Jepang Ingin Arusutamakan Pandangan Indo-Pasifik ASEAN
Jepang ingin mendukung ASEAN mewujudkan Indo-Pasifik yang stabil. Akan tetapi, ASEAN harus membereskan masalah internal dulu.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR
Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi menyampaikan sambutan secara daring dalam rangka acara pembukaan rangkaian perayaan 50 tahun hubungan Jepang dengan ASEAN. Acara dilaksanakan di Jakarta, Senin (13/2/2023).
JAKARTA, KOMPAS – Hubungan antara Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN dengan Jepang pada Desember 2023 memasuki 50 tahun. Menyambut ulang tahun emas tersebut, Jepang berkomitmen untuk membantu ASEAN mengarusutamakan Pandangan ASEAN atas Indo-Pasifik atau AOIP. Saat ini tengah digodok berbagai rancangan proyek strategis ASEAN-Jepang untuk diumumkan pada akhir tahun.
Memicu rangkaian acara menuju peringatan 50 tahun ASEAN-Jepang, Misi Jepang untuk ASEAN mengadakan seminar pada hari Senin (13/2/2023). Acara dihadiri pula oleh Sekretaris Jenderal ASEAN Kou Kim Hourn dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kenji Kanasugi. Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi menyampaikan sambutan secara daring.
“Selama 50 tahun, di tengah berbagai tekanan dan dinamika global, hubungan ASEAN-Jepang selalu stabil dan produktif. Sekarang, geopolitik semakin terasa pengaruhnya di mana pun kita berada di dunia. Harus ada komitmen berlandaskan hukum internasional sebagai acuan tindakan dan Jepang akan membantu sepenuhnya penerapan AIOP,” tuturnya.
Jepang merupakan mitra dagang nomor tiga terbesar di ASEAN. Dari segi investasi, Jepang adalah penanam modal nomor empat terbesar. Negara ini adalah mitra wicara pertama ASEAN yang membuka kantor perwakilan tetap yang dipimpin oleh seorang duta besar khusus untuk misi di ASEAN.
Lebih lanjut, Duta Besar Jepang untuk ASEAN Masahiko Kiya menjelaskan bahwa komitmen Jepang itu berlandaskan tiga pilar, yaitu Indo-Pasifik yang bebas, terbuka, adil, dan mengacu aturan internasional. Pilar kedua ialah kesejahteraan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Pilar ketiga ialah membangun kesepahaman dan kepercayaan antara ASEAN dengan Jepang.
“Khusus untuk proyek-proyek nyata, Jepang berdiskusi dengan setiap anggota ASEAN mengenai proyek yang dianggap strategis, dibutuhkan, dan berkelanjutan,” kata Kiya.
Direktur Jenderal Urusan Asia Tenggara dan Asia Barat Kemenlu Jepang, Yutaka Arima mengatakan, Jepang memang menjalin hubungan pakta pertahanan dengan Amerika Serikat. Akan tetapi, Jepang melakukannya murni untuk memperkuat pertahanan negara. Terkait dengan isu kawasan, Jepang selalu mendengar pendapat dari ASEAN. Pada intinya, semua pihak berusaha untuk menghindari konflik.
Dalam sambutan secara daring, Menlu RI Retno LP Marsudi mengatakan, ASEAN mitra wicara harus menentukan sikap untuk 50 tahun ke depan. ”Apakah akan mengedepankan perdamaian, kestabilan, dan inklusifitas, atau mengikuti arus geopolitik,” kata Retno.
Proaktif
Menlu Indonesia 2009-2014 Marty Natalegawa menekankan pentingnya AOIP mengakui berbagai permasalahan yang terjadi di kawasan. Sejatinya, perkara-perkara yang ada ini bukan hal baru dan telah diperkirakan sejak dulu, antara lain ialah persaingan politik AS-China, persaingan India-China, sengketa Laut China Selatan, dan Sengketa Laut China Timur.
Perbedaannya, lanjut Marty, ialah tindakan ASEAN dalam menyikapinya. Sejak lembaga ini berdiri, sejarah membuktikan bahwa ASEAN selalu aktif dan proaktif mencari solusi jangka panjang. “Akan tetapi, selama beberapa tahun belakangan, keaktifan ini kurang terasa, baik di kawasan Asia Tenggara maupun secara global,” ujarnya.
Ia menjelaskan, sikap ASEAN akhir-akhir ini seolah menolak terlibat atau lepas tangan dari berbagai persaingan geopolitik. Padahal, semestinya, ASEAN mengkaji seluruh hubungan kemitraannya berdasarkan perkembangan geopolitik dunia guna memastikan kestabilan dan perdamaian terjaga. Ini yang membuat ASEAN relevan bagi masyarakatnya maupun publik global.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR
Duta Besar Jepang untuk ASEAN Masahiko Kiya di Jakarta, Senin (13/2/2023) seusai acara pembukaan rangkaian perayaan 50 tahun hubungan ASEAN dengan Jepang.
“Masalah geopolitik selalu mempengaruhi ekonomi, ketahanan pangan, energi, dan hubungan bilateral. Apa aspek pengarusutamaan AOIP ini yang akan membawa perbedaan dan solusi jangka panjang bagi kawasan? Membangun kepercayaan antarbangsa dan antara ASEAN dengan mitra wicara harus digalakkan,” kata Marty.
Ia mengingatkan berbagai kebijakan ASEAN yang manfaatnya baru dituai sekarang. Salah satunya ialah Kemitraan Ekonomi Regional Komprehensif (RCEP) yang dicanangkan pada tahun 2011. Berbagai hasil dari perjanjian perdagangan bebas itu mulai dirasakan selama beberapa tahun terakhir.
“Situasi geopolitik tidak membaik, apalagi Menlu AS Antony Blinken batal ke China gara-gara insiden balon mata-mata. Padahal, kunjungan itu adalah hasil yang sangat positif dari bilateral AS-China di Konferensi Tingkat Tinggi G20 November lalu,” kata Marty.
Menurut dia, berbagai forum multilateral ASEAN harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Wujudnya bukan lagi berupa diskusi rutin, melainkan diskusi berkedalaman yang menghujam ke setiap persoalan. Dari situ, hasil forum tidak hanya pernyataan, tetapi juga rencana aksi jangka pendek hingga panjang.
Peneliti senior Institus Kajian Keamanan dan Internasional (ISIS) Thailand, Thitinan Pongsudirak mengatakan, kekuatan ASEAN ialah menjadi penengah, jembatan, dan penyangga bagi negara-negara adidaya. Ini adalah wujud dari sentralitas ASEAN dan ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan kawasan.
“Syarat dipercaya sebagai tiga aspek tersebut ialah selesaikan dulu krisis internal ASEAN, yaitu Myanmar. Jika tidak bisa ditangani, reputasi ASEAN di mata dunia kehilangan gengsi,” ucapnya.
Terkait isu Myanmar, Ketua Dewan Pakar 50 Tahun ASEAN-Jepang, yaitu Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Kanagawa Mie Oba mengatakan bahwa Jepang telah menyarankan agar ASEAN menunjuk utusan khusus jangka panjang. Kajian politik luar negeri Jepang mengatakan, persoalan Myanmar bukan hal yang bisa diselesaikan dalam waktu dekat, sehingga keseriusan ASEAN menanganinya ialah dengan membuat tim khusus untuk mendampingi terus perkembangan situasinya.