Tidak ada ancaman yang statis. Kini sejumlah negara telah mengembangkan sistem rudal anti-rudal hipersonik. Israel menjadi yang terdepan dengan sistem SkySonic.
Oleh
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
·6 menit baca
Muncul sebagai faktor pembeda, diyakini sulit dicegat karena cepat dan mampu bermanuver, kedigdayaan rudal hipersonik mulai terkikis. Palagan Ukraina menjadi ajang pembuktian ketika salah satu rudal hipersonik andalan Rusia, Kinzhal dapat dirontokkan oleh sistem pertahanan anti-rudal Patriot buatan Amerika Serikat. Di palagan Ukraina tampak bahwa kecepatan dan kemampuan bermanuver yang menjadi ‘andalan’ sistem rudal hipersonik bukanlah jaminan untuk dapat dan berhasil menghancurkan target.
Berbeda dari rudal balistik atau rudal konvensional lainnya, United States Naval Institute menyebutkan, rudal hipersonik mampu melesat dengan kecepatan 5 Mach atau lima kali kecepatan suara – kurang lebih 1 mil per detik. Tak hanya cepat, rudal itu juga mampu terbang rendah dan bermanuver dalam kecepatan sangat tinggi yang lintasannya tidak dapat diprediksi.
Sebagian besar radar berbasis terestrial, tidak dapat dideteksi hingga fase akhir penerbangan rudal karena keterbatasan deteksi radar line-of-sight. Kemampuan itulah yang membuat rudal tersebut menjadi sulit dideteksi dan sulit dicegat dan menyebabkan hanya sedikit waktu tersisa untuk mengerahkan rudal pencegat. Bagi sistem pertahanan udara sebuah negara, rudal hipersonik adalah tantangan yang signifikan.
Digagas pertama di era tahun 1930an oleh ahli-ahli Jerman, Rusia merupakan negara yang maju dalam mengembangkan rudal hipersonik. Namun, merujuk laman VOA pada 10 Maret lalu, Kepala Ahli Teknologi di Badan Intelijen Pertahanan AS Paul Freisthler mengatakan, China adalah yang terkemuka dalam pengembangan rudal hipersonik.
“Selama dua dekade terakhir, China secara dramatis memajukan pengembangan teknologi dan kemampuan rudal hipersonik konvensional dan bersenjata nuklir melalui investasi, pengembangan, pengujian, dan penyebaran yang intens dan terfokus,” kata Freisthler di depan Komite Pertahanan Kongres AS.
Negara-negara lain yang turut mengembangkan rudal hipersonik diantaranya adalah AS, Korea Utara, Jepang, India, Korea Selatan, Perancis, dan Iran. Dibandingkan dengan Rusia dan China, AS dinilai tertinggal. Beberapa uji coba yang mereka lakukan gagal. Sementara Iran, pekan lalu mengumumkan berhasil mengembangkan rudal hipersonik yang diberi nama Fattah.
“Rudal hipersonik Fattah berpemandu presisi memiliki jangkauan 1.400 kilometer dan mampu menembus semua perisai pertahanan,” kata Amirali Hajizadeh, Kepala Staf Kedirgantaraan Garda Nasional Iran. Kantor berita Iran, IRNA mengklaim, rudal itu mampu melesat dengan kecepatan hingga 15.000km/jam dan mampu merobek-robek sistem pertahanan udara kebanggaan Israel, Iron Dome.
Namun, sebagaimana dunia, selalu saja ada yang namanya antidot atau reaksi melawan, apalagi dalam hal isu pertahanan. Pengembangan senjata strategis oleh suatu negara akan memicu tanggapan dari negara lain, khususnya negara-negara yang secara geopolitik berseberangan. Peluru dilawan oleh peluru, rudal dilawan oleh rudal.
AS yang merasa tertinggal dari dua seterunya, Rusia dan China, kini terus memacu pengembangan sistem rudal anti-rudal hipersonik. Merujuk Arms Control Association, Januari/Februari 2022, dalam artikel berjudul ”Pentagon Awards Anti-Hypersonics Missile Contract”, Badan Pertahanan Rudal AS (MDA) telah memberikan kontrak untuk mengembangkan prototipe rudal anti-rudal hipersonik kepada Raytheon Co, Lockheed Martin Corp, dan Northrop Grumman Corp. Nilai kontrak untuk masing-masing perusahaan sekitar 20 juta dollar AS.
Disebut Glide Phase Interceptor (GPI), prototipe rudal anti-rudal hipersonik itu ditargetkan mampu mencegat dan menghancurkan proyektil hipersonik musuh. Dalam laman resminya, Northrop Grumman menegaskan, tidak ada ancaman yang statis. ”Mengalahkan rudal hipersonik adalah keharusan,” kata Northrop.
Dengan memberikan kontrak kepada tiga perusahaan secara bersamaan, Pentagon berharap dapat mempercepat pengembangan sistem baru tersebut. Rudal GPI digagas untuk dapat diluncurkan dan sistem peluncur vertikal yang dipasang pada kapal perusak Aegis. Jika terbukti berhasil, akan dipindah ke sistem berbasis darat.
Untuk mendukung ketangguhan GPI, AS pada tahun fiskal 2022 melalui Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional mengucurkan dana hingga 256 juta dollar AS untuk mengembangkan sistem satelit yang disebut Hypersonic and Ballistic Tracking Space Sensor. Sistem itu digunakan untuk melacak rudal hipersonik musuh, sekaligus memandu rudal GPI melaju untuk mencegat rudal hipersonik musuh tersebut.
Untuk tahun fiskal 2024, kedua sistem itu kembali diajukan, dan pemerintah AS diharapkan memperhatikannya secara serius. Merujuk laman resmi Departemen Pertahanan AS, di depan Sub Komite Pertahanan Senat, perwira tinggi Angkatan Udara AS, Marsekal Glen D. VanHerck mengatakan, perkembangan persenjataan canggih Rusia dan China berpotensi memberi ancaman serius bagi AS.
"Di bidang inovasi dan pencapaian teknologi yang luar biasa, proses yang tidak fleksibel dan ketinggalan zaman merupakan penghalang yang lebih besar untuk sukses daripada banyak kemajuan pesaing kita," katanya. Untuk itu, ia mendorong agar pengembangan GPI dan sistem satelit pendukungnya diperhatikan.
SkySonic Israel
Sementara itu, Israel telah melaju lebih awal. Di Paris Air Show yang digelar minggu lalu, kontraktor pertahanan Israel, Rafael memamerkan sistem anti-rudal SkySonic. “Pencegat SkySonic akan memungkinkan kami mencegat semua jenis ancaman hipersonik seperti rudal balistik hipersonik atau rudal jelajah hipersonik," kata Yuval Steinitz, Kepala Rafael Advanced Defense Systems Ltd.
Dalam video animasi SkySonic yang ditampilkan Rafael memperlihatkan rudal pencegat itu lepas landas secara vertikal dari tabung peluncur. Hulu ledak rudal kemudian diperlihatkan terlepas dan terbang dengan pendorongnya sendiri menuju ke arah rudal hipersonik musuh yang telah terdeteksi.
Dalam salah satu artikel di The Times of Israel disebutkan, SkySonic akan mencegat rudal hipersonik yang beroperasi di kisaran ketinggian 20-70 kilometer. Saat ini, umumnya sistem pertahanan udara beroperasi hingga ketinggian 20 kilometer, sementara sistem anti-rudal balistik mencegat target di luar atmosfer Bumi, umumnya di atas 70 kilometer.
“Tantangannya adalah mengalahkan ancaman di ketinggian antara 25 hingga 75 atau 80 km, lingkungannya benar-benar berbeda dan sebagian besar sistem yang ada saat ini tidak memadai,” kata Pini Yungman, Kepala Divisi Pertahanan Udara Rafael.
Munculnya SkySonic seolah menegaskan pernyataan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant. Sebelumnya, setelah Iran mengumumkan mereka berhasil mengembangkan rudal hipersonik, Gallant menegaskan, Israel telah memiliki penangkalnya.
"Saya mendengar musuh kami membual tentang senjata yang mereka kembangkan," kata Yoav Gallant. "Untuk pengembangan seperti itu, kami memiliki tanggapan yang lebih baik - apakah itu di darat, di udara, atau di arena maritim, termasuk cara defensif dan ofensif".
Tak ingin ketinggalan, MBDA produsen rudal asal Eropa pun turut berpacu. MBDA mengatakan, pihaknya telah meluncurkan program untuk mengembangkan sistem pencegat yang dijuluki Aquila. Sebanyak 19 perusahaan mitra dari lima negara Uni Eropa yaitu Perancis, Jerman, Italia, Belanda dan Spanyol akan turut serta. Diprakirakan sistem tersebut akan tersedia pada tahun 2030.
Merujuk pada rudal hipersonik Rusia, Kinzhal yang mampu melesat hingga 6.000 km/jam, rudal anti-rudal hipersonik yang dikembangkan MBDA diklaim akan memiliki kemampuan dua kali lipat.
“Kami harus lebih bisa bermanuver daripada mereka, dengan kecepatan luar biasa saat mencegat, lebih dari 12.000 km/jam,” kata Lionel Mazenq, dari divisi Future Systems MBDA.
Perang di Ukraina makin memastikan bahwa masa depan sistem pertahanan salah satunya masih bertumpu pada sistem rudal. Dalam perspektif industri, segmen itu merupakan rangkaian yang dinilai paling tumbuh cepat. Namun perkembangan teknologi, termasuk adopsi kecerdasan buatan kemungkinan akan membuat ‘arena pacuan’ semakin seru dan sengit. Siapa cepat, dia berpotensi mengubah jalannya pertandingan.