Perlombaan senjata di Timur Tengah semakin ketat. Ini terutama terjadi antara Iran dan Israel. Saat ini, Iran berambisi mengembangkan rudal hipersonik setelah sukses dengan rudal balistiknya.
Oleh
Musthafa Abd. Rahman
·3 menit baca
(KOREAN CENTRAL NEWS AGENCY/KOREA NEWS SERVICE VIA AP)
Ilustrasi. Foto yang dirilis Pemerintah Korea Utara ini menunjukkan uji coba rudal hipersonik di Korea Utara, Rabu (5/1/2022). Wartawan independen tidak diberi akses untuk meliput uji coba itu. Konten foto tidak bisa diverifikasi.
Di tengah ketidakpastian jalannya perundingan nuklir Iran di Vienna, tren ke arah terjadinya perlombaan senjata antara Iran dan Israel semakin menyeruak dan mendapat perhatian besar berbagai media massa.
Setelah santer bergulir berita tentang keberhasilan Israel meraih kontrak pembelian dua pesawat pengisi bahan bakar di udara KC-46 dari AS pada 31 Desember lalu, menyusul kemudian berita tentang misi rahasia Iran mengembangkan rudal hipersonik.
Rudal hipersonik adalah rudal yang memiliki kecepatan luncur minimal sekitar 6.200 kilometer (km) per jam atau lebih dari lima kali kecepatan suara (Mach 5) dan kemampuan bermanuver secara luar biasa. Dengan tingkat kecepatan dan manuver tersebut, rudal hipersonik akan lebih sulit dideteksi dan dicegat oleh sistem antiserangan rudal mana pun.
Kantor berita Iran, Tasnim dan harian Israel, The Jerusalem Post, Selasa (4/1/2022), melansir, Iran kini sedang menjalankan misi khusus membangun komunikasi dengan Rusia dan China untuk belajar teknologi rudal hipersonik. Iran sangat mengapresiasi keberhasilan Rusia dan China melakukan uji coba rudal hipersonik terakhir ini.
Menurut Tasnim, Iran kini punya kepentingan besar bisa secepatnya menguasai teknologi rudal hipersonik dengan bantuan negara sahabat, seperti Rusia dan China, untuk dapat mengungguli sistem anti serangan rudal Patriot, Arrow-3, dan Iron Dome yang menjadi tulang punggung kekuatan anti serangan rudal AS dan Israel.
Menyadari kelemahannya di persenjataan pesawat tempur dan kapal perang, Iran telah menetapkan strategi perangnya saat ini dan masa depan dengan mengandalkan pada armada rudal balistik dan pesawat nirawak. Iran pun terus berusaha mengembangkan kemampuan armada rudal balistiknya sehingga dapat menghindar atau tidak terlacak oleh sistem anti serangan rudal musuh.
Oleh karena itu, Iran kini berambisi belajar dan memiliki teknologi rudal hipersonik yang dianggap merupakan teknologi rudal paling canggih terkini yang tidak tertandingi oleh kemajuan teknologi sistem anti serangan rudal.
Iran belajar dan kemudian menguasai teknologi rudal balistik dari Rusia, China, dan Korea Utara sejak 1980-an. Iran saat itu bertekad belajar dan menguasai teknologi rudal balistik akibat meletusnya perang Iran-Irak (1980-1988). Pada saat itu, kota-kota Iran sering menjadi sasaran empuk serangan rudal Irak. Iran kemudian dikenal memiliki industri rudal balistik paling maju di kawasan Timur Tengah. Sudah sangat populer nama rudal balistik buatan Iran, Shahab-3 dan Sejil, yang memiliki jangkauan tembak hingga lebih dari 2.000 km.
Iran tidak berhenti pada rudal balistik konvensional. Negara itu kini berusaha melangkah maju menuju upaya pengembangan rudal hipersonik. Iran mengklaim hanya tinggal selangkah untuk bisa meningkatkan armada rudal balistiknya menjadi rudal berkemampuan hipersonik.
Iran telah membuat daftar beberapa rudal balistiknya yang potensial dikembangkan menjadi rudal hipersonik. Di antaranya adalah Lailatul Qadr, al-Qiam, dan Sejil. Sejil adalah rudal balistik jarak jauh yang memiliki jangkauan tembak lebih dari 2.000 km.
Adapun al-Qiam adalah rudal jarak menengah dengan jangkauan tembak 700 km. Sedangkan Lailatul Qadr adalah rudal jarak pendek dengan jangkauan tembak 150 km -300 km. Iran mengklaim, saat ini mereka hanya tinggal meningkatkan kemampuan manuver dan kecepatan rudal Sejil, al-Qiam, dan Lailatul Qadr sehingga menjadi rudal hipersonik.