Palagan AS Vs China di Asia Tenggara
Di tengah upaya ASEAN memperkuat sentralitasnya, jejak dan tanda persaingan Amerika Serikat dan China bertebaran di sejumlah tempat di Asia Tenggara dan kawasan sekitarnya.
Asia Tenggara adalah salah satu palagan kompetisi antara Beijing dan Washington. Perseteruan dua kekuatan itu menguar dari meja perundingan sampai ke meja taktis pertempuran di kapal perang.
China ingin seluruh komponen Area Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) segera terwujud. ACFTA menjadi penopang kuat dan terus memberi energi bagi arus dagang dan investasi di sepanjang jalur Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI), yang secara ambisius ingin diwujudkan Beijing dengan menghubungkan Asia, Afrika, dan Eropa melalui pengembangan kerja sama dan konektivitas regional.
”China sangat berharap ASEAN, dengan jumlah penduduk 600 juta dan kelas menengah terus naik, siap menerima limpahan produknya yang sulit masuk pasar AS,” kata Teuku Rezasyah, pengajar Ilmu Hubungan Internasional pada Universitas Padjadjaran, Bandung.
Sebaliknya, AS di bawah Presiden Donald Trump menggunakan strategi berbeda. ”Pada masa Barack Obama, ASEAN dijadikan kunci keseimbangan kawasan. Washington menjaga hubungan baik dengan ASEAN,” kata Evan A Laksmana, peneliti pada Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta.
Kini, Washington memilih pendekatan bilateral. Hubungan pertahanan AS dengan Filipina, Vietnam, dan terutama Singapura terus membaik. ”Bilateralisme dengan negara-negara Asia Tenggara, dengan kata lain, menjadi lebih penting (bagi AS) daripada menghabiskan energi untuk multilateralisme ASEAN,” kata kandidat doktor program ilmu politik pada Syracuse University, New York, AS, itu.
Keputusan AS tidak mendekati Asia Tenggara melalui ASEAN tecermin, antara lain, dari ketidakhadiran Trump pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Singapura, pekan ini. Fakta itu menggusarkan Singapura, sekutu terdekat AS di Asia Tenggara sekaligus tuan rumah KTT ASEAN. ”Ini bisa dibaca sebagai rendahnya prioritas Asia Tenggara dalam kebijakan luar negeri Trump. Padahal, di kawasan ini, AS harus serius menghadapi China. Sudah sepantasnya AS-China memandang ASEAN sebagai mitra yang sesungguhnya di kawasan,” tutur Nur Rachmat Yuliantoro, Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong tidak menutupi kegusaran atas ketidakhadiran Trump. PM Lee sampai menyatakan, ASEAN, meski sangat ingin tak berpihak, bisa saja pada suatu waktu ”harus memilih salah satu atau satu pihak lainnya”.
Pernyataan pragmatis itu tidak dapat disalahkan. Sebab, ketidakhadiran Trump membuat Asia Tenggara tidak merasakan keseriusan dukungan AS. Upaya Wakil Presiden AS Mike Pence yang menyatakan AS tetap kukuh berkomitmen pada Asia Pasifik tidak cukup menenangkan Asia Tenggara.
Medan perseteruan
Asia Tenggara memang membutuhkan jaminan di tengah persaingan AS-China. Persaingan keduanya berulang kali nyaris memicu konflik bersenjata di Asia Tenggara. Hampir seluruh insiden itu terjadi di Laut China Selatan (LCS), di sekitar Kepulauan Spratly. Di sana, China membuat sejumlah pulau buatan, lalu membangun infrastruktur pendukung.
Di perairan itu pula, kapal perusak USS Decatur milik AS dan kapal perusak kelas Luyang milik China nyaris bertabrakan, akhir September 2018. Keadaan juga memanas gara-gara AS menerbangkan dua pesawat pengebom B-52 ke sana.
LCS bukan satu-satunya palagan perseteruan AS-China di Asia Tenggara. Di barat LCS, China tengah mendorong pembuatan Terusan Kra di Thailand, yang akan menghubungkan Laut Andaman dengan Teluk Thailand. Bila terusan itu jadi, China memegang kendali atas mayoritas pelayaran di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Dari Terusan Kra, kapal-kapal yang melewati Pasifik akan berlayar dekat Kepulauan Spratly yang secara faktual dikendalikan China. Sementara kapal yang melewati Hindia bisa dapat singgah di Hambantota, pelabuhan yang didanai China di Sri Lanka.
Perbedaan dukungan
Terusan Kra mempertemukan kepentingan China dengan sejumlah elite Thailand. Pada masa pemerintahan Presiden Hu Jintao, China tidak menutupi kekhawatiran atas kedekatan hubungan Singapura-AS. Pokok kekhawatiran itu adalah fakta 80 persen tanker minyak tujuan China harus melewati Selat Malaka. China cemas, konfliknya dengan AS dapat membuat Selat Malaka diblokade dan China akan kehilangan rute untuk sebagian besar pasokan minyaknya. Apalagi, selama ini kapal-kapal perang AS, dengan alasan mengisi ulang perbekalan, secara rutin singgah di Singapura.
Kekhawatiran itu menguat kala PM Lee pada 2015 menyatakan dukungan kepada doktrin Penyeimbangan Ulang Asia Pasifik (Asia Pacific Rebalance) yang diajukan pemerintahan Obama. Penerapan doktrin itu, antara lain, berupa alokasi hingga 60 persen armada perang AS di Pasifik. Bagi China, doktrin itu adalah ancaman.
Karena itu, Beijing mendukung pembuatan Terusan Kra. Keinginan China disambut oleh sejumlah elite Thailand. Sejumlah jenderal, termasuk mantan panglima militer dan kepala kepolisian Thailand, membentuk organisasi yang dinamakan Thai Canal Association (TCA) untuk mencari sokongan atas proyek itu. Pongthep Thesprateep, pensiunan jenderal angkatan darat Thailand yang dekat dengan tokoh kuat di Thailand, Prem Tinsulanonda, memimpin TCA. Prem dan sejumlah tokoh di TCA berasal dari daerah-daerah yang akan dilewati terusan itu.
Nur Rachmat mengatakan, persaingan AS-China juga terjadi di bagian selatan di Samudra Hindia. Di Darwin, AS menempatkan ribuan marinir. Keputusan itu menggusarkan Indonesia. Jakarta pernah menunjukkan protesnya, antara lain dengan mengizinkan armada perang China melewati pesisir Sumatera kala berangkat dan pulang dari berlatih di utara Australia.
Teuku Rezasyah menambahkan, AS-China juga bersaing dalam investasi sektor mineral dasar laut di zona ekonomi eksklusif (ZEE) ASEAN. Pos-pos eksplorasi itu sekaligus dapat dimanfaatkan AS untuk tempat pengamatan pada pergerakan di sepanjang Pasifik. AS-China juga secara terbuka bersaing di sektor konstruksi, transportasi, komunikasi, dan permukiman.
Beijing-Washington juga berlomba membuka kawasan berikat dan kawasan industri modern. Persaingan juga terlihat pada sektor keuangan dan perbankan, serta pendidikan. AS juga menyasar industri kreatif Asia Tenggara. Washington berusaha prinsip hak cipta dan hak patennya diintegrasikan di Asia Tenggara. (AP/REUTERS)