Kandidat petahana pemilu Turki, Presiden Reccep Tayyip Erdogan, mengeluarkan beberapa jurus pamungkas untuk menarik calon pemilih mendukungnya. Sementara, kartu truf pemilu kali ini dipegang pemilih keturunan Kurdi.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
ANKARA, MINGGU — Lebih dari 64,1 juta pemilih diharapkan akan mendatangi hampir 191.000 tempat pemungutan suara di seantero Turki, Minggu (14/5/2023), untuk memilih anggota parlemen dan juga pemimpin negara selama lima tahun ke depan. Kandidat petahana, Presiden Reccep Tayyip Erdogan, selama sepekan terakhir telah mengeluarkan beberapa jurus pamungkas yang mungkin akan menarik hati para pemilik suara. Ia berniat untuk memperpanjang masa kekuasaannya satu kali lagi setelah berkuasa selama hampir dua dekade.
Dikutip dari kantor berita Turki, Anadolu, Erdogan berturut-turut pada Selasa (10/5/2023) dan Kamis (12/5/2023) mengeluarkan keputusan untuk menaikkan gaji pegawai negeri dan pekerja publik. Jurus pamungkas pertama dikeluarkan Erdogan, Selasa, yang mengumumkan kenaikan upah bulanan bagi 700.000 pekerja publik sebesar 45 persen. Dengan demikian, upah minimum bulanan pekerja publik menjadi 15.000 lira atau 768 dollar AS (sekitar Rp 11,32 juta).
Sementara bagi para pegawai negeri, Erdogan memutuskan kenaikan upah minimum menjadi 22.000 lira atau 1.124 dollar AS (sekitar Rp 16,57 juta) per bulan. Kenaikan ini tidak hanya berlaku bagi para pegawai negeri yang masih aktif, tetapi juga para pensiunan. Erdogan memerintahkan para menterinya untuk mengatur agar kebijakan ini mulai berlaku pada Juli mendatang.
Keputusan menaikkan gaji pegawai negeri adalah keputusan kedua yang dibuat Erdogan selama lima bulan terakhir jelang masa pemerintahannya untuk periode ini berakhir. Awal tahun ini, Erdogan telah menaikkan upah pegawai negeri di Turki sebesar 25 persen, yang dikeluarkan untuk membantu menaikkan daya beli para pegawai.
Upaya Erdogan untuk menarik perhatian pemilih tak hanya dengan menaikkan upah pegawai negeri dan pekerja publik. Dia mencoba menggiring sentimen nasionalisme para calon pemilih dan pendukungnya yang konservatif dengan menyebut bahwa oposisi tidak lain adalah boneka Barat, khususnya Amerika Serikat. Dia menyebut pemilu kali ini upaya penggulingan dirinya dan kelompok konservatif dari usaha untuk tetap menjaga stabilitas politik di dalam negeri.
Pada rapat umum di distrik Umraniye Istanbul, Sabtu (13/5/2023), Erdogan mengumandangkan kembali komentar yang dibuat oleh Presiden AS Joe Biden saat berkampanye jelang pemilihan presiden AS November 2020. Saat itu, Biden mengatakan Washington harus mendorong lawan Erdogan untuk mengalahkannya secara elektoral, menekankan dia tidak boleh digulingkan dalam kudeta.
Saat pertama kali komentar itu muncul, Ankara menganggap hal itu sebagai sebuah intervensi. Kini, ucapan itu kembali dikumandangkan Erdogan dan para politisi pendukungnya sebagai dukungan AS terhadap oposisi untuk melancarkan kudeta dalam pemilihan kali ini. ”Biden memberi perintah untuk menggulingkan Erdogan. Saya tahu ini. Semua orang tahu ini. Kalau begitu, pemungutan suara besok akan memberikan tanggapan kepada Biden juga,” katanya di hadapan ribuan pendukungnya.
Hubungan antara Turki dan negara-negara Barat anggota NATO serta Uni Eropa tidak selalu sejalan. Dalam perang Ukraina, Ankara terlihat condong ke Moskwa karena Erdogan belum mengikuti jejak anggota lainnya yang telah menjatuhkan sanksi terhadap Kremlin.
Dinamikan hubungan yang sama juga terjadi antara Turki dan NATO. Meski Turki adalah anggota NATO, keputusan Ankara menggunakan sistem pertahanan udara S400 yang dibeli dari Rusia membuat geram anggota NATO lainnya, khususnya AS. Sebagai hukuman, Turki dikeluarkan dari proyek pengembangan jet tempur bersama NATO.
Mengomentari tudingan Erdogan soal Biden, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Turki adalah sekutu lama AS dan Washington akan mengikuti pemilihan dengan cermat. Dia juga menegaskan bahwa AS tidak memihak dalam pemilihan.
”Satu-satunya kepentingan kami adalah proses demokrasi, yang harus bebas dan adil. Kami percaya bahwa otoritas Turki akan melaksanakan pemilihan sesuai dengan tradisi demokrasi yang panjang dan membanggakan serta undang-undangnya,” kata juru bicara itu.
Peran Kurdi
Warga bisa mulai menggunakan hak pilihnya sejak pukul 08.00 waktu setempat atau pukul 12.00 waktu Indonesia. Di bawah undang-undang pemilu Turki, pelaporan hasil apa pun dilarang hingga pukul 21.00 waktu setempat.
Para analis menyatakan pemilu kali ini sebagai persimpangan jalan bagi demokrasi atau rezim konservatif di Turki. Mereka juga menyebut, akan menarik melihat bagaimana suara warga keturunan Kurdi dalam pemilihan ini. Dikutip dari laman BBC, pemilih Kurdi yang mewakili sekitar 20 persen calon pemilih, dinilai akan memainkan peran penting untuk menentukan nasib politik Turki ke depan, termasuk nasib Erdogan.
Partai Rakyat Demokratik (HDP) yang pro-Kurdi bukan bagian dari aliansi oposisi utama, Koalisi Enam Meja. Namun, HDP, partai oposisi ke dua terbesar di Turki, dengan keras menentang Erdogan setelah tindakan keras terhadap anggotanya dalam beberapa tahun terakhir.
Hasil survei yang dilakukan lembaga Rawest dan dikeluarkan pada awal Mei memperlihatkan dukungan terhadap penantang Erdogan, yaitu Kemal Killicdaroglu, di Provinsi Diyarbarkir yang dikenal sebagai wilayah basis keturunan Kurdi, sangat tinggi, mencapai 76,3 persen. Sementara, dukungan terhadap Erdogan berada di kisaran 20-21 persen.
Dukungan tidak resmi terhadap Killicdaroglu disuarakan Selahattin Demirtas, mantan pemimpin HDP yang kini mendekam di penjara. Dari balik jeruji sel, dia dan istrinya merilis video yang berisikan dorongan agar pendukung HDP memberikan dukungannya kepada CHP yang mengajukan Killicdaroglu sebagai calon PM. (AFP/REUTERS)