Arab Saudi Minta Lampu Hijau Palestina untuk Normalisasi Hubungan dengan Israel
Arab Saudi dilaporkan meminta lampu hijau dari Palestina untuk melanjutkan proses normalisasi hubungan dengan Israel. Menlu Israel menyebut, normalisasi Arab Saudi-Israel bisa terjadi dalam enam bulan ke depan.
RIYADH, RABU — Pemerintah Arab Saudi dilaporkan akan melanjutkan kembali pengiriman dana bantuan bagi Otoritas Palestina yang terhenti sejak tahun 2016. Sebagai imbalan dari pengucuran bantuan itu, Ramallah diharapkan mendukung upaya normalisasi hubungan Arab Saudi dan Israel.
Kabar itu dilaporkan pertama kali oleh media Amerika Serikat, The Wall Street Journal (WSJ), dan sejumlah media Israel, seperti Times of Israel, The Jerusalem Post, dan Haaretz, Selasa (29/8/2023).
Mengutip seorang pejabat Arab Saudi, WSJ melaporkan bahwa putra mahkota dan penguasa de facto Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), mengajukan usulan tersebut pertama kali saat bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas saat Abbas berkunjung ke Riyadh, April lalu.
Pejabat yang tidak mau disebutkan namanya itu mengatakan, normalisasi hubungan Arab Saudi-Israel bakal menjadi kebijakan yang sangat tidak populer bagi rakyat Arab Saudi karena kuatnya sentimen pro-Palestina di negara kaya minyak tersebut. Oleh karena itu, adanya persetujuan dari Ramallah soal kesepakatan normalisasi itu bisa mengurangi dampak negatif bagi Kerajaan Arab Saudi di dalam negeri dan di kalangan dunia Muslim secara keseluruhan.
Baca juga : Isu Normalisasi Arab Saudi-Israel ala Biden, Siapa Mendapat Apa?
Pada saat yang sama, legitimasi Otoritas Palestina di mata rakyat Palestina juga berada di titik terendah. Selain terkait penolakan Abbas melaksanakan pemilu dengan berbagai alasan selama lebih dari satu dekade, muncul juga dugaan masalah penyelewengan penggunaan keuangan. Kondisi kehidupan warga Palestina juga terus merosot.
Di samping itu, kerja-kerja diplomatik Abbas dan para pembantunya tak kunjung memperlihatkan hasil serta kemajuan. Faktor-faktor tersebut menyebabkan kredibilitas Abbas dan Otoritas Palestina semakin rendah.
Oleh karena itu, menurut pejabat tersebut, Riyadh memerlukan lebih dari sekadar lampu hijau dari Ramallah untuk bisa membujuk para pendukung Palestina, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Janji MBS
Sejumlah pejabat Pemerintah Arab Saudi dan mantan pejabat Palestina yang diberi tahu mengenai perundingan antara Abbas dan MBS mengungkapkan, MBS akan membuka lagi keran bantuan pendanaan bagi Otoritas Palestina jika Abbas mampu mengendalikan kelompok-kelompok garis keras Palestina yang beroperasi di wilayah Tepi Barat dan memulihkan kendali atas wilayah Palestina di luar Garis Hijau (Green Line).
MBS akan membuka lagi keran bantuan pendanaan bagi Otoritas Palestina jika Abbas mampu mengendalikan kelompok-kelompok garis keras Palestina di Tepi Barat.
Kepada Abbas, MBS dilaporkan juga menjanjikan bahwa meski ada normalisasi hubungan Riyadh-Tel Aviv, kesepakatan apa pun dengan Israel tidak akan merugikan upaya pembentukan negara Palestina merdeka dan berdaulat.
Para pengamat menilai bahwa Otoritas Palestina, yang didominasi oleh faksi Fattah, tak banyak memegang kendali di sebagian wilayah Tepi Barat, khususnya kota Jenin.
Meski begitu, sumber-sumber di Arab Saudi mengklarifikasi bahwa tawaran bantuan tersebut tidak secara langsung terkait dengan potensi kesepakatan normalisasi hubungan Arab Saudi-Israel. Walakin, Riyadh berharap hal itu akan memberi Ramallah lebih banyak insentif untuk mendukung pilihan kebijakan Arab Saudi, yaitu normalisasi hubungan dengan Israel.
Baca juga : Pemerintah Arab Saudi-Israel Makin Dekat pada Normalisasi, Warga Keberatan
Tidak hanya itu, sejumlah sumber tersebut juga menyatakan bahwa dukungan lampu hijau dari Abbas dan Palestina terhadap rencana Arab Saudi adalah untuk mencegah tudingan bahwa Arab Saudi hanya ingin mengegolkan kepentingan strategisnya sendiri dan mengorbankan rakyat Palestina untuk mendapatkan hak-haknya.
Beberapa pejabat Palestina menolak mengomentari laporan media AS dan Israel tersebut. Meski begitu, Otoritas Palestina dilaporkan telah mengutus sejumlah pejabat senior ke Arab Saudi untuk membahas hal tersebut.
Kantor berita Palestina, WAFA, juga melaporkan bahwa Duta Besar Arab Saudi untuk Palestina Naif bin Bandar al-Sudairi, Minggu (27/8/2023), telah bertemu dengan tiga pejabat tinggi Palestina, yaitu Sekretaris Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Hussein al-Sheikh, Kepala Badan Intelijen Palestina Mayor Jenderal Majed Faraj, dan Penasihat Presiden Palestina Urusan Diplomasi Majdi al-Khalidi.
Tidak ada laporan yang secara spesifik menyebut pembicaraan tentang normalisai hubungan Arab Saudi-Israel. WAFA hanya melaporkan bahwa hubungan Palestina-Arab Saudi sangat erat dan kedua pihak membahas kerja sama di antara mereka.
Sementara itu, di pihak Pemerintah Israel, menurut media Israel, Channel 13, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mulai memahami bahwa mereka juga harus menawarkan sesuatu yang signifikan dalam upaya normalisasi hubungan dengan Arab Saudi. Ia memandang normalisasi hubungan dengan Riyadh sebagai tujuan utama kebijakan luar negeri saat ini dan dapat menjadi legasi utamanya.
Namun, dengan komposisi kabinet pemerintahan saat ini yang diisi oleh anggota partai sayap kanan, hal itu dinilai masih sangat jauh. Pemerintahan Israel disebut banyak kalangan sebagai pemerintahan paling kanan sejak berdirinya Israel tahun 1948.
Baca juga : Arab Saudi-Israel Tukar Guling, Palestina Makin Terpinggirkan
Pernyataan terbaru dari salah satu politisi garis kanan, yakni Menteri Keuangan Benjamin Smootrich, menegaskan bahwa Israel tidak akan memberi konsesi apa pun kepada Palestina sebagai bagian dari kesepakatan normalisasi apa pun. Sebaliknya, Menteri Luar Negeri Eli Cohen kepada situs berita Arutz Sheva mengatakan, kesepakatan normalisasi mungkin terjadi dalam enam bulan ke depan.
Gestur positif
Di tengah kabar bahwa proses normalisasi hubungan Arab Saudi-Israel berlangsung, sebuah peristiwa yang terjadi pada Selasa (29/8/2023) membuat Netanyahu memperlihatkan gestur berbeda. Insiden itu melibatkan penerbangan Air Seychelles, maskapai milik negara kepulauan Seychelles, yang harus melakukan pendaratan darurat di Arab Saudi. Pesawat itu juga membawa warga Israel yang tengah dalam perjalanan pulang ke Tel Aviv karena gangguan kelistrikan.
”Saya sangat menghargai sikap hangat Pemerintah Arab Saudi terhadap penumpang Israel yang penerbangannya mengalami kesulitan. Saya sangat menghargai hubungan bertetangga yang baik,” kata Netanyahu dalam video yang direkam dalam bahasa Ibrani dengan teks bahasa Arab sambil menunjuk ke arah peta wilayah di belakangnya.
Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan, para penumpang bermalam di hotel bandara di Jeddah dan diterbangkan kembali oleh maskapai dengan pesawat alternatif.
Baca juga : Normalisasi Arab-Israel Pudarkan Inisiatif Damai Arab
Data pelacakan dari FlightRadar24.com menunjukkan, pesawat Airbus A320 Air Seychelles penerbangan HM22 dialihkan ke Jeddah pada Senin malam saat berada di atas Laut Merah. Air Seychelles A320 lainnya terbang ke Jeddah pada hari Selasa dari Dubai untuk menjemput para pelancong dan membawa mereka ke Tel Aviv.
Dalam wawancara dengan media Israel, para penumpang asal Israel menceritakan bahwa pengalaman mereka di Jeddah menyenangkan. Bahkan, beberapa warga Arab Saudi menyapa mereka dalam bahasa Ibrani.
”Sambutan yang kami dapatkan dari pihak Saudi sangat mengejutkan,” ujar Emmanuelle Arbel, salah seorang penumpang, kepada Radio 103FM, seperti dikutip Times of Israel.