Perusahaan AS Diam-diam Masih Berdagang dengan Rusia
Ribuan perusahaan dari sejumlah negara, termasuk AS, masih terus bertransaksi dagang dengan Rusia dalam berbagai sektor. Hal ini memperlihatkan upaya AS dan sekutunya untuk mengisolasi ekonomi Rusia tak berjalan efektif.
Oleh
LUKI AULIA
·6 menit baca
AP/ALEXANDER KAZAKOV
Presiden Rusia Vladimir Putin (depan, kanan) meluncurkan jalur teknologi untuk pencairan gas alam yang pertama sebagai bagian dari proyek gas alam cair (LNG2) Arktik di pusat konstruksi struktur lepas pantai bertonase besar (CSCMS) perusahaan Novatek-Murmansk di Desa Belokamenka, Murmansk, sekitar 1.700 kilometer utara Moskwa, Rusia, 20 Juli 2023.
Perusahaan multinasional minyak dan gas dari Amerika Serikat, Halliburton, masih bertransaksi dagang dengan Rusia. Padahal, Halliburton sudah mengumumkan mengakhiri aktivitasnya di Rusia, awal September 2022. Bukti transaksi Halliburton dengan Rusia itu terlihat dalam catatan Bea Cukai Federasi Rusia yang menunjukkan Halliburton masih mengekspor peralatan untuk eksplorasi minyak dan gas total senilai 7,1 juta dollar AS atau sekitar Rp 109 miliar hingga Desember 2022.
Bukan hanya perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas serta bukan hanya dari AS yang masih berdagang dengan Rusia. Perusahaan dari sejumlah negara dalam berbagai sektor, mulai dari produk konsumen, jasa transportasi, layanan medis, hingga semikonduktor, masih terus berhubungan dagang dengan Moskwa. Ribuan perusahaan itu masih berbisnis seperti biasa.
Bukti keberlanjutan transaksi Halliburton beserta anak-anak perusahaannya dengan Rusia itu dipublikasikan harian The Guardian, Minggu (17/9/2023).
Halliburton, salah satu penyedia produk dan layanan eksplorasi minyak dan gas terbesar di dunia, pada September 2022 menjual kantor operasional di Rusia kepada manajemen lokal. Langkah ini diambil karena semua perusahaan AS diminta segera menghentikan hubungan dagang mereka dengan Rusia setelah invasi Rusia ke Ukraina.
”Halliburton adalah perusahaan jasa ladang minyak besar pertama yang keluar dari Rusia dan sepenuhnya mematuhi sanksi. Sudah lebih dari setahun kami tidak beroperasi di sana,” sebut seorang juru bicara dari Halliburton.
Dia melanjutkan, Halliburton sudah menghentikan operasi di Rusia dan menyelesaikan penjualan bisnisnya di Rusia dalam waktu kurang dari enam bulan.
AP/ANDY WONG
Seorang pekerja memilah barang di luar perusahaan pelayaran untuk bisnis perdagangan Rusia dan Ukraina di pusat perdagangan yang juga dikenal sebagai Pasar Rusia di Beijing, China, 27 Februari 2022. China adalah satu-satunya teman yang mungkin membantu Rusia mengurangi dampak ekonomi dari sanksi atas invasi mereka ke Ukraina.
Meski mengaku sudah menjual kantor Rusia, ada anak perusahaan Halliburton yang masih mengekspor peralatan senilai 5,7 juta dollar AS atau sekitar Rp 87 miliar ke Rusia, enam minggu setelah penjualan kantor. Sebagian besar peralatan itu dikirim dari AS dan Singapura meski dalam catatan bea cukai tertulis peralatan itu berasal dari sejumlah negara, termasuk Inggris, Belgia, dan Perancis. Sebagian besar ekspor dari anak perusahaan Halliburton itu berakhir pada 6 Oktober 2023.
Akan tetapi, masih ada pengiriman ke Rusia dari perusahaan Halliburton MFG untuk elemen penyegel berharga 3.000 dollar AS atau sekitar Rp 46 juta pada 24 Oktober 2022. Peralatan itu dikirim dari Malaysia ke perusahaan Sakhalin Energy atau konsorsium yang mengembangkan proyek minyak dan gas Sakhalin-2 di Rusia timur. Salah satu investor dari proyek itu adalah Gazprom, BUMN migas milik Rusia. Shell, milik Belanda, sudah menarik investasinya dari konsorsium itu setelah invasi Rusia.
Melalui pihak ketiga
Pada Desember 2022, produk-produk Halliburton kembali masuk ke Rusia, tetapi dari dua perusahaan yang tidak terkait dengan Halliburton. Produk itu datang dari Turki dan pihak ketiga.
Dari semua produk Halliburton yang diimpor Rusia sejak September lalu, 98 persen dipasok ke bekas kantor Halliburton, yang kini kliennya Gazprom, Rosneft, TNK-BP, dan Lukoil. Masih menurut catatan bea cukai Rusia, ekspor peralatan Halliburton ke Rusia—mulai dari pompa, kunci pas untuk pengeboran sumur, hingga bahan tambahan semen—masih berlanjut sampai setidaknya akhir Juni 2023.
Temuan terbaru ini menggambarkan sulitnya perusahaan-perusahaan multinasional memutuskan hubungan dagang mereka dengan Rusia. Perusahaan-perusahaan itu mengendalikan distribusi produk mereka melalui pihak ketiga.
Ketua Komite Hubungan Luar Negeri di Senat AS Bob Menendez sudah berkirim surat kepada Halliburton, SLB (dahulu Schlumberger), dan Baker Hughes. Menendez menuding perusahaan-perusahaan itu mengutamakan keuntungan ketimbang menunjukkan solidaritas pada Ukraina.
AP/EFREM LUKATSKY
Seorang petani memanen gandum di Desa Zghurivka, Ukraina, 9 Agustus 2022. Pemerintahan Biden, September 2022, menjatuhkan sanksi terhadap puluhan pejabat Rusia dan Ukraina serta sejumlah perusahaan Rusia atas pelanggaran hak asasi manusia dan pencurian gandum Ukraina.
Baker Hughes menjual bisnis jasa ladang minyaknya di Rusia, sembilan bulan setelah invasi. Adapun SLB, yang dilaporkan memiliki 9.000 karyawan yang bekerja di Rusia, baru mengumumkan pada Juli lalu bahwa mereka akan berhenti mengekspor teknologi ke Rusia.
Rusia mengimpor lebih dari 5.500 barang senilai lebih dari 200 juta dollar AS atau sekitar Rp 3 triliun dari lima perusahaan AS teratas di sektor ini—dipimpin SLB, Baker Hughes, dan Halliburton—setelah invasi Februari 2022. Hal ini berdasarkan data bea cukai yang diperoleh B4Ukraine dan sudah dicek kantor berita Associated Press.
”Sangat mengejutkan, kita masih menemukan perusahaan AS masih saja memasok peralatan ke sektor minyak dan gas Rusia,” kata Eleanor Nichol, Direktur Eksekutif B4Ukraine, koalisi lebih dari 80 organisasi nirlaba yang menyerukan perusahaan multinasional meninggalkan pasar Rusia.
Kontrol distribusi
Halliburton, yang dipimpin mantan Wakil Presiden AS Dick Cheney itu, membukukan laba kotor untuk 12 bulan yang berakhir 30 Juni 2023 sebesar 4 miliar dollar AS atau sekitar Rp 61,4 triliun. Jumlah ini meningkat 63,19 persen tahun-ke-tahun.
Kepala eksekutif lembaga kajian StateWatch di Kyiv, Ukraina, Glib Kanevskyi, meminta negara-negara Barat kembali membujuk perusahaan-perusahaan besar mereka untuk lebih mengontrol distribusi produk yang berguna bagi perekonomian Rusia.
Perusahaan seperti Halliburton harus didorong untuk transparan tentang bagaimana mereka memastikan produk mereka tidak masuk ke pasar Rusia. ”Memberi hukuman pada Halliburton tidak akan efektif. Berdialog saja untuk mengontrol proses distribusinya. Apalagi, dengan perusahaan sebesar Halliburton yang termasuk pemain serius di dunia,” ujar Kanevskyi.
Dari data Sekolah Manajemen Yale, 12 September 2023, yang melacak pergerakan sekitar 1.500 perusahaan menyebutkan bahwa lebih dari 1.000 perusahaan sudah secara terbuka mengumumkan membatasi operasinya di Rusia secara sukarela. Namun, masih banyak perusahaan yang terus beroperasi di Rusia seperti biasa dan tidak mematuhi sanksi internasional yang dijatuhkan pada Rusia.
Ketika daftar dari Yale tersebut pertama kali diterbitkan pada 28 Februari 2022, hanya puluhan perusahaan yang mengumumkan cabut dari Rusia.
Setelah daftar keluar, hampir 1.000 perusahaan yang menarik diri. Dari daftar Yale tercatat masih ada, antara lain, 24 perusahaan AS yang beroperasi di Rusia. Selain itu, dari Perancis ada 24 perusahaan, China (42), Jerman (26), India (13), Italia (12), Jepang (13), Turki (7), Spanyol (5), Inggris (4), Swiss dan Hongaria (3), serta Taiwan, Thailand, Belgia, dan Denmark masing-masing 1 perusahaan.
Selain Yale, Sekolah Ekonomi Kyiv (KSE Institute) juga mengeluarkan daftar terakhir pada 17 September 2023. Dalam daftar itu tercatat ada 1.422 perusahaan dari sejumlah negara yang masih beroperasi di Rusia. Selain itu, ada 160 perusahaan yang menangguhkan investasinya, 368 perusahaan mengurangi kegiatan operasionalnya, 721 perusahaan yang menghentikan operasinya tetapi masih berada di Rusia, 495 perusahaan yang hendak menarik diri atau sedang menarik diri dari Rusia, serta 275 perusahaan yang betul-betul sudah keluar dari Rusia dan tidak berhubungan dagang apa pun.
(AP PHOTO/ERIC GAY, FILE)
Negara yang tergabung dalam OPEC+ bersiap untuk menghadapi kemungkinan terus melonjaknya harga minyak seusai Uni Eropa memutuskan menjatuhkan sanksi baru terhadap minyak Rusia.
Mayoritas perusahaan yang masih beroperasi dan berdagang dengan Rusia itu bergerak di sektor eksplorasi minyak dan gas, material, energi, batubara, persenjataan, produk keamanan siber, semikonduktor, jasa pengantaran, produk konsumen, transportasi, medis, dan otomotif.
Pakar ekonomi politik Rusia di King’s College London, Inggris, dan mantan konsultan Departemen Energi AS, Adnan Vatansever, mengatakan bahwa Rusia tidak memiliki teknologi atau keahlian untuk sepenuhnya mengeksploitasi ladang minyak lama atau ladang minyak yang berada di lepas pantai atau di Siberia, misalnya. Begitu pula dengan China. Jika semua perusahaan penyedia jasa ladang minyak hengkang dari Rusia, ini akan lebih merugikan produksi Rusia dibandingkan jika produsen minyaknya yang pergi.
”Perusahaan minyak Rusia masih bisa menemukan pasar untuk minyak mentah mereka tanpa perusahaan besar membelinya. Produksi minyak akan turun signifikan tanpa adanya peralatan dan keahlian dari perusahaan-perusahaan AS,” ujarnya kepada kantor berita Associated Press, 18 Juli 2023. (AP)