Belum Lama Luncurkan Rudal Balistik, Iran Uji Coba Rudal Hipersonik
Iran memperlihatkan kemampuan terbarunya dengan mengembangkan rudal hipersonik, Fattah. Rudal ini diklaim mampu terbang dengan kecepatan hingga lebih dari 15.000 kilometer per jam dengan jangkauan 1.400 kilometer.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
TEHERAN, SELASA — Hanya berselang dua pekan setelah meluncurkan rudal balistik Khorramshahr yang diklaim bisa menjangkau Israel, Iran kembali memperlihatkan kemampuannya mengembangkan rudal berteknologi tinggi. Teheran meluncurkan rudal yang disebutnya rudal hipersonik dan diberi nama Fattah, Selasa (6/6/2023).
Rudal ini menjadi alat untuk mempertegas kemampuan pencegahan (deterence) Iran. Teheran menyebut, kemampuan mereka mengembangkan rudal tersebut dinilai akan berkontribusi bagi perdamaian dan keamanan kawasan.
Peluncuran teknologi persenjataan terbaru itu langsung dihadiri oleh Presiden Iran Ebrahim Raisi dan Panglima Garda Revolusi Iran (IRGC) Mayor Jenderal Hosein Salami di Teheran. Kantor berita Iran, IRNA, menerbitkan sejumlah foto peluncuran yang dilakukan di ruangan tertutup. Tidak disebutkan secara persis lokasi peluncuran tersebut.
”Hari ini, kami merasa kekuatan pencegahan telah jauh berkembang, sumber keamanan dan perdamaian berkelanjutan bagi negara-negara kawasan,” kata Raisi seusai meluncurkan rudal hipersonik tersebut.
Dia menambahkan, kehadiran rudal baru dalam daftar kekuatan persenjataan Iran menjadi jangkar keamanan dan perdamaian abadi bagi negara-negara di kawasan.
Rudal hipersonik Fattah, yang dalam bahasa Farsi memiliki arti ”Penakluk” itu, diklaim mampu terbang dengan kecepatan hingga 15 mach (lebih dari 15.000 kilometer per jam) dan memiliki jangkauan hingga 1.400 kilometer. Dengan kecepatan seperti itu, IRGC mengklaim bahwa Fattah bisa menembus teknologi terbaik sistem pertahanan udara yang dimiliki oleh negara-negara adidaya sekalipun.
”Tidak ada sistem yang bisa menyaingi atau melawan rudal ini,” kata Jenderal Amir Ali Hajizadeh, Kepala Program Kedirgantaraan IRGC.
Daya jangkau Fattah hingga 1.400 kilometer, seperti diklaim Hajizadeh, lebih dari separuh daya jangkau rudal balistik Khorramshahr yang baru diluncurkan pada akhir bulan lalu.
Sejumlah informasi menyebut bahwa rudal hipersonik ini telah mulai diujicoba pada November 2022. Akan tetapi, hingga saat peluncuran, tidak ada video yang diperlihatkan oleh Pemerintah Iran maupun IRGC yang memperlihatkan pelaksanaan uji coba tersebut, termasuk bagaimana Fattah bisa menjangkau sasaran dengan tepat.
Sebelum Fattah diluncurkan, peluncuran Khorramshahr juga menyita perhatian banyak pihak. Dengan daya jangkau hingga 2.000 kilometer, rudal balistik generasi keempat diklaim mampu menjangkau berbagai sasaran strategis di Timur Tengah, termasuk pangkalan militer Israel dan Amerika Serikat.
Rudal hipersonik Fattah mampu terbang dengan kecepatan hingga 15 mach (lebih dari 15.000 kilometer per jam) dan memiliki jangkauan hingga 1.400 kilometer.
Khorramshahr generasi ke empat ini, menurut Kementerian Pertahanan Iran, mampu membawa hulu ledak seberat 1.500 kilogram. Militer Iran juga menyematkan teknologi penangkal radar yang diklaim tak bisa dideteksi oleh sistem pertahanan udara negara mana pun.
Situasi Timur Tengah
Peluncuran rudal hipersonik Fattah diluncurkan tidak lama berselang setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut bahwa Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menghentikan penyelidikan mereka terhadap program nuklir Iran, khususnya penyelidikan jejak uranium di Marivan, sekitar 525 kilometer tenggara ibu kota Teheran. Netanyahu menyebut bahwa IAEA tidak bersikap imparsial dan dibohongi oleh para pejabat Iran.
”Iran terus berbohong pada IAEA. Badan itu (IAEA) telah menyerah pada tekanan Iran dan hal itu adalah sebuah noda hitam dalam sejarah panjang lembaga tersebut,” kata Netanyahu, Minggu (4/6/2023). Dia juga menuduh bahwa tindakan itu telah membuat IAEA lebih sebagai lembaga politik dibanding lembaga pengawas nuklir.
Pernyataan Netanyahu itu memperkuat pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Lior Haiat, Jumat (2/6/2023). Haiat menyebut bahwa laporan hasil penyelidikan IAEA terhadap situs Marivan tidak bisa diandalkan.
Pernyataan Haiat dan Netanyahu itu muncul setelah dua laporan tiga bulanan IAEA, yang diterbitkan pada Mei lalu dan didistribusikan ke negara-negara anggota, menyatakan bahwa penyelidikan terhadap Marivan dihentikan. Dalam laporan itu disebutkan, penyelidikan terhadap situs Marivan dilakukan karena lokasi itu diduga digunakan sebagai lokasi percobaan ledakan dengan perisai pelindung sebagai persiapan penggunaan detektor neutron dan bahan nuklir.
Akan tetapi, dalam lanjutan laporan itu juga dinyatakan bahwa selain Iran, ada negara lain yang pernah mengoperasikan tambang di lokasi tersebut antara tahun 1960-1970 ketika Iran dipimpin Shah Mohammad Reza Pahlavi. Iran berpendapat, jejak uranium yang tertinggal bisa berasal dari instrumen peralatan laboratorium yang digunakan penambang di situs tersebut. IAEA, dalam laporan itu, menyatakan penjelasan Iran sebagai sebuah hal yang mungkin.
”Badan (IAEA) saat ini tidak memiliki pertanyaan tambahan tentang partikel uranium yang terdeplesi, seperti yang terdeteksi di Marivan, dan tidak ada lagi masalah tersebut pada tahap ini,” tulis IAEA dalam laporan tersebut.
Israel terus mencoba memosisikan diri sebagai pemilik tunggal persenjataan nuklir di Timur Tengah. Mereka menganggap Iran sebagai musuh terbesarnya.
Netanyahu telah berulang kali menyatakan bahwa dirinya tidak akan membiarkan Iran mengembangkan senjata nuklir meski Iran berulang kali mengeklaim bahwa mereka mengembangkan nuklir untuk tujuan damai. Netanyahu menyebut upaya internasional untuk menghentikan pengayaan uranium Iran harus disertai dengan opsi militer yang serius. Bersama AS, pendukung utamanya, Israel beberapa kali mengisyaratkan siap untuk menyerang Iran sendiri jika perlu.
Rafael Grossi, Direktur Jenderal IAEA, menolak tuduhan Netanyahu. Dia mengatakan, IAEA tidak pernah menurunkan standar pemeriksaannya. ”Kami telah ketat, secara teknis tidak memihak dan, seperti yang ingin saya katakan, sangat adil tetapi tegas,” katanya.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mendukung pernyataan Netanyahu soal program nuklir Iran. Di hadapan ratusan anggota American Israel Public Affairs Committee (AIPAC), lembaga lobi Israel di AS, dia menyatakan bahwa pemerintahan Joe Biden menyebut Iran adalah ancaman utama bagi Israel dan tidak akan pernah diizinkan untuk memiliki senjata nuklir.
”Jika Iran menolak jalur diplomasi, seperti yang telah berulang kali dijelaskan oleh Presiden Biden, semua opsi ada di atas meja untuk memastikan bahwa Iran tidak mendapatkan senjata nuklir,” kata Blinken. (AP/AFP/REUTERS)