Washington terus memperluas wilayah kewenangan Penjaga Laut dan Pantai di Pasifik. Gandeng Port Moresby, operasinya menjangkau perairan di timur Papua.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
WASHINGTON DC, SENIN - Pasukan Penjaga Laut dan Kapal Amerika Serikat bisa berpatroli dengan kewenangan penuh di perairan Papua Niugini. Atas nama Port Moresby, Washington bisa menggeledah kapal-kapal di dekat Papua dengan menggunakan hukum Amerika Serikat dan Papua Niugini. Kapal ikan China jadi target.
Dalam laporan Reuters pada Senin (31/7/2023), kewenangan itu bagian dari kesepakatan Port Moresby dan Washington DC. Kapal-kapal Penjaga Laut dan Pantai (Palapa) AS akan berpatroli hingga 200 mil laut dari pantai Papua Niugini untuk menegakkan kewenangan itu. Penegakan itu tidak membutuhkan kehadiran petugas Palapa Papua Niugini di kapal AS yang sedang berpatroli.
Penegakan itu tidak membutuhkan kehadiran petugas Palapa Papua Niugini di kapal AS yang sedang berpatroli.
“Kapal ikan mana pun di ZEE bangsa ini (Papua Niugini) bisa dinaiki (petugas patroli). Apa pun benderanya, termasuk kapal berbendera China,” demikian pernyataan resmi Palapa AS.
Port Moresby dan Washington DC belum memastikan, kapan kesepakatan itu diberlakukan. AS-Papua Niugini masih mematangkan perincian teknis kesepakatan itu.
“Perlu membuat standar kerja, alur komunikasi pusat operasi kedua negara. Saat akhirnya diberlakukan, benar, mekanisme untuk memeriksa (kapal asing tanpa kehadiran petugas Papua Niugini) akan termasuk (yang diterapkan),” demikian lanjut pernyataan itu.
Belum ada pernyataan resmi dari Port Moresby atas perkembangan terbaru itu. Dalam pernyataan pekan lalu, Perdana Menteri Papua Niugini James Marape mengungkap rencana kerja sama Palapa kedua negara. Walakin, kala itu disebut penegakan hukum di perairan teritorial dan ZEE Papua Niugini harus melibatkan aparat Papua Niugini.
Marape berharap mitra Port Moresby membantu menjaga wilayah perairan seluas 2,7 juta kilometer persegi. Sebab, Papua Niugini tidak punya sumber daya memadai untuk mengawasi laut seluas itu.
Oleh karena itu, selama ini Papua Niugini tidak berdaya pada pencurian ikan dan aneka aktivitas ilegal di ZEE negara itu. “Kapasitas pertahanan kita harus ditingkatkan. Ini kemitraan yang kami buat dengan pilihan dan penghormatan,” ujarnya.
Kerja sama pertahanan AS-Papua Niugini bukan hanya patroli Palapa. AS juga sedang menanti persetujuan parlemen Papua Niugini atas kesepakatan kerja sama pertahanan kedua negara.
Dalam kesepakatan itu, AS antara lain meminta akses ke sejumlah bandara dan pelabuhan Papua Niugini. Akses diberikan hingga 15 tahun sejak kesepakatan disetujui.
Bila kesepakatan tercapai, AS punya pangkalan tambahan di Pasifik dan dekat Laut China Selatan. Sebelum ini, pangkalan terdekat AS dari Laut China Selatan terletak di Singapura dan segera menyusul Filipina.
Tak mau terlibat
Marape telah menegaskan, akses AS di Papua Niugini tidak akan menjadikan negara itu sebagai pangkalan Washington menyerbu negara lain. Port Moresby tidak mau terlibat dalam konflik di kawasan. “AS tidak perlu Papua Niugini sebagai pangkalan kalau menyerbu ke mana pun,” kata dia.
Sembari menanti kesepakatan disetujui, AS-Papua Niugini mendorong kerja sama Palapa dulu. Kerja sama itu praktis memperluas wilayah kewenangan Palapa AS di Pasifik.
Sebelum ini, Mikronesia sudah lebih dulu memberi kewenangan sejenis pada AS. Beberapa negara lain di Pasifik sedang merundingkan kesepakatan sejenis dengan AS. Sementara Vanuatu dan Kepulauan Solomon menolak tawaran AS. Bahkan, Vanuatu menolak mengizinkan kapal Palapa AS datang.
Sejumlah pihak telah mengungkap kekhawatiran pada peluang konflik akibat pengoperasian kapal Palapa. Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen pernah menyebut, konflik di Laut China Selatan lebih berpeluang dipicu oleh Palapa.
Para menteri pertahanan ASEAN dan mitranya telah menyepakati serangkaian mekanisme peredaan ketegangan di laut dan udara. Mekanisme itu berlaku untuk Angkatan Udara dan Angkatan Laut. “Tidak ada mekanisme serupa untuk kapal Penjaga Laut dan Pantai,” kata dia pada Mei lalu.
Padahal, jumlah kapal penjaga pantai terus meningkat selama 20 tahun terakhir. Bahkan, akumulasi jumlah kapal penjaga pantai di kawasan jauh lebih banyak dibandingkan kapal AL. Kesalahpahaman di antara kapal-kapal penjaga pantai kerap terjadi.
“Negara-negara perlu memperhatikan peningkatan kolaborasi dan koordinasi di antara penjaga pantai dan instansi sejenis, untuk memastikan insiden bisa dihindari,” kata dia.
AS mencoba mengontrol Kepulauan Pasifik secara politik dan militer dengan menjadikan Papua Niugini sebagai tonggak perluasan pengaruhnya.
Dosen East China Normal University Chen Hong menyebut, AS menggalang kekuatan dan memecah belas kawasan. “AS mencoba mengontrol Kepulauan Pasifik secara politik dan militer dengan menjadikan Papua Niugini sebagai tonggak perluasan pengaruhnya,” kata dia kepada Global Times.
Kesepakatan itu dinilainya bukan hanya soal pelindungan sumber daya kelautan. Kegiatan itu bagian dari upaya memperluas jaringan intelijen maritim dengan sasaran utama kegiatan China di kawasan.
Bukan halaman belakang
Sebelumnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning menyebut, kedaulatan setiap negara perlu dihormati. Negara-negara di Pasifik jangan dijadikan halaman belakang dan alat geopolitik negara lain.
“Kami berharap AS benar-benar tulus membantu bangsa-bangsa Kepulauan Pasifik, membantu mereka mencapai tujuan pembangunannya,” kata dia.
Negara-negara di Pasifik jangan dijadikan halaman belakang dan alat geopolitik negara lain.
Mantan PM Papua Niugini Peter O’Neill juga menekankan, Port Moresby jangan mau diseret dalam konflik negara lain. Papua Niugini tidak boleh dijadikan alat dalam konflik negara lain. “Kami tidak punya masalah dengan China. Persahabatan dengan China perlu dipertahankan,” kata dia.
Beijing adalah mitra dagang penting Port Moresby. Papua Niugini tidak perlu kehilangan mitra ekonomi sepenting China gara-gara permainan geopolitik negara lain. “Utamakan pembangunan nasional,” kata dia. (AFP/REUTERS)