AS Perlu Hentikan Kemunafikan dan Kebijakan Salah di Asia Tenggara
Asia Society menilai AS tidak serius pada Asia Tenggara. AS perlu berhenti mengajak ASEAN memusuhi China dan menceramahi kawasan soal berbagai hal.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
WASHINGTON DC, RABU - Amerika Serikat perlu mengubah kebijakan dan pendekatan terhadap Asia Tenggara. Alih-alih memandang kawasan ini sebagai perangkat dalam persaingan dengan China, Washington perlu menilai Asia Tenggara karena potensinya. Washington juga perlu mendengar keresahan Asia Tenggara soal kebijakan AS terhadap Palestina. AS juga perlu menghentikan sebagian kebijakan yang dianggap munafik.
Rekomendasi itu disimpulkan oleh Satuan Tugas Kebijakan China pada Asia Society. “Asia Tenggara sangat penting, walau sayangnya kurang dihargai, jika menyangkut kepentingan dan persaingan AS dengan China,” demikian tercantum di laporan yang disiarkan pada Selasa (1/8/2023) siang waktu Washington atau Rabu dini hari WIB itu.
Wakil Presiden Asia Society Orville Schell dan mantan Duta Besar AS di Kabul Letnan Jenderal (Purn) Karl W. Eikenberry ikut menulis laporan tersebut. Mantan Asisten Menteri Luar Negeri AS bidang Asia Timur dan Pasifik Danny Russel dan dosen Indiana University Steven F. Jackson juga ada dalam satgas penulis laporan tersebut.
Asia Society menilai AS tidak serius pada Asia Tenggara. Karena itu, lembaga kajian yang berpusat di Washington DC tersebut merekomendasikan AS perlu mengubah beberapa hal.
Lembaga itu, berdasarkan masukan dari kawasan, antara lain merekomendasikan AS mengurangi kampanye bertajuk tatanan berdasar aturan. Bagian kawasan, kampanye itu wujud kemunafikan dan tidak lebih dari upaya Barat menerapkan aturannya pada negara non-Barat. Bagi kawasan, Tatanan Internasional yang liberal tidaklah bersifat liberal dan internasional. Bahkan, kawasan tidak memandangnya sebagai tatanan.
Satgas merekomendasikan Washington tidak lagi mengejar keunggulan AS atas negara lain di kawasan. Kini Asia Tenggara benar-benar menjadi kawasan yang multipolar karena kehadiran negara besar dan menengah. “AS hanya salah satu pihak di kawasan,” demikian tercantum di laporan itu.
Oleh karena itu, Washington salah jika memandang kawasan ini hanya dari kaca mata persaingan AS-China. Selain AS-China, ada Uni Eropa hingga Australia berperan di kawasan. Negara-negara itu juga ingin meningkatkan pengaruhnya di kawasan. AS perlu menerima fakta tersebut.
Selain itu, tentu saja bangsa-bangsa Asia Tenggara ingin berperan di kawasan. Kawasan sangat tegas soal sentralitas ASEAN. AS perlu menghormati arti penting kawasan. “Daripada hanya terlihat terobsesi pada China, AS harus aktif mendorong hubungan bilateral dan regioal dengan negara-negara Asia Tenggara berdasarkan nilai mereka masing-masing,” demikian di laporan itu.
Ekonomi
Schell dan rekan-rekannya juga menyoroti isu ekonomi. Asia Society merekomendasikan AS lebih terlibat secara ekonomi di kawasan. Jika tidak bisa terlibat dalam kesepakatan pasar bebas yang sudah ada, AS perlu merundingkan versi tersendiri dengan ASEAN atau anggota ASEAN. Washington perlu membuka pasarnya bagi produk Asia Tenggara. Inisiatif AS, Kerangka Kerja Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF), harus dibuat lebih jelas. IPEF perlu dipaparkan manfaatnya bagi kawasan, bukan sekadar gagasan mengawang-awang yang sulit dipahami.
Washington, menurut Schell dan rekan-rekannya, akan salah besar jika coba menyingkirkan China dari kawasan. Di Asia Tenggara, China punya banyak keunggulan dibandingkan AS. China menjadi mitra dagang terbesar kawasan. Beijing juga mengucurkan miliaran dollar AS untuk aneka proyek di kawasan.
“Jangan mencoba meyakinkan bangsa-bangsa Asia Tenggara soal kejahatan China. Jika perilaku China buruk atau tidak sesuai kepentingan Asia Tenggara, biarkan bangsa-bangsa (Asia Tenggara) menilainya sendiri. Jangan sampai mereka merasa diceramahi AS soal hubungan dengan China,” demikian lanjut laporan itu.
Bangsa-bangsa Asia Tenggara sejak lama menyatakan ketidaksukaan didesak berpihak dari AS dan kubunya atau ke China. Bangsa-bangsa di kawasan ingin hubungan mereka dengan AS atau negara lain ditentukan secara mandiri. Hubungan itu tidak dijalin karena desakan pihak lain.
Rekomendasi lain terkait tindakan diplomatik. Asia Society merekomendasikan AS lebih hati-hati soal isu demokrasi dan HAM. Untuk sebagian bangsa-bangsa Asia Tenggara, itu sensitif dan kerap dianggap sebagai bentuk campur tangan asing.Presiden dan para pejabat AS perlu lebih sering berinteraksi dengan kawasan. Mereka perlu lebih kerap datang ke Asia Tenggara. Mereka juga perlu lebih memahami kawasan.
Sebab, para pemimpin dan pejabat Asia Tenggara berhak mendapatkan lebih dari sekadar 20 menit pertemuan bilateral dengan Presiden AS di sela-sela forum multilateral. Washington juga perlu menambah diplomatnya untuk ASEAN. Paling tidak, perwakilan tetap AS untuk ASEAN perlu diperkuat dengan 10 diplomat. Sebagai pembanding, misi China untuk ASEAN diperkuat 20 diplomat dan banyak staf pendukung.
Hal lain yang perlu dipahami AS adalah, sebagian Asia Tenggara amat sensitif pada perkembangan Palestina dan Timur Tengah. Karena itu, AS perlu mempertimbangkan faktor di Timur Tengah dalam pendekatan dan kebijakan soal Asia Tenggara. (REUTERS).