ASEAN-Australia Mencari Jalan Menyeimbangkan Kemitraan
Negara-negara ASEAN lebih banyak jadi pasar ekspor produk sektor tertentu dari Australia. ASEAN ingin keseimbangan.
Tahun 2024, genap setengah abad kemitraan ASEAN dan Australia terjalin. Dengan sejarah hubungan yang sudah sedemikian panjang, kemitraan itu selama ini dipandang belum berjalan dua arah secara seimbang. Perlu kerja sama semua pihak agar kemitraan tersebut berlangsung lebih seimbang.
Dengan kerja sama itu pula, ASEAN ataupun Australia masing-masing tak menjadikan pihak lain semata sebagai pasar bagi salah satu pihak. Kue ekonomi hendaknya bisa dinikmati oleh semua pihak secara lebih berimbang.
Mendorong hubungan dua arah ini menjadi salah satu benang merah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Khusus ASEAN–Australia di Melbourne, Australia, 4-6 Maret 2024. Saat ini, negara-negara di ASEAN lebih banyak menjadi sasaran ekspor produk dari Australia untuk sektor-sektor tertentu. Begitu juga sebaliknya untuk sektor-sektor yang lain.
Salah satunya di sektor agrikultur dan makanan. Pada 2022, ekspor agrikultur Australia ke ASEAN senilai 17,5 miliar dollar Australia (Rp 179,4 triliun). Jumlah ekspor Australia ini jauh lebih besar daripada impor Australia dari ASEAN senilai 5,8 miliar dollar Australia (Rp 5,9 triliun).
Sebaliknya, di bidang pariwisata, Australia telah lama menjadi pasar bagi ASEAN. Pada 2022, kawasan Asia Tenggara merupakan tujuan favorit bagi pelancong asal Australia. Australia menyumbang 28 persen pariwisata di ASEAN. Industri perjalanan dan turisme ini berkontribusi 4,5 miliar dollar Australia pada ekonomi ASEAN.
Baca juga: Jokowi Temui Pemimpin Tiga Mitra Dagang Indonesia di Melbourne
Sementara pelancong ASEAN ke Australia berkontribusi 2,3 miliar dollar Australia. Pada 2023, Australia diperkirakan memperoleh 1,2 juta pelancong ASEAN atau sekitar 3,8 persen dari pelancong ASEAN yang berwisata ke luar kawasan.
Dari sisi agrikultur dan makanan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, selama ini Indonesia masih kesulitan memasukkan produk pertanian dan peternakan ke Australia. Hambatan utamanya adalah standar keamanan hayati (biosecurity)Australia yang terlalu sulit untuk dipenuhi bagi produk-produk Indonesia.
Australia mempunyai kepentingan besar untuk menjual produk pertanian ternak, susu, dan daging ke Indonesia. Sementara Indonesia berkepentingan besar menjual produk perikanan dan buah-buahan ke Australia.
”Namun, selama ini perdagangan perikanan dan buah-buahan dari Indonesia ke Australia masih terhambat standar biosecurity yang diterapkan Australia,” kata Retno.
Menurut Retno, hambatan ini harus dicarikan solusinya. Sebab, Indonesia tidak mau menjadi pasar saja. Oleh karena itu, khusus Indonesia, Retno menawarkan kerja sama dalam konteks standar keamanan hayati(biosecurity)sebagai bagian dari rencana kerja Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Australia (IA CEPA) tahun 2025-2029.
Tawaran tersebut disampaikan Retno dalam pertemuan bilateral dalam konteks IA CEPA dengan Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong di sela-sela KTT Khusus ASEAN-Australia hari pertama, Senin (4/3/2024).
Baca juga: Dijadwalkan Bertemu PM Australia, Presiden Jokowi Akan Bahas Kerja Sama Pertahanan
Menurut Retno, kerja sama standar keamanan hayati ini vital untuk perluasan pasar di dua kawasan. Penyelesaian isu keamanan hayati merupakan langkah awal peningkatan kerja sama bidang pertanian dan peternakan. ”Kerja sama perdagangan harus dua arah karena kerja sama perdagangan yang berkelanjutan harus seimbang,” katanya.
Dari IA CEPA 2020-2024, kerja sama Indonesia-Australia dinilai telah berhasil mencatat kenaikan perdagangan Indonesia-Australia dari 7,1 miliar dollar AS pada 2020 menjadi 12,7 miliar dollar AS pada 2023. Kenaikan ini sangat signifikan, apalagi terjadi pada masa perlambatan perdagangan akibat pandemi Covid-19 selama dua tahun.
”Dengan kondisi ini, ada pertambahan 5,5 miliar dollar AS, itu sangat menakjubkan. Dan kita yakini, ini karena CEPA,” ujar Retno.
Selama ini, perdagangan perikanan dan buah-buahan dari Indonesia ke Australia masih terhambat standar ’biosecurity’ yang diterapkan Australia.
Adapun mengenai sumber daya manusia, kata Retno, Australia sudah meningkatkan kuota visa berlibur dan bekerja (working holiday visa) Indonesia hingga 5.000 orang. Indonesia juga mempunyai mutual recognition agreement (MRA) untuk sertifikasi insinyur. Kesepakatan ini membuka kesempatan kerja bagi tenaga ahli Indonesia untuk bekerja di Australia. Saat ini Australia mengalami kekurangan tenaga kerja ahli.
Selain itu, Indonesia juga memiliki nota kesepahaman pertukaran tenaga ahli (MOU on skilled development exchange) yang memberikan kesempatan pertukaran pekerja profesional.
Selama dua hari pertama KTT, juga tercapai sejumlah kerja sama antara Australia dan negara-negara ASEAN. Di antaranya, Australia meningkatkan anggaran untuk Kemitraan Maritim Asia Tenggara Australia senilai 64 juta dollar Australia (Rp 655,8 miliar) selama empat tahun, termasuk pendanaan baru sebesar 40 juta dollar Australia (Rp 409,8 miliar).
Baca juga: Australia Tingkatkan Anggaran untuk Keamanan Maritim ASEAN
Selain itu, Australia juga menambah dana sebesar 222,5 juta dollar Australia (Rp 2,3 triliun) untuk ketahanan di subkawasan Sungai Mekong. Pada hari pertama KTT, Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albenese dan PM Malaysia Anwar Ibrahim menandatangani empat nota kesepahaman di bidang sains dan teknologi serta pencekalan percobaan nuklir.
Pada hari kedua, Selasa (5/3/2024), bersama PM Singapura Lee Hsien Loong, Albanese meluncurkan hibah Program Inovasi Bersama Go-Green senilai 20 juta dollar Australia untuk usaha kecil dan menengah di kedua negara. Program ini akan memfasilitasi inovasi bersama di antara kedua negara dan mendukung pengembangan produk ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Peta potensi
Australia memandang ASEAN sebagai peluang besar untuk ekonomi negara itu. Selain sama-sama sebagai kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat, ASEAN juga menjadi ceruk ekonomi Australia karena kedekatan geografi dan diversifikasi perdagangan.
Terdapat 12 sektor prioritas kerja sama yang dirumuskan dalam KTT ASEAN-Australia. Sektor-sektor itu adalah agrikultur dan pangan, sumber daya, transisi energi ramah lingkungan, infrastruktur, pendidikan, keahlian, ekonomi sektor wisata dan perjalanan, kesehatan, ekonomi digital, jasa keuangan, profesional, dan industri kreatif.
Retno mengatakan, sektor-sektor prioritas di KTT ASEAN Australia ini perlu diselaraskan agar sesuai dengan Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (ASEAN Outlook on The Indo-Pacific (AOIP). Di KTT ada 12 prioritas, sedangkan dalam Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik ada empat prioritas besar, yang saling beririsan satu sama lain.
Untuk perdagangan, jangan hanya bicara perdagangan ekspor dari Australia ke Asia Tenggara, tetapi juga seharusnya hambatan perdagangan dari Asia Tenggara ke Australia juga dibuka.
Menurut Retno, bidang-bidang tersebut yang harus dipastikan selaras sehingga bisa membawa keuntungan bagi kedua belah pihak. ”Saya juga telah bertemu dengan Penny Wong bahwa kerja sama ini seharusnya dua arah. Misalnya untuk perdagangan, jangan hanya bicara perdagangan ekspor dari Australia ke Asia Tenggara, tetapi juga di sini, seharusnya hambatan perdagangan dari Asia Tenggara ke Australia juga dibuka,” katanya.
Untuk itu, Australia juga memandang pentingnya mendorong kerja sama secara dua arah dengan ASEAN. Utusan Khusus Pemerintah Australia untuk Asia Tenggara Nicholas Moore telah memetakan hambatan kerja sama dua arah tersebut.
Dalam sektor agrikultur dan pangan, misalnya, perlu adanya upaya mempererat hubungan dengan para pemimpin pertanian dan peternakan di kawasan, terutama di Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina.
”Selain itu, Australia perlu memperluas keahlian dan kerangka kerja untuk mendukung ekspor Australia sehingga bisa memenuhi syarat dari negara-negara Asia Tenggara,” kata Moore di Media Center KTT Khusus ASEAN Australia 2024, Senin (4/3/2024).
Pemerintah Australia perlu terus mengatasi hambatan perdagangan melalui badan-badan multilateral dan regional, misalnya melalui WTO dan ASEAN. Pada saat yang sama, Pemerintah Australia juga perlu menggunakan perjanjian bilateral untuk meningkatkan upaya mengembangkan dan mengadopsi peraturan dan standar yang adil.
”Agrikultur bukanlah isu yang dibahas dalam forum-forum ASEAN saat ini, tetapi topik ini akan menjadi topik yang berharga untuk diangkat mengingat pentingnya hal ini bagi kawasan yang lebih luas,” kata Moore.
Moore mengatakan, terdapat serangkaian persyaratan ekspor ke negara-negara di Asia Tenggara untuk produk agrikultur dan pangan, termasuk persyaratan yang berkaitan dengan standar halal dan lingkungan, sosial, dan tata kelola. Australia dapat meresponsnya dengan mengembangkan kerangka peraturan sehingga dunia usaha Australia dapat memenuhi persyaratan halal dan persyaratan lain tersebut.
Moore merekomendasikan advokasi keterlibatan berkelanjutan di tingkat menteri dan pejabat senior bidang pertanian melalui mekanisme ASEAN untuk menyediakan forum tambahan guna mengurangi hambatan perdagangan.
Khusus Indonesia, Moore menyarakan agar Pemerintah Australia mendorong adanya pengakuan bilateral terhadap kualifikasi antara Indonesia dan Australia, menjelajahi peluang untuk membantu standar dan pelaporan lingkungan, sosial, dan tata kelola di sektor sumber daya. Selain itu, juga perlu terus membangun mekanisme dengan Badan Halal Indonesia (BPJPH) untuk memastikan ekspor barang bersertifikat halal dari Australia tidak terganggu.
Moore memprediksi besarnya potensi kerja sama dua arah antara ASEAN dan Australia hingga 2040 bisa mencapai 534 miliar dollar Australia atau hampir lima kali lipat dari tahun 2022 sebesar 178 juta dollar Australia. Namun, potensi ini dipastikan tak bisa tercapai apabila hambatan-hambatan yang ada tidak segera diatasi.