Hari yang Menentukan Masa Depan Turki
Tanggal 14 Mei mengubah segalanya. Unggul di sejumlah jajak pendapat, kini, posisi Kemal Killicdaroglu berada di ujung tanduk. Posisi calon presiden petahana Recep Tayyip Erdogan terus menguat.

Seorang laki-laki berjalan di depan papan reklame yang memajang gambar calon presiden Koalisi Umat, kelompok oposisi, yaitu Kemal Killicdaroglu di sebuah sudut kota Istanbul, Turki, Senin (15/5/2023). Killicdaroglu menghadapi jalan terjal dalam pemungutan suara putaran ke dua meski sejumlah jajak pendapat sebelum pemilihan mengunggulkan dirinya memenangi pemilihan dalam satu putaran. (AP Photo/Emrah Gurel)
Perit (23), seorang mahasiswi di Istanbul, memilih Kemal Killicdaroglu, pemimpin Partai CHP pada pemilihan presiden kali ini. Baginya, Killicdaroglu adalah antitesis calon petahana Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. “Jika Erdogan menang lagi, hidup akan menjadi lebih buruk bagi kita semua,” kata Perit, dikutip dari laman BBC.
Perit memiliki pengalaman buruk dengan rezim yang saat ini telah berkuasa selama dua dekade. Dia pernah ditahan dan menghabiskan dua bulan di sel isolasi karena ikut serta dalam protes di Universitas Bogazici karena pemerintah menunjuk seorang dekan yang pro pemerintah. Sementara dalam pandangannya, lembaga akademik seharusnya terbebas dari intervensi seperti itu, termasuk dari pemerintah.
Bisa jadi ia akan apatis pada politik di Turki jika pemilu kali ini tidak membawa perubahan.
Sude, mahasiswa lain, juga mengatakan, sudah saatnya untuk perubahan di Turki. Dua dekade sudah terlalu lama bagi Erdogan berkuasa. “Dua dekade adalah waktu yang lama untuk mengubah pemahaman seseorang tentang demokrasi dan hak asasi manusia. Jika dia menang lagi, ini mungkin akan menjadi pemilihan terakhir bagi kami,” katanya. .
Sude tidak menjelaskan maksudnya soal pemilihan terakhir. Namun bisa jadi ia akan apatis pada politik di Turki jika pemilu kali ini tidak membawa perubahan. Mengacu pada survei Yayasan Konrad-Adenauer, ada indikasi bahwa banyak anak muda Turki ingin tinggal di luar negeri.
Baca juga : Kota Istanbul dan Generasi Muda, ”Kingmaker” Turki
Mereka merasa tidak ada perubahan berarti di negaranya selama ini. Survei yang diterbitkan pada awal 2022 itu menunjukkan, 72,9 persen warga Turki berusia 18-25 tahun memilih tinggal di luar negeri jika ada kesempatan.
Hal sama disampaikan Hasibe Kayaroglu, seorang mahasiswa fakultas teknik. “Anak-anak muda tidak memiliki harapan lagi. Setiap malam, satu-satunya hal yang saya bicarakan dengan teman-teman sekamar adala bagaimana caranya untuk pergi dari negara ini,” katanya.

Pendukung oposisi utama di Turki di depan gambar Kemal Kilicdaroglu, kandidat dari oposisi, pada masa kampanye menjelang pemilihan umum Turki di Ankara, 12 Mei 2023. (Photo by Adem ALTAN / AFP)
Ezgi (25), perempuan yang berkarir dalam bidang pemasaran, awalnya menaruh harapan perubahan pada Killicdaroglu. Namun dinamika politik sepekan terakhir pascapemungutan suara putaran pertama membuatnya kecewa.
Seperti beberapa perempuan lainnya yang mendukung Killicdaroglu, dirinya tidak nyaman melihat empat anggota partai Huda-Par (Partai Tujuan Bebas yang konservatif Kurdi) yang didukung warga Pro-Kurdi, bergabung dengan Erdogan dan kelompoknya.
“Saya sangat mencintai negara saya. Tapi saya tidak ingin berakhir seperti kaum perempuan di Iran,” ujarnya. Dia berpikir untuk pindah ke Belanda bersama kakak perempuanya.
Saya sangat mencintai negara saya. Tapi saya tidak ingin berakhir seperti kaum perempuan di Iran.
Perit, Sude dan Ezgi adalah bagian dari pemilih muda yang diincar dukungannya baik oleh Erdogan maupun Killicdaroglu. Dengan jumlah sekitar sekitar 8-10 persen dari jumlah pemilik hak suara, anak-anak muda adalah pemilik hak suara yang bisa melarikan dukungannya ke mana saja sewaktu-waktu. Mereka adalah pemilih mengambang.
Sikap Perit, Sude dan Ezgi yang ingin agar suara mereka di dengar, sebaliknya dikecam oleh Erdogan. Dia menilai bahwa keinginan anak-anak muda seperti Ezgi, Sude dan Perit, tidak lebih dari sekadar keinginan anak muda yang ingin bergelimang kemewahan, seperti mobil yang lebih bagus atau gawai yang canggih.

Seorang petugas memperlihatkan surat suara yang digunakan dalam pemungutan suara putaran pertama pemilihan presiden Turki yang diikuti empat kandidat, 14 Mei 2023. Dalam pemungutan suara putaran ke dua yang berlangsung MInggu (28/5/2023), hanya dua kandidat yang bertarung yaitu petahana Presiden Recep Tayyip Erdogan dan Kemal Killicdaroglu yang didukung oleh Koalisi Umat. (Photo by Yasin AKGUL / AFP)
Sebaliknya, Killicdaroglu meminta anak-anak muda Turki untuk tidak meninggalkan negara itu karena keberadaan mereka dibutuhkan. Dia juga meminta agar anak-anak muda Turki yang tengah belajar dan telah memiliki keahlian untuk kembali, membantu membangun negaranya menjadi lebih baik.
"Kembalilah, anak-anak muda. Negara ini membutuhkan Anda," cuitnya menanggapi video selusin lulusan dari universitas bergengsi Istanbul, yang semuanya pergi ke luar negeri tetapi berjanji untuk kembali jika dia meminta mereka.
Sebelum pemungutan suara tahap pertama, Killicdaroglu dan partai politik sekutunya (Koalisi Umat) dianggap bisa memenuhi harapan anak-anak muda Turki yang ingin melihat perubahan, tidak hanya dalam soal ekonomi, tapi juga dalam sistem politik dan pemerintahan.
Baca juga : Jelang Pilpres Putaran Kedua, Nasionalisme Sayap Kanan Turki Menguat
Sebuah penelitian pada 2022, dikutip dari media Turki Cumhuriyet, memperlihatkan, para pemilih berusia 18-24 tahun cenderung mendukung oposisi dibandingkan Erdogan. Riset yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Sosial Yoyelem terhadap 3.444 anak muda Turki berusia 18-24 tahun memperlihatkan dukungan terhadap oposisi sebanyak 51,4 persen. Walaupun demikian, anak muda yang mendukung Erdogan cukup banyak, yaitu sebanyak 24,2 persen.
Anak-anak muda yang disurvei memiliki kecenderungan mendukung CHP, partai yang dipimpin Killicdaroglu, dengan dukungan nyaris mencapai 40 persen. Sedangkan anak muda yang mendukung AKP, partai yang menaungi Erdogan, sebanyak 21,2 persen.

Seorang pendukung petahana Presiden Recep Tayyip Erdogan mengibarkan bendera Turki, merayakan keunggulan calon pilihannya berdasarkan penghitungan suara sementara pemilu Turki 2023 di Istanbul, Turki, Minggu (14/5/2023). Hasil penghitungan suara sementara, Killicdaroglu dan rivalnya Recep Tayyip Erdogan tidak memenuhi syarat mendapat dukungan 50 persen dan harus bertarung pada pemungutan suara putaran ke dua, 28 Mei nanti. (AP Photo/Francisco Seco)
Hasil penelitian Pusat Penelitian Sosial Yoyelem itu menguatkan penelitian yang pernah dilakukan Pusat Penelitian Pew yang berbasis di Washington pada 2015. Responden dengan latar belakang tingkat pendidikan yang lebih tinggi, berusia 18-40 tahun, dan berpandangan lebih terbuka, lebih banyak memberikan suara kepada CHP dibanding AKP dan atau partai pendukung Erdogan lainnya.
Akan tetapi, pemungutan suara putara kedua pada Minggu (14/5/2023) tampaknya justru menempatkan Erdogan di atas angin. Sebaliknya, Killicdaroglu yang tertinggal di putaran pertama, terlihat putus asa dalam mencari dukungan. Bahkan, kini, yang tertinggal adalah kesan bahwa Killicdaroglu akan mengorbankan janji-janjinya untuk lebih menampung pandangan moderat ke pandangan yang sangat kanan.
Baca juga : Erdogan di Atas Angin
Selcuk Aydin, dosen di Universitas Giresun Turki, dikutip dari laman Carnegie Endowment for International Peace mengatakan, kendala terbesar bagi Kilicdaroglu bukanlah dukungan dari HDP pro-Kurdi. Akan tetapi, bisa jadi kaum nasionalis Turki menahan diri untuk tidak memilih Kilicdaroglu.
Untuk mencoba meraih dukungan dari kelompok konservatif dan nasionalis Turki, serta mengurangi potensi suara ke kubu Erdogan, dukungan dari Partai Kemenangan atau Zafer Parti pimpinan Umit Orzag yang berhaluan nasionalis, bisa menjadi keuntungan baginya. Partai Kemenangan atau Zafer Parti (ZP) sebelumnya tergabung dengan Aliansi Leluhur (ATA) yang menjagokan Sinan Ogan, salah satu tokoh nasionalis, sebagai calon presiden. Hanya menduduki posisi ke tiga dengan perolehan sekitar lima persen, membuat Ogan akhirnya memutuskan mengalihkan dukunganya pada Erdogan.
Beberapa tuntutan Orzag pada Killicdaroglu, seperti pemulangan kembali para pengungsi Suriah dalam satu tahun dan jabatan di kementerian dalam negeri, diterima Killicdaroglu sebagai barter dukungan.
Beberapa tuntutan Orzag pada Killicdaroglu, seperti pemulangan kembali para pengungsi Suriah dalam satu tahun dan jabatan di kementerian dalam negeri, diterima Killicdaroglu sebagai barter dukungan. Ini tampak dari beberapa pidato Killicdaroglu pada kampanye putaran ke dua.
Ia misalnya bicara soal banyaknya pengungsi yang telah menjadi beban negara, serta mengambil jatah hidup rakyat Turki. Ia juga menjanjikan memerangi terorisme yang terus mengancam. Meski demikian, dia juga menyatakan inflasi dan depresiasi nilai tukar Lira sebagai salah satu ancaman riil yang diperbuat oleh Erdogan.

Burung-burung merpati terbang di depan poster besar bergambar Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Bursa, Turki, Sabtu (6/4/2019). Kekalahan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) di kota-kota besar pada pemilu lokal, 31 Maret lalu, merupakan lampu kuning bagi masa depan AKP dan Erdogan.
Perubahan isi pidato Killicdaroglu meninggalkan kesan bagi sejumlah partai pendukungnya bahwa kandidat pilihan mereka mulai “bergerak lebih ke kanan” pascakesepakatan dengan Orzag. Hal itu membuat sekutunya seperti Partai Masa Depan (Gelecek) yang dipimpin oleh mantan Perdana Menteri Ahmet Davutoglu dan Partai Demokrasi dan Kemajuan (Deva) yang dipimpin mantan Wakil Perdana Menteri Ali Babacan, marah besar.
Sejumlah tokoh aliansi, yang menyebut diri sebagai Muslim Demokrat, mundur. Mereka menyatakan tidak akan berada di kelompok yang membela anti-imigrasi yang akan menginjak-injak martabat manusia.
"Kami tidak akan mendukung bahasa yang menghina para pengungsi yang berlindung di negara kami dan tidak memiliki tujuan lain selain untuk hidup dan bertahan hidup dengan aman dan damai,” kata mereka dalam pernyataannya.
Baca juga : Partai Pro-Kurdi Bergandengan dengan Rival Nasionalis untuk Jegal Erdogan
Meski dinilai berubah, Killicdaroglu tetap mencoba menggalang dukungan dari anak muda Turki lagi. Dikutip dari laman Daily Sabah, sebuah rekaman video yang dirilis pada 23 Mei, Kılıcdaroglu meminta anak-anak muda memilihnya pada putaran ke dua nanti, jika mereka peduli dengan ekonomi dan masa depan.
“Ini adalah referendum. Apakah kita akan menyelamatkan ekonomi negara kita yang hancur di jalan keluar terakhir atau kita akan jatuh ke jurang? Mereka yang mencintai tanah airnya harus memilih,” katanya.
Ufuk Uras, politisi liberal sayap kiri yang pernah dekat dengan HDP, partai pendukung Killicdaroglu yang pro-Kurdi,mengatakan, Kilicdaroglu membuat kesalahan besar dengan bersekutu dengan Ozdag. "Di masa depan, para sejarawan akan menggambarkan hari ini sebagai upaya bunuh diri massal yang hebat dalam politik," katanya.

Ratusan pendemo pro-Kurdi mendemo sikap Turki yang keras terhadap warga Kurdi sekaligus menentang rencana keanggotaan Swedia di NATO dalam sebuah aksi di Norra Bantorget, Stockholm, Swedia, Sabtu (21/1/2023). (Photo by Christine OLSSON / TT News Agency / AFP)
Erdogan, yang kini posisinya di atas angin, terutama setelah tambahan dukungan dari Ogan, kini lebih banyak beretorika tentang Seabad Turki dan bagaimana bersama-sama menjaga capaian yang telah berhasil direngkuh selama setidaknya 20 tahun terakhir.
“Kami percaya pada 28 Mei nanti kita akan berpegang pada Abad Turki dan melanjutkan perjalanan menuju Turki yang lebih kuat dan hebat,” tulis Erdogan di salah satu media sosial. Dia mendorong agar para pemilik hak suara berjalan bersamanya, membuka era baru Turki, sambil menyebut bahwa kepemimpinannya telah mampu memperbaiki sistem demokrasi di negara itu.
Baca juga : Jurus Pamungkas Erdogan
Dia mengatakan, bila dirinya kembali memenangi putaran ke dua pemungutan suara, kemenangan itu tak menjadi miliknya seorang diri dan aliansi partai yang mendukungnya. “Jika kami menang pada 28 Mei, masing-masing dari 85 juta orang juga akan menang,” kata Erdogan dalam wawancara dengan penyiar Kanal D dan CNN Türk, dikutip dari media Turki Hurriyet.
Banyak analis menilai kini Erdogan menjadi favorit dalam pemungutan suara putaran ke dua. Kemampuan retorikanya dan juga tim suksesnya berhasil mengalihkan masalah utama yang semula disoroti Killicdaroglu dan timnya untuk diubah, menjadi isu nasionalisme dan pengungsi. Keberhasilan itu ditandai dengan penggunaan isu yang sama oleh Killicdaroglu jelang 28 Mei.

Ekspresi anak-anak yatim piatu yang menjadi korban selama perang saudara di Suriah saat mereka mendengarkan dongeng tradisional di bulan Ramadhan di tenda pengungsi kamp Al-Aramel di pinggiran kota Dana, perbatasan Turki-Suriah. AFP/AAREF WATAD
Kini, Erdogan mengincar suara kaum perempuan, terutama ibu-ibu yang mendukungnya dengan menolak kehadiran Partai Pekerja Kurdistan (PKK) di wilayah tenggara Turki, yang juga menjadi salah satu wilayah terdampak gempa.
"Saya memberikan penghormatan kepada ibu-ibu di Diyarbakir, yang telah berjaga selama berbulan-bulan untuk mengambil kembali anak-anak mereka yang diselundupkan secara paksa oleh organisasi separatis, teroris ke pegunungan," katanya, saat bertemu organisasi perempuan, dikutip dari kantor berita Anadolu.
Baca juga : Di Balik Keunggulan Erdogan dalam Pertarungan Politik Tersulitnya
Dalam berbagai kesempatan, Erdogan memainkan sentimen nasionalisme Turki dengan mengecam rivalnya karena berada dalam satu barisan dengan kelompok teroris yang didapatnya dari dukungan partai pro-kurdi, yakni HDP.
Melihat situasi ini, Kaya Genc, seorang penulis Turki, dikutip dari laman The Nation mengatakan, melihat semua itu, dirinya menilai bahwa sesungguhnya pemenang pemilu bukanlah AKP atau bahkan Erdogan. Dan, yang pasti bukanlah Koalisi Umat atau aliansi enam partai pendukung Killicdaroglu.
“Pemenangnya adalah sayap kanan, yang telah bersekutu dengan Erdogan,” katanya. (AFP/REUTERS)