Amendemen dan Nafsu Memperpanjang Kuasa di Filipina
Para presiden Filipina bolak-balik berusaha mengamendemen konstitusi agar bisa memperpanjang masa berkuasa.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
Perseteruan antara Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr dan pendahulunya, Presiden Filipina 2016-2022 Rodrigo Duterte, memang akibat pecahnya koalisi kubu keduanya. Dunia internasional mungkin tertawa ketika mendengar niat Duterte hendak menjadikan kampung halamannya, Pulau Mindanao, sebagai republik merdeka saking tidak inginnya dia berada di negara yang diperintah oleh Marcos. Akan tetapi, ada persoalan yang lebih mendasar dari perseteruan keduanya.
Duterte menuduh Marcos hendak mengamendemen Konstitusi Filipina. Tudingan ini dibantah dan ditertawakan oleh Marcos.
Meskipun begitu, tuduhan ini dalam arti lain memiliki landasan. Pasalnya, sejarah Filipina membuktikan bahwa beberapa kali Konstitusi 1987 yang dibuat setelah gerakan Kekuatan Rakyat (People’s Power) hendak diamendemen oleh presiden.
Konstitusi 1987 menjadi landasan pemerintahan Filipina yang berharap memasuki era demokrasi seusai lengsernya diktator Ferdinand Marcos Sr, ayah dari Marcos Jr. Rupanya, undang-undang itu dianggap tetap tidak sempurna oleh para politisi sehingga ada upaya mengubahnya. Fenomena ini di Filipina dikenal dengan istilah cha-cha, kependekan dari charter change atau perubahan undang-undang.
Majalah Rappler edisi 17 Januari 2018 mendokumentasikan berbagai upaya cha-cha. Upaya pertama kali dilakukan pada tahun 1997 oleh Presiden Fidel Ramos (memerintah 1992-1998). Ia menggunakan organisasi bernama Inisiatif Rakyat untuk Reformasi, Modernisasi, dan Aksi (PIRMA) sebagai penggugat Pasal 7 Ayat (4) yang menyatakan bahwa presiden tidak boleh mencalonkan diri kembali setelah menyelesaikan masa jabatan selama enam tahun.
Niat amendemen itu tidak tercapai karena mahkamah konstitusi menilai bahwa permintaan PIRMA tersebut lebih pada revisi ayat yang spesifik. Permintaan ini terlalu rendah atau tidak signifikan untuk tuntutan amendemen. Menurut hukum Filipina, permintaan dari rakyat terhadap perubahan konstitusi hanya bisa berupa amendemen, bukan revisi. Walhasil, gugatan PIRMA ini gugur dengan sendirinya.
Pada tahun 1999, Presiden Joseph Estrada (memerintah 1998-2001) juga berniat melakukan cha-cha. Ia juga membentuk organisasi sebagai penggugat. Mereka menginginkan agar segala kepemilikan pihak asing atas lahan, fasilitas umum, sekolah, media massa, pertambangan, dan biro iklan dilarang. Niat cha-cha ini dikritik oleh publik sebagai antidemokrasi dan upaya memberangus kebebasan berekspresi.
Penerus Estrada, Presiden Gloria Macapagal Arroyo (memerintah 2001-2010), juga berusaha melakukan cha-cha pada tahun 2003. Setelah ditolak, ia mengajukan kembali pada tahun berikutnya.
Cha-cha versi Arroyo menginginkan liberalisasi dan federalisasi ekonomi. Ia juga menginginkan agar pasal mengenai presiden boleh mencalonkan diri lagi untuk pemilihan umum berikutnya dimasukkan. Sama seperti Ramos dan Estrada, Arroyo menggunakan organisasi masyarakat untuk menggugat ke negara dan meminta parlemen melakukan amendemen, tetapi niat ini kalah suara di DPR.
Sama seperti Ramos dan Estrada, Arroyo menggunakan organisasi masyarakat untuk menggugat ke negara dan meminta parlemen melakukan amendemen.
Menurut pakar politik Universitas Wisconsin-Madison, AS, Paul Hutchroft, dalam Journal of Democracy edisi Januari 2008, pemerintahan Arroyo mendapatkan dukungan terendah masyarakat dibandingkan dengan Ramos dan Estrada. Korupsi merajalela dan lembaga antikorupsi Filipina dinilai tidak mumpuni oleh rakyat. Keinginan Arroyo melakukan cha-cha dibalas dengan permintaan sejumlah senator agar ada moratorium cha-cha sampai masa jabatan Arroyo selesai pada 2010.
Duterte pada 2018 juga mengajukan niatnya melakukan cha-cha. Serupa dengan Arroyo, ia menginginkan federalisme sumber daya alam dan berbagai aset strategis. Kini, Marcos akhirnya secara terbuka mengakui bahwa ia memang ingin melakukan cha-cha juga. Hal itu ia sampaikan dalam peringatan Hari Konstitusi di Makati City, Jumat (9/2/2024).
”Saya ingin berbicara dengan jelas. Amendemen ini murni hanya di sektor ekonomi, tidak di aspek-aspek lain. Kita harus meningkatkan perekonomian negara,” ujar Marcos, dikutip oleh GMA News.
Menurut Marcos, ia justru menginginkan kedatangan lebih banyak penanam modal asing. Filipina berambisi menjadi negara berpendapatan menengah per tahun 2025. Konstitusi 1987, lanjutnya, terlalu ketat mengatur jumlah kepemilikan modal asing sehingga Filipina tidak bisa tumbuh secara optimal.
”Setiap kali ada presiden mengutarakan niat cha-cha, tujuannya cuma dua, yaitu memperpanjang masa jabatan dan memastikan ia beserta orang-orang terdekatnya memperoleh bagian maksimum dalam keuntungan investasi ataupun ekonomi,” kata dosen Ilmu Politik Universitas Ateneo de Manila, Hansley Juliano, saat dihubungi Kompas dari Jakarta, Senin (5/2/2024).
Ia menjelaskan, keriuhan cha-cha ini umumnya redup setiap kali ada peristiwa besar yang mengguncang Filipina, misalnya permasalahan ekonomi ataupun kejadian luar biasa lainnya. Khusus cha-cha versi Marcos, Juliano melihat medan sekarang sukar karena Marcos kurang mendapat dukungan dari komunitas intelektual, akademisi, dan organisasi masyarakat yang signifikan untuk menggerakkan inisiatif tersebut.
”Kekhawatiran masyarakat sipil mengenai niat cha-cha kali ini ialah semacam imbalan Marcos terhadap anggota koalisinya. Ini juga bisa menjadi pion tawar-menawar bagi pihak asing, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara, untuk menghadang China. Institusi demokratis menjadi terancam sehingga kemungkinan cha-cha ini tidak akan berlangsung,” papar Juliano.
Terkait niat Duterte memerdekakan Mindanao, Juliano menerangkan bahwa ini lagu lama. Duterte dan koalisinya memang tidak betah berada di bawah pemerintahan Marcos. Mereka ingin menjadikan Davao sebagai kota megapolitan yang bisa menyaingi Manila.
Akan tetapi, persoalan di Mindanao lebih kompleks karena Bangsamoro yang dulu memberontak melawan pusat telah menyatakan komitmen pada perjanjian damai dengan Manila guna membangun Mindanao.