Pangeran MBS: Normalisasi Arab Saudi-Israel Semakin Dekat
Normalisasi bisa terjadi karena AS menjanjikan paket bantuan militer kepada Arab Saudi, termasuk izin membeli pesawat F-35.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Normalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel tampak semakin nyata. Perkiraannya, berbagai perjanjian kerja sama kedua negara bisa terwujud secepatnya pada pertengahan tahun 2024. Pada saat yang sama, hal ini membuat Iran khawatir. Padahal, Arab Saudi dan Iran sudah membangun kembali hubungan diplomatik pada pertengahan tahun ini.
Perkembangan normalisasi hubungan Riyadh-Tel Aviv ini disampaikan Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) ketika diwawancara untuk segmen Special Report with Bret Baier yang disiarkan stasiun televisi Fox News pada Rabu (20/9/2023) malam waktu Amerika Serikat atau Kamis (21/9/2023) siang waktu Indonesia.
MBS sedang berada di New York untuk mengikuti Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. ”Setiap hari, kami (Arab Saudi) semakin dekat untuk normalisasi dengan Israel,” kata MBS.
Normalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel ini dimediasi oleh AS. MBS menyangkal bahwa dia sempat menghentikan negosiasi.
Kita harus mengupayakan datangnya masa ketika beban hidup rakyat Palestina terangkat dan Israel bisa menjadi pemain yang signifikan di Timur Tengah.
Sebelum Arab Saudi menjajaki normalisasi hubungan dengan Israel, sejumlah negara di Timur Tengah telah melakukannya. Beberapa dasawarsa lalu, Jordania dan Mesir yang memulai. Pada 2020, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko menormalisasai hubungan dengan Israel. Jika terwujud pada 2024, Arab Saudi menjadi negara keenam di Timur Tengah yang melakukannya.
Walaupun berhubungan dengan Israel, MBS menekankan Arab Saudi tetap mengedepankan isu Palestina. ”Kita harus mengupayakan datangnya masa ketika beban hidup rakyat Palestina terangkat dan Israel bisa menjadi pemain yang signifikan di Timur Tengah,” ujarnya.
Normalisasi ini bisa terjadi karena AS menjanjikan paket bantuan militer kepada Arab Saudi. Di dalamnya mencakup izin membeli pesawat tempur siluman F-35 dan dana untuk Riyadh mengembangkan program pengayaan nuklir sipil.
Terkait nuklir, MBS kemudian ditanya mengenai hubungan Arab Saudi dengan Iran. Kedua negara yang selama ini bermusuhan berhasil menjajaki kembali hubungan diplomasi setelah dimediasi oleh China pada Maret 2023. MBS menyatakan, Arab Saudi tidak menyetujui apabila program pengayaan nuklir Iran digunakan untuk mengembangkan senjata.
”Kalau mereka (Iran) memiliki senjata nuklir, kami juga harus punya,” kata MBS. Pernyataan ini oleh para pengamat hubungan internasional disebut mengkhawatirkan karena akan berisiko mengakibatkan perlombaan senjata di Timur Tengah.
Israel menyambut baik normalisasi ini. Menurut Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen, ada banyak perbedaan pendapat antara Arab Saudi dan Israel, tetapi ini bisa dijembatani. Perkiraannya, pertengahan tahun 2024, hubungan kedua negara bisa kembali normal.
Perkembangan hubungan Riyadh-Tel Aviv ini ditanggapi secara optimistis oleh Presiden AS Joe Biden. Ia bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di sela-sela agenda Sidang Majelis Umum PBB. Menurut Biden, 10 tahun lalu, tidak ada orang yang menduga normalisasi hubungan ini bisa terwujud. Netanyahu menanggapi, ini berkat inisiatif dan kepemimpinan AS.
Meskipun begitu, Biden mengatakan, AS tetap kritis terhadap Arab Saudi dan Israel. Kritik terhadap Riyadh mengenai pembunuhan terencana Jamal Kashoggi, kolumnis harian Washington Post yang sangat kritis terhadap Kerajaan Saudi. Kepada Israel, Biden juga mengkritik semakin tergerusnya demokrasi di negara itu melalui perubahan yudisial yang dilakukan Netanyahu.
Dalam wawancara dengan Fox News, MBS menyesalkan tragedi yang menimpa Kashoggi. Riyadh telah melakukan reformasi hukum agar kesalahan seperti itu bisa terhindar. MBS juga berkata bahwa orang-orang yang terlibat pembunuhan Kashoggi sudah dipenjara.
Arab Saudi mengubah citra negara dengan berusaha keluar dari kesan konservatif. MBS mencanangkan program bernama Visi Saudi 2030. Cita-citanya agar Arab Saudi bisa melepaskan diri dari perekonomian yang bergantung pada minyak. Alternatifnya ialah mengembangkan industri pariwisata, pendidikan, dan teknologi.
Ia juga menghentikan pelarangan bagi kaum perempuan di Arab Saudi untuk bepergian sendiri. Perempuan sekarang boleh menyetir mobil dan bepergian ke luar negeri secara mandiri. Dari segi pariwisata, Arab Saudi pun kerap mengadakan konser musik, termasuk musik-musik dansa yang sebelumnya tidak diidentikkan dengan selera masyarakat negara tersebut.
Dari sisi diplomasi, di bawah MBS, Arab Saudi lebih aktif di kawasan Timur Tengah. Riyadh-lah yang mengupayakan agar Suriah kembali ke Liga Arab setelah dikucilkan sejak November 2011 karena gagal menghentikan pertumpahan darah di tanah airnya.
Di Yaman, Arab Saudi terlibat di dalam perang saudara karena mendukung Pemerintah Yaman dan menyuplai senjata. Akan tetapi, Riyadh mulai memainkan peran sebagai mediator. Pekan ini, mereka menjadi tuan rumah untuk pertemuan antara Pemerintah Yaman dan kelompok Houthi yang didukung Iran. Ini juga bagian dari dibangunnya kembali hubungan diplomasi Riyadh-Teheran.
Namun, tanggapan berbeda dikemukakan Iran. Presiden Ebrahim Raisi yang juga menghadiri Sidang Majelis Umum PBB menuturkan, tidak sepantasnya negara-negara Arab melakukan normalisasi hubungan dengan Zionis Israel. Menurut dia, ini sama saja dengan menikam Palestina dari belakang. (AP/AFP/Reuters)