Keterlibatan dan pengaruh AS dalam bidang ekonomi semakin mengecil di kawasan dibandingkan China atau Jepang.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga ASEAN memandang Amerika Serikat dan China menjadi sumber kekhawatiran kawasan, terutama karena persaingan yang sangat kentara untuk memperebutkan pengaruh. Meski begitu, China memiliki potensi besar untuk merebut posisi Jepang sebagai negara paling diandalkan dalam bekerja sama.
Hal itu terungkap dari hasil survei oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan ERIA 2023 dalam seminar daring pada Selasa (5/3/2024). Survei dilakukan terhadap 1.722 responden di 10 negara anggota ASEAN dan Timor Leste.
Ada beberapa hal yang membuat kedua negara adidaya itu menjadi sumber kekhawatiran bagi warga ASEAN. Keduanya menolak bekerja sama, memiliki ambisi hegemonik yang besar, memiliki ambisi strategis yang bisa merugikan, dan berpotensi menggunakan tindakan koersif (pemaksaan) dalam mencapai keuntungan strategis mereka.
Dalam penjelasannya, Ketua Tim Survei Shofwan Albanna mengatakan, hasil itu konsisten dengan temuan di setiap negara meski persentase ketidakpercayaan terhadap keduanya bervariasi. Sebagai contoh di Brunei Darussalam, tingkat ketidakpercayaan terhadap AS mencapai 60,2 persen, sementara ketidakpercayaan terhadap China sebesar 27 persen.
Di Vietnam, situasinya berbeda. Meski AS memiliki sejarah kelam dengan negara ini pada era 1960-1970-an, tingkat ketidakpercayaan terhadap AS mencapai 14 persen dan terhadap China 71 persen. Sementara di Timor Leste, tingkat ketidakpercayaan terhadap India menjadi yang tertinggi (48,15 persen) dibandingkan dengan China (27 persen) dan AS (18 persen). ”Mungkin karena eksposur mereka kurang di negara itu,” ujarnya.
Di Indonesia, yang secara tradisional dipandang sebagai pemimpin ASEAN, tingkat ketidakpercayaan terhadap AS mencapai 41,65 persen. Adapun ketidakpercayaan terhadap China 29,47 persen.
Shofwan menyebut, hal itu tidak terlepas dari dinamika politik dan keamanan di setiap negara. ”Menarik untuk melihat lebih jauh kondisi internal di negara-negara ASEAN. Sebagai contoh, dinamika internal yang memengaruhi hubungan Kamboja dengan China dan Vietnam dengan China,” katanya.
Meski warga ASEAN memandang China sebagai sumber kekhawatiran, negara itu dinilai sebagai mitra masa depan kawasan. Hal itu berpotensi menggeser Jepang yang saat ini dipandang sebagai mitra paling tepercaya.
Hal yang menjadi kelebihan Jepang di antaranya karena negara itu dianggap paling patuh pada norma hukum internasional, pendukung utama sentralitas ASEAN, mendukung mekanisme dan inisiatif yang dikembangkan ASEAN, serta memiliki kesamaan pandangan dan prinsip yang sejalan dengan ASEAN.
Wei Ling, profesor pada School of International Relations Universitas Bisnis Internasional dan Ekonomi Beijing, China, mengatakan, China berutang pada negara-negara ASEAN. China bisa menikmati kemakmuran berkat kerja sama yang apik dengan ASEAN.
China menilai ASEAN sebagai kawasan yang stabil dan damai yang dicapai melalui beberapa inisiatif, di antaranya Forum Regional ASEAN dan KTT Asia Timur. Menurut Wei, China bisa makmur salah satunya berkat kerja sama dengan mitra-mitranya di ASEAN. ”Para pemimpin China mengidentifikasikan ASEAN sebagai salah satu prioritas hubungan politik mereka,” katanya.
Wei menyebut, hasil survei ini akan membantu para pengambil kebijakan di Beijing untuk menyesuaikan atau mengalibrasi ulang pandangan dan kebijakannya selama ini kepada ASEAN.
Peneliti senior pada East-West Center, Denny Roy, menyatakan paham bahwa keterlibatan dan pengaruh AS dalam bidang ekonomi semakin mengecil di kawasan dibandingkan China atau Jepang. Ini terkait kondisi perekonomian dalam negeri AS. China memberikan keleluasaan bagi para pebisnis Asia Tenggara untuk memasukkan produk ke China karena pasarnya luas. Tidak demikian halnya dengan AS.
”Partai Demokrat memandang masuknya barang asing akan memengaruhi ekonomi dan pasar kerja mereka. Sementara Partai Republik, yang selama ini dikenal probisnis, lebih populis dalam beberapa tahun terakhir dan memiliki kecenderungan sikap yang sama,” katanya.
Kerangka Kerja Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF) belum memberikan arah yang jelas soal kebijakan ekonomi AS di kawasan. Ini berbeda dengan Prakarsa Sabuk dan Jalan yang digagas China.
India
Hasil survei juga memperlihatkan India belum memiliki pengaruh signifikan terhadap ASEAN. Meski menerapkan kebijakan Act East Policy beberapa tahun lalu, India dipandang kurang dekat dengan negara-negara ASEAN.
Temuan survei mengungkapkan paradoks dalam hubungan antara India dan Asia Tenggara. Dalam pertanyaan mengenai pengaruh keempat negara tersebut terhadap kawasan, India berada di peringkat terendah, yaitu sebesar 1,63 persen. Di Myanmar dan Thailand yang berbatasan dengan India, kurang dari 1 persen responden memandang India sebagai negara yang berpengaruh secara politik atau ekonomi terhadap negara mereka.
Premesha Saha, peneliti pada Observer Research Foundation yang berbasis di Kalkutta, India, mengatakan, temuan ini mengejutkan. Namun, ini sekaligus bisa menyadarkan Pemerintah India bahwa mereka harus mengkaji ulang arah kebijakan luar negerinya terhadap ASEAN.