Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Potensi filantropi Islam di Indonesia tentu sangat besar. Menurut pakar filantropi Islam dari UIN Syarif Hidayatullah, Amelia Fauzia, filantropi Islam di Indonesia dalam bentuk zakat, sedekah, dan donasi pada tahun 2018 tersalurkan sekitar Rp 30 triliun.
Disampaikan Waryono, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI, potensi zakat di Indonesia sangat besar, mencapai Rp 327 triliun per tahun. Potensi zakat itu masih sangat mungkin ditingkatkan. Apalagi, saat ini, sudah ada 512 badan amil zakat (BAZ), 49.132 unit pengumpul zakat (UPZ), 145 lembaga zakat, dan 10.124 amil.
Dalam sejarah, filantropi keagamaan memang memiliki peran besar dalam pengembangan sumber daya manusia dan kesejahteraan. Wakaf produktif di Universitas Al-Azhar Mesir mampu mencetak ribuan ulama dan cendekiawan Muslim di berbagai penjuru dunia.
Dalam sejarah, filantropi keagamaan memang memiliki peran besar dalam pengembangan sumber daya manusia dan kesejahteraan.
Tidak hanya di negara Muslim. Sebagai contoh, perguruan tinggi pertama dan ternama di Amerika Serikat, Harvard University, berdiri dan berkembang dari endowment fund (wakaf) seorang John Harvard.
Dalam konteks Indonesia, Muhammadiyah dan Buddha Tzu Chi merupakan contoh filantropi berbasis keagamaan yang besar dan inovatif. Muhammadiyah sejak awal berdirinya dibangun atas semangat ”memberi” (al-maun).
KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, memberikan teladan dan pesan yang populer di kalangan anggota persyarikatan, ”hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.
Sementara Buddha Tzu Chi, dari namanya sudah jelas, tzu berarti ’cinta kasih’ dan chi berarti ’memberi bantuan’. Secara harfiah, tzu chi berarti ’memberi dengan cinta kasih’.
Filantropi keagamaan ada pada semua agama. Setiap agama memiliki istilah sendiri untuk menyebut dimensi sosial dari ajaran agama tersebut. Dalam tradisi Katolik dikenal istilah kolekte, stipendium, dan iura stolae. Dalam tradisi Kristen dikenal persepuluhan dan persembahan.
Dalam komunitas Hindu disebut dana punia, sedangkan Buddha memiliki amisa dana, paricaya dana, abhaya dana, dan dhamma dana. Khonghucu dan penghayat kepercayaan juga memiliki istilah sendiri terkait filantropi keagamaan/kepercayaan. Adapun dalam tradisi Islam dikenal istilah zakat, infak, sedekah, hibah, dan wakaf.
Filantropi keagamaan juga menghadapi tantangan penyalahgunaan. Penyalahgunaan filantropi keagamaan seperti dilakukan Filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT), Baitul Maal Abdurrahman bin Auf (BM ABA), dan Syam Organizer yang diduga digunakan untuk menyokong organisasi teroris (Novi Dwi Nugroho, 2023).
Penyalahgunaan filantropi keagamaan juga bisa dalam bentuk filantropi sektarian (eksklusif), kepentingan politik, ataupun conman (penipuan dana keagamaan).
Inklusif dan berkelanjutan
Lembaga filantropi mewujud dalam beberapa tipologi: organisasi independen, crowdfunding, corporate foundation, corporate philanthropy, family and religious organization. Dari beberapa tipologi tersebut, tren penyaluran dana pada tahun 2018-2020 menunjukkan yayasan agama (filantropi berbasis agama) menempati posisi paling banyak memperoleh sumbangan (Amelia Fauzia, 2023). Filantropi berbasis yayasan atau ormas keagamaan tampaknya memperoleh kepercayaan lebih tinggi dibandingkan dengan tipologi yang lain.
Problem pengelolaan
Secara faktual masih terdapat problem pengelolaan filantropi keagamaan, antara lain praktik tradisional pengumpulan dana dengan menggelar sajadah di masjid, praktik penggalangan dana di pinggir jalan. Problem lain, akuntabilitas dan transparansi masih lemah.
Terdapat pula tumpang tindih aturan perundangan (UU Pengelolaan Zakat, UU Wakaf, UU Ormas, UU Yayasan). Sumber daya manusia yang masih lemah dalam hal ini juga menjadi persoalan. Selain itu, masih terdapat eksklusivitas yang berpotensi ke arah konflik.
Akan tetapi, di lapangan juga ditemukan praktik baik filantropi inklusif berbasis agama, seperti penyemprotan desinfektan di gereja oleh LazizMU Ngawi dan pembangunan Masjid Baitussalam oleh Buddha Tzu Chi. Adakalanya masyarakat non-Muslim memberi santapan buka puasa untuk warga Muslim. Contoh lain, Dato Sri Tahir menyumbangkan Rp 20 miliar untuk Palestina, dan lain-lain (Amelia Fauzia, 2023).
Terdapat potensi besar filantropi berbasis agama untuk menjadi katalisator dalam kedermawanan yang inklusif.
Lebih jauh terkait filantropi Islam, idealnya juga tidak hanya bersifat jangka pendek, tetapi memiliki program yang bersifat jangka panjang.
Lebih jauh terkait filantropi Islam, idealnya juga tidak hanya bersifat jangka pendek, tetapi memiliki program yang bersifat jangka panjang. Zakat idealnya bisa mengubah mustahik (penerima) menjadi muzaki (pemberi) melalui program pemberdayaan dan lain-lain.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui riset aksi juga bisa mendukung pengumpulan dan pendistribusian dana keagamaan yang lebih transparan, akuntabel, dan menyokong Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Awalnya, filantropi Islam memang lebih kepada semangat dakwah Islamiyah, Islamisasi, dan semangat ”ibadah”. Namun, belakangan, filantropi Islam juga telah menjangkau semua, untuk kemanusiaan.
Filantropi Islam diarahkan untuk pendidikan, kesehatan, pelestarian lingkungan, untuk korban kekerasan, dan bentuk keadilan sosial lainnya. Filantropi Islam dapat menjadi penguat masyarakat sipil, demokrasi, dan kebangsaan. Filantropi Islam kini juga menjadi penguat moderasi beragama.
Salah satu strategi penguatan filantropi keagamaan untuk SDGs antara lain dapat dilakukan dengan pemerintah lebih fokus pada fungsi regulasi, koordinasi, dan pengawasan.
Pemerintah dapat fokus sebagai regulator, bukan terlibat langsung menjadi operator. Selama ini, Badan Amil Zakat adalah operator sekaligus berperan sebagai regulator.
Temuan praktik baik filantropi di berbagai belahan dunia menyebutkan, ketika peran dan campur tangan negara minimal, filantropi menjadi lebih berperan.
Baca juga : Orang Indonesia Tetap Paling Dermawan Sedunia Pascakasus ACT
Aji SofanudinKepala Pusat Riset Agama dan Kepercayaan Badan Riset dan Inovasi Nasional