Pesta Ambani di Negeri Ratusan Juta Orang Melarat
Ada 142 orang India berharta total 719 miliar dollar AS. Di India juga ada 228 juta orang melarat.
Mukesh Ambani menghabiskan 150,7 juta dollar AS untuk pesta pertunangan anaknya, Anant Ambani. Pesta itu digelar di India, negara dengan 228,9 juta orang miskin. Jumlah orang melarat di India hampir sama dengan total penduduk Indonesia.
Pesta pada 1-3 Maret 2024 di Jamnagar, Gujarat, itu salah satu cara Mukesh Ambani menunjukkan kekayaannya. Sehari-hari, pertunjukan kekayaan orang terkaya Asia itu, antara lain, dilakukan lewat Antilia. Dibangun pada 2006 dengan 27 lantai, tempat tinggal resmi Muskesh Ambani itu bernilai 4,6 miliar dollar AS pada 2023.
Baca juga: Mukesh Ambani, Orang Terkaya di Asia, dan Cerita Pesta-pesta Ekstravaganzanya
Pada Senin (4/3/3024), Moody’s Investor Service menaksir pertumbuhan ekonomi India mencapai 6,8 persen pada 2024. India, menurut lembaga pemeringkat itu, akan menjadi anggota G20 dengan pertumbuhan ekonomi tercepat.
Sementara dalam laporan pada 1 Maret 2024, Institut Brookings menyebut kemiskinan ekstrem di India berkurang. Hanya ada 2,5 persen di desa dan 1 persen di kota. Lembaga kajian di Amerika Serikat itu menyebut, penurunan, antara lain, dipicu pembangunan berbagai sarana umum yang menunjang kehidupan masyarakat. Sarana ini, antara lain, adalah aliran air bersih, kamar mandi umum, hingga klinik untuk warga miskin.
Namun, patut diingat dengan jumlah penduduk sebesar 1,4 miliar jiwa, angka kemiskinan 3,5 persen ini banyak di dalam jumlah riil. Jumlah penduduk miskin di India terbanyak secara global, yaitu 228,9 juta jiwa. Penyebabnya beragam dan berkelindan sehingga harus ditanggulangi secara masif.
Di tengah kemelaratan itu, ada 142 orang India yang setiap orangnya berharta paling sedikit Rp 15,7 triliun. Menurut Forbes pada 2023, total aset 142 orang itu 719 miliar dollar AS. Sementara produk domestik bruto (PDB) India 2023 bernilai 2,8 triliun dollar AS.
Baca juga: Mengapa Eropa hingga India Dilanda Gelombang Unjuk Rasa Petani?
Dengan kata lain, kekayaan 142 warga terkaya India setara dengan 25 persen PDB negara itu. Aset para warga terkaya itu setara kekayaan 555 juta warga India. Tidak hanya besar, kekayaan para konglomerat itu juga melonjak tajam sepanjang abad ke-21. Pada tahun 2000, aset orang terkaya India hanya setara 2 persen PDB negara itu.
Menurut Direktur Knight Frank India, Shishir Baijal, konglomerat India mengumpulkan kekayaan dari pasar modal dan ekonomi digital. ”Usia orang-orang ultrakaya ini menjadi semakin muda karena digitalisasi dan perusahaan rintisan mendobrak perekonomian nasional dan global,” kata pemimpin salah satu lembaga konsultansi tersebut.
Data Kementerian Keuangan India pada 2023 menunjukkan, jumlah pembayar pajak kelompok teratas naik 15 persen. Sebaliknya, pembayar pajak kelas menengah turun 17 persen. Data itu menunjukkan, ada kenaikan status ekonomi di kalangan menengah India.
Di sisi lain, kemiskinan tetap menjadi momok. Pendapatan 84 persen warga India menurun pada 2021. Bahkan, pada 2017-2022, jumlah tenaga kerja aktif berkurang dari 46 persen menjadi 40 persen. Di kalangan perempuan, jumlahnya lebih memprihatinkan. Hanya 9 persen dari perempuan usia kerja yang tercatat mencari nafkah secara formal.
Baca juga: Pelajaran Subsidi Pangan dari India dan Brasil
Menurut penemuan Pusat Kajian Ekonomi India (CMIE), 900 juta penduduk usia kerja di sana tidak mau mencari nafkah. Alasannya karena tidak ada lowongan pekerjaan yang tersedia sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keterampilan mereka.
BBC pada April 2022 meliput kisah seorang sarjana hukum yang terpaksa menjadi sopir bajaj. Sebab, ia tidak bisa menemukan pekerjaan yang sesuai ijazahnya. Jangankan bekerja di bidang hukum, mencari pekerjaan formal bagi seorang sarjana begitu sulit.
”Secara umum, kita benar-benar belum memiliki program pemberdayaan masyarakat yang masif dan menyasar untuk mencari solusi persoalan sosial. Hal ini membuat pemerataan kesejahteraan sukar tercapai,” kata pakar pembangunan Sachi Satapahty kepada Asia Times, 11 April 2023.
Berbagai program pemberdayaan sosial lebih pada ”pemadam kebakaran”. Program-program itu bukan mengembangkan iklim pembangunan sumber daya manusia.
Baca juga: Pemerkosaan Turis Spanyol Membuktikan India Tak Aman bagi Perempuan
Ia mencontohkan masih rentannya posisi perempuan India akibat kemiskinan. Dana Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kegiatan Kependudukan (UNFPA) mencatat, satu dari tiga anak perempuan di India terancam dinikahkan dini. Pernikahan anak menjadi jalan keluar bagi warga miskin untuk mengurangi jumlah beban ekonomi di keluarga. Anak perempuan tidak lagi menjadi tanggungan orangtua, tetapi beban bagi suami dan mertua.
Filantropi
Dua firma keuangan, Dasra serta Bain and Company, masing-masing menerbitkan laporan yang mengungkapkan bahwa peningkatan kekayaan ini tidak disertai dengan sifat berderma. Rata-rata, para miliarder ini hanya menyumbangkan 0,08 persen dari total kekayaan mereka.
Dari kalangan elite ini, miliarder generasi pertama merupakan kelompok yang paling murah hati. Umumnya, mereka menyumbangkan 0,19 persen dari kekayaan mereka. Perempuan miliarder menyumbang 0,14 persen hartanya dan para profesional sebanyak 0,13 persen.
”Filantropi sayangnya belum membudaya di India. Para kaum kaya senang sekali menyumbang untuk kuil ataupun situs-situs keagamaan lain. Akan tetapi, sumbangan untuk pemberdayaan masyarakat masih minim,” kata Neera Nundy dari Dasra kepada Forbes India edisi 29 Februari 2024.
Baca juga: Filantropi Keagamaan untuk Tujuan Berkelanjutan
Mayoritas sumbangan untuk pembangunan masyarakat dilakukan melalui dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Aturan Pemerintah India adalah perusahaan harus mengalokasikan 2 persen pendapatannya untuk CSR. Kenyataannya, baru 60 perusahaan yang menerapkannya.
Sementara itu, Radhika Sridharan dari Bain and Company menjelaskan bahwa pola menyumbang juga berbeda di kalangan para miliarder. Perempuan miliarder cenderung fokus pada program-program pendidikan dan pemberdayaan perempuan miskin. Adapun miliarder dari kalangan generasi milenial ataupun generasi Z yang baru naik kelas ekonomi lebih memperhatikan isu-isu terkait iklim.