Kemunculan Kilicdaroglu kali ini membawa tantangan terberat bagi Erdogan selama berkuasa. Ini juga pemilu terberat yang akan dihadapi Erdogan.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·3 menit baca
Koalisi enam partai oposisi Turki akhirnya sepakat menentukan kandidat presiden untuk menghadapi kandidat petahana, Presiden Recep Tayyip Erdogan. Pemilu presiden Turki yang digelar pada 14 Mei mendatang akan menentukan masa depan negara itu, apakah akan bergerak ke arah yang lebih demokratis atau memperpanjang kekuasaan Erdogan menuju dekade ketiga.
Setelah berbulan-bulan berselisih dalam ketidakpastian, aliansi oposisi memilih Kemal Kilicdaroglu (74) sebagai calon presiden. Ia dikenal sebagai pendukung sekulerisme, pemimpin Partai Rakyat Republik (CHP) yang beraliran kiri-tengah. ”Tujuan terbesar kita adalah membawa Turki menuju hari-hari penuh kesejahteraan, kedamaian, dan kegembiraan,” kata Kilicdaroglu setelah pencalonan, Senin (6/3/2023), di hadapan ribuan pendukungnya.
Ia gagal memenangi pemilu selama 13 tahun memimpin CHP. Kilicdaroglu adalah mantan birokrat, memimpin lembaga keamanan sosial Turki sebelum terpilih sebagai anggota parlemen tahun 2002. Ia menjadi terkenal setelah mengungkap dugaan korupsi yang melibatkan anggota partai Erdogan. Ia terpilih menggantikan mantan ketua CHP yang mundur menyusul kasus skandal seks.
Koalisi enam partai oposisi yang dikenal sebagai Aliansi Bangsa menyerukan pemulihan demokrasi parlementer dan menghapuskan sistem presidensial di Turki jika berhasil melengserkan Erdogan. Menurut kelompok oposisi, sistem presidensial yang disetujui dalam referendum tahun 2017 itu telah mengarah pada ”pemerintahan satu orang” tanpa perimbangan kekuasaan.
”Kami akan memerintah Turki melalui konsultasi dan konsensus. Sebagai pemimpin partai-partai politik yang membentuk Aliansi Bangsa, kami juga sepakat dengan peta jalan untuk transisi guna memperkuat sistem parlementer,” ujar Kilicdaroglu.
Meski demikian, pencalonan itu diwarnai ketidaksetujuan salah satu anggota koalisi. Meral Aksener, pemimpin partai nasionalis, Partai Kebaikan (IYI), menarik diri dari koalisi, Jumat pekan lalu, setelah nama Kilicdaroglu muncul sebagai kandidat. Aksener merupakan mantan menteri dalam negeri, dan Partai Iyi memiliki suara kedua terbesar dalam koalisi oposisi.
Menurut Aksener, Kilicdaroglu kurang populer untuk menghadapi Erdogan dalam pemilu presiden. Ia lebih memilih wali kota Istanbul atau Ankara sebagai kandidat daripada Kilicdaroglu. Namun, Aksener kemudian kembali ke koalisi oposisi setelah mendapat kompromi. Wali Kota Istanbul Ekrem Imamoglu dan Wali Kota Ankara Mansur Yavas akan dicalonkan sebagai wakil presiden.
Menurut Aksener, Kilicdaroglu kurang populer untuk menghadapi Erdogan dalam pemilu presiden.
Selain CHP dan IYI, anggota koalisi oposisi mencakup Partai Saadet (SP) pimpinan Temel Karamollaogly, Partai Demokrat pimpinan Gultekin Uysal, Partai Demokrasi dan Progresif (DPP) pimpinan Ali Babacan, dan Partai Masa Depan (FP) pimpinan Ahmet Davutoglu. Babacan pernah menjabat menteri perekonomian di bawah pemerintahan Erdogan, sedangkan Davutoglu pernah menjabat perdana menteri.
Yang tidak termasuk dalam aliansi oposisi adalah Partai Rakyat Demokratik pro-Kurdi, partai oposisi kedua terbesar. Partai ini terancam bubar setelah pemerintah bertindak keras karena menilai partai ini terkait kelompok pemberontak Kurdi.
Terberat
Kemunculan Kilicdaroglu kali ini membawa tantangan terberat bagi Erdogan selama berkuasa. Ini juga pemilu terberat yang akan dihadapi Erdogan sepanjang kekuasaan selama 20 tahun terakhir di tengah kemerosotan ekonomi dan kritik atas respons pemerintah terhadap penanganan bencana gempa dahsyat pada bulan lalu.
Jajak pendapat memperlihatkan perolehan ketat. Sempat terbit harapan Erdogan bisa dengan mudah mengatasi tantangan setelah IYI mundur dari koalisi, tetapi kondisi sekarang kembali berbalik. Terakhir kali oposisi bersatu melengserkan sekutu Erdogan dalam pemilihan daerah tahun 2019. Mereka mampu mengambil alih dua kota besar sehingga melemahkan kekuatan Erdogan.
Persetujuan publik terhadap pemerintahan Erdogan menurun setelah inflasi tinggi hingga mencapai 85 persen yang menguras tabungan masyarakat. ”Ini ‘kudeta’ politik masif terhadap Erdogan dan bisa memberikan oposisi kemenangan yang meyakinkan pada putaran pertama pemilu 14 Mei,” kata Hakan Akbas, Direktur Pelaksana Strategis Advisory Services, konsultan politik yang berbasis di Istanbul. (AP/AFP/REUTERS)