusi, dan masyarakat dua kawasan.
“Melalui kerja sama ini, kita dapat melihat kemitraan mewujudkan generasi baru yang penuh perdamaian, kemajuan, dan kesejahteraan,” katanya.
Sejumlah poin dalam kerja sama itu adalah menavigasi tantangan-tantangan strategis terbaru dan menemukan cara-cara untuk mengatasi tantangan.
Kerja sama ekonomi
Albanese mengatakan, perdagangan dua arah Australia dengan ASEAN bernilai sekitar 180 miliar dollar Australia per tahun. Sementara total investasi Australia ke ASEAN senilai hampir 300 miliar dollar Australia.
Kerja sama perdagangan dua arah dan investasi itu merupakan bentuk kerja sama dan fondasi yang ingin dibawa Australia ke dalam forum KTT tersebut.
Baca juga: Australia Bangun Armada Angkatan Laut Terbesar Sejak Perang Dunia II
ASEAN, kata Albanese, ditargetkan menjadi kawasan dengan perekonomian terbesar keempat di dunia pada tahun 2040. “Australia ingin menjadi mitra dalam pertumbuhan dan kemakmuran ini, bukan sebagai pengamat,” ujarnya.
Australia ingin menjadi mitra dalam pertumbuhan dan kemakmuran (di ASEAN), bukan sebagai pengamat.
Itulah sebabnya Strategi Ekonomi Asia Tenggara untuk Pemerintahan Albanese disebut berinvestasi. Rencana ini merupakan kelanjutan dari perjanjian perdagangan regional, termasuk Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru dan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) yang baru-baru ini ditingkatkan.
Strategi itu juga diarahkan untuk diversifikasi perdagangan, perekonomian, dan investasi dua arah. Albanese menekankan sejumlah sektor yang menjadi ruang kerja sama Australia-ASEAN, yaitu transisi menuju energi ramah lingkungan, perubahan iklim, dan maritim demi keamanan dan kesejahteraan bersama.
Selain menandai 50 tahun kemitraan ASEAN-Australia, KTT Khusus itu digelar untuk menegaskan visi bersama kami untuk kawasan ini. “Juga demi menyepakati cara-cara baru kita dapat mendukung AOIP dan mencapai masa depan yang lebih stabil, damai, sejahtera, dan aman,” katanya.
Tempat sandarkan nasib
Dalam pembukaan rapat pleno bersama para kepala negara ASEAN, kecuali Myanmar dan Timor Leste, Albanese mengatakan, Asia Tenggara adalah tempat nasib Australia berada di masa depan lebih daripada negara-negara lain di dunia. “Inilah sebabnya kami akan terus mendukung AOIP dan menjamin stabilitas dan perdamaian di kawasan kami,” katanya.
Baca juga: ASEAN-Australia Mencari Jalan Menyeimbangkan Kemitraan
KTT hari ini mempunyai empat tema utama yang akan membentuk kemitraan ASEAN-Australia di masa depan, yaitu perdagangan dan investasi, transisi iklim dan energi bersih, kerja sama maritim, serta kepemimpinan baru.
Keempat tema itu juga tecermin dalam Deklarasi Melbourne yang menjadi dasar kerja sama ASEAN dan Australia untuk 50 tahun ke depan. Dukungan terhadap AOIP ini dituangkan dalam lima pasal pada Deklarasi Melbourne. Salah satu pasal menyebutkan komitmen yang kuat terhadap tujuan dan prinsip AOIP.
Visi AOIP dan Australia untuk Indo-Pasifik memiliki prinsip-prinsip dasar yang sama untuk mendorong arsitektur regional yang terbuka, transparan, berketahanan, inklusif, dan berbasis aturan yang menjunjung hukum internasional, dengan ASEAN sebagai pusatnya.
Komitmen ini untuk meningkatkan dan mengarusutamakan kerja sama praktis dalam empat bidang prioritas AOIP, yaitu kerja sama maritim, konektivitas, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB 2030, ekonomi, dan bidang kerja sama lainnya.
Pada 50 tahun peringatan kemitraan ASEAN-Australia ini, Australia meluncurkan laporan dan kajian strategis dari Nicholas Moore yang berjudul ”Invested: Australia’s Southeast Asia Economic Strategy to 2040”. Laporan ini menjadi dasar bagi Pemerintah Australia melakukan pendekatan dengan Asia Tenggara.
Dalam wawancara khusus dengan Kompas di sela-sela KTT, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan, Indonesia berusaha menyelaraskan laporan dan kajian strategis Moore itu dengan AOIP. “Di dalam laporan dan kajian strategis ini ada 10 prioritas, dan kita ada empat prioritas besar, yang kemudian kalau diturunkan itu saling beririsan satu sama lain,” katanya.
Baca juga: KTT ASEAN-Australia Sepakati Pendekatan Baru
Sejumlah prioritas itu adalah agrikultur dan pangan, sumber daya, transisi energi hijau, infrastruktur, pendidikan, kesehatan, ekonomi digital, jasa keuangan dan ekonomi kreatif. Menurut Retno, sektor-sektor ini yang harus dipastikan selaras sehingga bisa membawa keuntungan bagi kedua belah pihak.
”Saya juga telah bertemu dengan Menlu Australia Penny Wong bahwa kerja sama ini seharusnya dua arah. Misalnya untuk perdagangan, jangan hanya bicara perdagangan ekspor dari Australia ke Asia Tenggara, tetapi juga di sini, seharusnya hambatan perdagangan dari Asia Tenggara ke Australia juga dibuka,” katanya.
Membangun jejaring
Perilaku Australia sekarang di Indo-Pasifik berubah dibandingkan pemerintahan terdahulu. Sejak Albanese memegang kepemimpinan, Australia mengubah politik luar negerinya menjadi pemain yang aktif di kawasan dengan cara memperlakukan negara-negara tetangga sebagai mitra setara. Australia tidak lagi menunjukkan sikap sebagai negara yang paling maju dan paling kebarat-baratan di kawasan.
Dulu Australia cenderung berpikir bahwa risiko ancaman keamanan mereka berasal dari utara, yaitu Asia Tenggara. Apabila negara-negara Asia Tenggara tidak mengancam Australia, bahaya datang dengan melalui jalur kawasan ini.
Sekarang, Australia melihat bahwa mereka adalah bagian dari kawasan Asia Tenggara dan Pasifik. Ini berdampak pada berbagai tawaran kerja sama dengan ASEAN dan Forum Kepulauan Pasifik (PIF).
Sejak Albanese memegang kepemimpinan, Australia mengubah politik luar negerinya menjadi pemain yang aktif di kawasan dengan cara memperlakukan negara-negara tetangga sebagai mitra setara.
Ketakutan terhadap utara, yaitu China masih ada. Di satu sisi, China merupakan mitra dagang terbesar Australia. Di sisi lain, Australia khawatir pengaruh China semakin kuat di kawasan sehingga menyingkirkan pengaruh Canberra, terutama di wilayah Pasifik.
Lai Ha-chan di dalam buku berjudul China-US Great Power Rivalry: The Competitive Dynamics of Order Building in Indo-Pacific yang terbit pada 2024 menjelaskan bahwa kesadaran Australia dan Selandia Baru akan risiko yang dibawa oleh pengaruh China ini relatif terlambat. Mereka baru menyadarinya pada tahun 2018 ketika China memulai pembangunan stadion olahraga internasional di Vanuatu.
Baca juga: Australia Luncurkan Investasi Rp 20,4 Triliun di Asia Tenggara
Canberra dan Wellington terbuka matanya untuk melihat ada pengaruh dari luar kawasan yang lebih kuat dan lebih memiliki kapasitas penerapan yang nyata dibandingkan dua kekuatan tradisional di Pasifik. Pasifik bukan lagi “pekarangan belakang” negara-negara persemakmuran ini. Pendekatan yang diperlukan di kawasan bukan lagi ala “kakak besar” atau senioritas berdasarkan luas wilayah dan produk domestik bruto, melainkan kemitraan.
Caitlin Byrne, Direktur Institut Asia Universitas Griffith, menjelaskan, pendekatan baru ini memerlukan diplomasi sebagai ujung tombaknya. “Australia tidak lagi fokus pada isu keamanan dan ancaman sehingga tidak menjadikan negara lain sebagai liyan. Australia menggunakan kekuatan ekonomi sebagai modal membangun kepercayaan dan kerja sama dengan tujuan keuntungan bersama,” ujarnya (Kompas.id, 11 Desember 2023).