Metamorfosis Kebijakan India di Asia Tenggara
Pada era 1990-an, kebijakan luar negeri India berlandaskan ”melihat ke Timur”, merujuk Asia Tenggara dan ASEAN. Di bawah PM Narendra Modi, India mengenalkan kebijakan ”bertindak ke Timur” (”act east policy”).

Duta Besar RI untuk India Ina H Krishnamurti (kiri) didaulat berfoto bersama dengan seorang delegasi India pada sesi pembuka 4th ASEAN-India Youth Summit 2023 di Hyderbad, India, Senin (13/2/2023). Indonesia dan negara-negara ASEAN memiliki kedekatan sejarah, budaya, dan religi dengan India sejak beberapa milenium lampau.
Turun dari podium seusai menjadi pembicara pertama 4th ASEAN-India Youth Summit di Hyderabad, Senin (13/2/2023), Duta Besar Indonesia untuk India Ina H Krishnamurti langsung diajak berpose bersama beberapa orang, termasuk anak-anak muda delegasi tuan rumah, India. Sambil berpose, mereka bertanya, bagaimana Ibu Dubes bisa memiliki nama Krishnamurti.
Pertanyaan serupa disampaikan beberapa anggota delegasi India. Mereka bertanya, bagaimana nama Krishnamurti bisa sampai digunakan oleh orang Indonesia. Apakah ada nama lain ”berbau” India di Indonesia? Tampaknya keingintahuan mereka cukup besar tentang bagaimana India terhubung dengan wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Delegasi Indonesia mencoba menjelaskan secara singkat, bagaimana Asia Tenggara, termasuk Indonesia, terhubung dengan India. Dimulai dengan perdagangan melalui jalur laut, komoditas dari Asia Tenggara diperdagangkan dengan komoditi dari India. Kemudian disusul oleh para pemuka agama Hindu dari India, melalui jalur yang sama yaitu jalur laut, dan tiba di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Baca juga : Dengan Akar Sejarah Panjang, ASEAN-India Terus Perluas Konektivitas
Hasilnya bisa dilihat hingga kini. Tidak hanya penggunaan nama Krishnamurti, akan tetapi nama Laksmi, Wisnu, Bayu, dan nama-nama lain berlatar bahasa Sanskrit atau Sansekerta. Bahasa ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.
Begitu juga bangunan, terutama candi, makanan, unsur budaya benda dan tak benda lainnya. Lihat saja Candi Prambanan, Candi Borobudur, dan prasasti-prasasti lainya di Indonesia memiliki hubungan yang jauh sebelum ”hubungan diplomatik India-Indonesia” pasca-proklamasi kemerdekaan. Candi-candi Hindu atau Buddha itu juga bisa dilihat di Thailand, Laos, dan Kamboja.
Hubungan India-Asia Tenggara, kawasan di sebelah timur India, kemudian dibahas lagi dalam sesi-sesi kecil pada konferensi itu. Semakin jelaslah bahwa ikatan India dan Asia Tenggara sudah sangat lama dan sudah sangat berakar dalam kehidupan sehari-hari warganya.
”Adalah tugas kita bersama untuk menjaga dan terus mengembangkan hubungan yang sudah sangat lama. Hubungan masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang,” kata Ina.

Sejumlah peserta 4th ASEAN-India Summit 2023 berbincang-bincang di sela sesi panel konferensi, Senin (13/2/2023), di Hyderabad, India.
Akan tetapi, meski memiliki kedekatan secara historis dan kultural serta keagamaan, di tengah dinamika geopolitik kawasan dan global, hubungan ASEAN dan India saat ini juga dinamis. India, yang kini memegang presidensi G20 setelah Indonesia tahun lalu, adalah anggota Quad. Ini kelompok kerja sama empat negara, yaitu Amerika Serikat, India, Jepang, dan Australia yang cukup gencar menangkal pengaruh China di Indo-Pasifik.
Baca juga : India Makin Serius Garap ASEAN
Walau demikian, sikap India juga sangat pragmatis. Salah satunya, misalnya, dalam memandang invasi Rusia ke Ukraina. Bersahabat dengan AS dan sekutunya melalui Quad, tidak berarti India juga mengikuti sikap AS dan sekutunya mengecam invasi itu. India dipandang sangat pragmatis, terutama ketika menyangkut kepentingan ekonominya.
India dipandang sangat pragmatis, terutama ketika menyangkut kepentingan ekonominya.
Meski dikritik karena membeli minyak Rusia dalam jumlah besar, India menolak sikap AS dan sekutunya untuk membendung Rusia. Dalam pandangan banyak pihak, sikap India sangat abu-abu.
Chietigj Bajpaee, analis hubungan internasional pada King’s College London, mengatakan, polarisasi baru sistem internasional setelah invasi Rusia ke Ukraina dan munculnya persaingan strategis jangka panjang antara India dan China, menekan India. ”Prinsip pengorganisasian baru kebijakan luar negeri India harus ditemukan untuk membenarkan keterlibatan India ke arah timur,” kata Bajpaee.
Melihat ke Timur
Yang dimaksud Bajpaee dengan melihat ke arah timur adalah kebijakan look east policy yang menjadi landasan kebijakan luar negeri India pada era 1990-an. Kebijakan ini muncul karena India memandang penting wilayah Asia Tenggara dalam agenda kebijakan luar negerinya pada saat itu, melengkapi hubungan sejarah, budaya dan keagamaan yang sudah berlangsung beberapa abad. Kebijakan ini untuk meningkatkan hubungan ekonomi yang lebih riil.
Calvin Khoe, Wakil Direktur Riset dan Analisis Foreign Policy Community Indonesia (FPCI), mengatakan, keinginan untuk ”melihat ke Timur” tidak hanya karena persoalan kepentingan ekonomi semata. Akan tetapi, ada nuansa keamanan juga menjadi salah satu pertimbangan India saat itu.
”Kita harus memahami bahwa teritorial atau sphere of influence India ada di Asia Selatan dan Samudera Hindia. Akan tetapi, mereka sadar kalau lingkungan sekeliling mereka ’tidak cukup bersahabat’. Hubungan dengan tetangga mereka sangat kompleks dan tidak mendatangkan peluang ekonomi secara riil,” kata Calvin, Rabu (23/2/2023) pekan lalu.
Danielle Rajendram, mantan analis di lembaga Institut Lowy untuk Kebijakan Internasional, secara lengkap menyebut, kebijakan PM Rao untuk membawa India melihat ke timur tidak terlepas dari situasi ekonomi dan politik global saat itu. India pada awal 1990-an dikepung situasi ekonomi dan politik domestik yang memburuk. Ketegangan geopolitik yang mengarah ke Perang Teluk pada tahun 1991 memengaruhi ekonomi India sehingga mendorong PM Rao untuk melihat ke Timur.

Dalam rangka memperingati 30 tahun kemitraan ASEAN-India, tahun lalu, Komite ASEAN untuk Sains, Teknologi, dan Inovasi bekerja sama dengan Departemen Sains dan Teknologi, Pemerintah India, melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional dan Start-up Incubation and Innovation Center IIT Kanpur menyelenggarakan 1st ASEAN-India Start-up Festival 2022 pada 27-30 Oktober 2022 di Innovation Convention Centre, Cibinong Bogor, Indonesia.
Rajendram juga menyatakan, masalah internal dan geopolitik global, keruntuhan Uni Soviet (USSR), menciptakan kekosongan strategis dan ekonomi bagi India. Berakhirnya dua kutub politik dunia, timur dan barat, mengurangi relevansi sikap nonblok India.
Tidak hanya itu, politik pintu terbuka China mendorong India untuk berbuat yang sama, menjangkau Asia Tenggara untuk menghindari peran sebagai subordinat politik dan ekonomi Beijing.
Baca juga : India Coba Redam Kecurigaan ASEAN soal Minilateralisme
Dari segi hitung-hitungan politik internal, menurut Rajendram, kebijakan ”melihat ke Timur” adalah bagian dari upaya mengembangkan perekonomian dan menstabilkan situasi di wilayah timur laut negara tersebut yang rapuh. Empat negara bagian di timur laut memiliki perbatasan darat sepanjang 1.643 kilometer dengan Myanmar. Negara-negara bagian itu menjadi sangat penting bagi untuk keterhubungan darat dengan negara-negara Asia Tenggara.
”Faktor-faktor ini, dikombinasikan dengan Krisis Teluk, menempatkan kebutuhan untuk mendiversifikasi sumber energi India dan kemitraan ekonomi menjadi fokus yang tajam. India perlu berintegrasi ke dalam ekonomi global, dan dinamisme tetangga timur India menjadikan Asia Tenggara tempat yang menarik untuk memulai,” ujar Rajendram.
Bertindak ke Timur
Kini, di bawah Pemerintahan PM Narendra Modi, India tampaknya ingin berbuat lebih bagi perekonomiannya dan juga bagi keberadaannya di Asia Tenggara. Pada KTT India-ASEAN di Myanmar, November 2014, Modi mengubah narasi kebijakan luar negeri India yang sebelumnya ”hanya” melihat ke timur menjadi bertindak ke timur (act east policy).
”Pesannya adalah bahwa India semakin ingin memainkan peran strategis yang lebih aktif dan menonjol,” kata Rajendram.
Presiden Joko Widodo dan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri China Li Keqiang (kanan) mengapit PM India Narendra Modi pada sesi foto bersama dengan para pemimpin negara ASEAN lainnya dalam pertemuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) di Singapura, 14 November 2018.

Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri China Li Keqiang (kanan) mengapit PM India Narendra Modi pada sesi foto bersama dengan para pemimpin negara ASEAN lainnya dalam pertemuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) di Singapura, 14 November 2018. Setelah lima tahun menjalin kemitraan strategis komprehensif, Indonesia dan China terus membutuhkan rasa saling percaya, terutama di tengah aneka dinamika di kawasan.
Keinginan agar India bisa berbicara lebih serta memiliki hubungan yang lebih dalam dan intensif dengan negara-negara Asia Tenggara juga disampaikan Menteri Eksternal Affairs India Rajkumar Ranjan Singh saat berbicara pada penutupan 4th ASEAN-India Youth Summit, Rabu (15/2/2023).
”Hubungan India-ASEAN yang telah berlangsung selama beberapa milenium, sekarang menjadi fondasi yang solid bagi pertemanan dan persahabatan kita untuk memastikan keamanan serta kesejahteraan rakyat di kedua kawasan,” kata Singh.
Baca juga : India-ASEAN Fokuskan Pemulihan Ekonomi
Namun, di lapangan, hal itu tidak mudah terwujud. Konektivitas yang selama ini didengung-dengungkan oleh India berjalan sangat lambat.
Konektivitas yang selama ini didengung-dengungkan oleh India berjalan sangat lambat.
Duta Besar Thailand untuk India Pattarat Hongtong saat berbicara pada 4th ASEAN-India Youth Summit di Hyderabad, Senin (13/2/2023), mengatakan, jalan darat yang menghubungkan antara India, Myanmar, dan Thailand, yang dibangun sejak tahun 2002, hingga kini masih belum jelas pemanfaatannya. Jalan raya trilateral yang menghubungkan wilayah Maesot (Thailand), melintasi Myanmar dan bertemu di Manipur, India, sudah selesai dikerjakan di sisi Thailand dan Myanmar.
”Di India, jalan baru selesai antara 70-80 persen. Dari Myanmar dan Thailand sudah selesai dikerjakan,” kata Pattarat.
Bahkan, meski belum tersambung 100 persen, beberapa negara tetangga seperti Bangladesh, Laos, Vietnam dan Kamboja, menurut Pattarat, tertarik untuk bergabung. Ketertarikan itu karena nantinya distribusi barang antara wilayah Asia Tenggara dengan India akan mengurangi waktu di perjalanan hingga tujuh hari.

Syed Akbaruddin, Dekan Sekolah Tinggi Kebijakan Publik Kautilya dan juga mantan perwakilan tetap India di Perserikatan Bangsa Bangsa, Senin (13/2/2023), menjelaskan soal konektivitas India-ASEAN melalui jalur darat, yaitu dengan pembangunan trilateral highway antara India-Myanmar-Thailand.
Tidak hanya itu, keluarnya India dari perundingan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Kawasan (RCEP) pada tahun 2019 membuat kecewa para pemimpin ASEAN. PM SIngapura Lee Hsien Long, saat India memutuskan keluar dari perundingan, mengatakan bahwa perjanjian dagang bukan sekadar perkara ekonomi, tetapi juga persoalan kepercayaan.
Baca juga : Masuki Babak Akhir, RCEP Siap Diteken Tanpa India
Situasi itu menambah goyah hubungan India-ASEAN yang tengah dicoba untuk kembali ditingkatkan. Dalam jajak pendapat ISEAS–Yusof Ishak Institute 2021 ditemukan hal lebih suram. Para narasumber, yang terdiri dari para pakar hubungan internasional hingga diplomat, memandang bahwa India tidak bisa dipercaya. Sebab, India terlalu sibuk dengan urusan dalam negeri dan tidak punya keinginan, apalagi kemampuan, di aras global. (Kompas.id, 30 Agustus 2022)
Calvin menilai, dalam tubuh pemerintahan Modi, para pengambil kebijakan memahami pentingnya kawasan Asia Tenggara. ”Akan tetapi, mereka kurang sistematis dalam menggarapnya. Mereka tahu mau ke mana, tetapi di level pelaksanaan, kebijakan yang diambil tidak sistematis,” katanya.
Yang menjadi pertanyaan Calvin apabila India memang ingin memoles kembali hubungannya dengan ASEAN adalah nilai perdagangannnya dengan negara-negara di wilayah ini yang dinilainya masih sangat rendah. Keluarnya India dari perundingan RCEP juga menjadi salah satu hal yang mengecewakan ASEAN, meski dipahami ada persoalan keberadaan China di balik keputusan itu.

Syed Akbaruddin, Dekan Sekolah Tinggi Kebijakan Publik Kautilya dan juga mantan Duta Besar India untuk Perserikatan Bangsa Bangsa, ditemui di Hyderabad, mencari permakluman. ”Dua ribu tahun berhubungan tidak bisa dibandingkan dengan beberapa tahun keterlambatan di masa kini. Seharusnya tidak menjadi isu yang krusial,” katanya.
Dia juga mengatakan, selain masalah perlindungan industri dalam negeri, keluarnya India dari perundingan RCEP juga karena dalam jangka panjang, India harus berhitung mengenai keuntungan bagi perekonomiannya setidaknya untuk 10 tahun mendatang.
Baca juga : Indonesia, RCEP, dan Kekhawatiran India
Rajendram sendiri menilai, keseriusan pemerintahan Modi harus diukur melalui sejumlah indikator. Di level politik, menurutnya, perlu ada keterlibatan yang lebih besar dengan mitra Asia Timur dan Tenggara, dan sumber daya diplomatik yang lebih besar di seluruh kawasan. India juga perlu lebih aktif dalam lembaga-lembaga multilateral yang relevan, seperti KTT Asia Timur, Forum Regional ASEAN (ARF), hingga APEC.
Sementara di bidang ekonomi, diharapkan keterlibatan perdagangan India dengan mitra Asia Timur dan Tenggara bisa terus berlanjut. Perlu diperhatikan, sejauh mana India bersedia mengurangi pembatasan terkait masalah domestiknya dapat menjadi indikasi yang lebih jelas dari komitmen India untuk memperkuat hubungan dengan Asia-Pasifik.
Calvin mengatakan, saat ini India sudah memperlihatkan keinginannya untuk tidak sekadar melihat, tetapi juga bertindak melalui kanal ekonomi digital. Selasa pekan lalu, Singapura dan India mengumumkan kerja sama seamless payment transfer yang memungkinkan warga India dan Singapura bertransaksi menggunakan gawai pintar mereka.

Sementara Ina mengatakan, Indonesia dan negara-negara penandatangan perjanjian RCEP tetap membuka pintu bagi kehadiran India, yang diyakini akan memperkuat hubungan dagang belasan negara dengan potensi pasar yang sangat besar itu.
”Di tengah dinamika situasi politik dunia, Menteri Luar Negeri Indonesia (Retno Marsudi) mengingatkan agar negara-negara terus membangung kepercayaan strategis dibanding defisit kepercayaan, engagement dibanding containment dan semangat kolaborasi dibanding konflik. Indonesia, sebagai ketua ASEAN, dan India perlu terus berkolaborasi, menjalin hubungan yang lebih baik antarsesama negara-negara di kawasan Indo-Pasifik,” kata Ina.