Korban Gempa Turki Terus Bertambah, Begitu Juga Kritik terhadap Erdogan
Korban gempa di Turki sudah melebihi 17.000 orang dan diperkirakan terus bertambah. Masyarakat menganggap pemerintah tidak sigap menangani bencana.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
AFP/ADEM ALTAN
Para penyintas berkumpul di antara api unggun dengan latar belakang bangunan yang runtuh di Kahramanmaras, Turki, Rabu (8/2/2023). Gempa besar menewaskan lebih dari 17.000 orang di Turki dan diperkirakan jumlah korban akan terus meningkat.
GAZIANTEP, JUMAT — Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meneruskan tur meninjau lokasi gempa di 10 provinsi. Meskipun demikian, kedatangan dia tidak disambut terlalu hangat oleh masyarakat. Mereka menilai kinerja pemerintah terlalu lambat, padahal sudah empat hari berlalu sejak gempa mengguncang.
Erdogan berpidato di depan puing-puing bangunan di Gaziantep, Kamis (9/2/2023). Sebelumnya, ia telah mengunjungi wilayah lain yang terkena gempa, yaitu Kahramanmaras, Hatay, dan Adana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana Turki (AFAD) melaporkan, sebagaimana dikutip kantor berita Demiroren (DHA), per Jumat (10/2/2023) pagi, jumlah korban tewas sebanyak 17.174 jiwa. Jumlah ini diperkirakan terus bertambah sehingga berpotensi lebih besar dibandingkan dengan gempa pada 1999 yang menelan korban 18.000 jiwa.
Jumlah korban luka-luka ada 72.879 orang dan sebanyak 30.360 orang harus dibawa ke rumah sakit ataupun klinik di provinsi lain karena fasilitas kesehatan di 10 provinsi terdampak penuh, beberapa bahkan rusak parah. AFAD juga mendata jumlah bangunan yang hancur ada 6.444 unit.
USGS
Lokasi gempa utama M 7,8 dan gempa susulan M 7,5 di Turki, Senin (6/2/2023).
”Rumah-rumah yang hancur akan dibangun dalam jangka waktu satu tahun. Saya yakin kita bisa melakukannya karena kita sudah melaksanakannya untuk kejadian gempa di Elazig, Izmir, dan Duzce tahun 1999” kata Erdogan, dikutip DHA.
Ia juga mengatakan, pemerintah memberlakukan masa tanggap darurat bencana selama tiga bulan ke depan. Setiap korban akan diberi santunan 10.000 lira Turki atau Rp 8 juta dengan harapan bisa meringankan beban perekonomian walaupun sedikit. Dalam pidato itu, Erdogan mengecam tindakan sekelompok orang yang melakukan penjarahan di toko-toko yang rusak karena mengambil kesempatan di dalam kesempitan.
Sementara itu, kepada Anadolu, Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu mengatakan, Turki menerima bantuan dari 95 negara dan 16 organisasi internasional. Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), misalnya, mengucurkan dana 85 juta dollar AS untuk Turki dan Suriah di luar berbagai bantuan kemanusiaan yang antara lain berupa makanan, selimut, baju hangat, air bersih, dan perlengkapan mandi.
Cavosoglu menjelaskan, ada 120.344 petugas AFAD dan organisasi mitra turun ke lapangan. Mereka dibantu oleh 6.479 petugas dari 56 negara untuk mengevakuasi korban. ”Akan ada tim bantuan dari 19 negara yang tiba di Turki dalam 24 jam,” ujarnya.
Kritik
IHA VIA AP
Foto udara menunjukkan kehancuran akibat gempa di pusat kota Hatay, Turki, Selasa (7/2/2023). Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, 13 juta dari 85 juta penduduk negara itu terkena dampak gempa. Erdogan juga mengumumkan keadaan darurat di 10 provinsi.
Penanganan bencana pemerintah dinilai tidak memuaskan oleh masyarakat. Gempa terjadi pada Senin (6/2/2023) dan empat hari kemudian, masih banyak lokasi yang belum tersentuh petugas evakuasi. Partai-partai oposisi cepat menuding Erdogan, yang menjabat sebagai presiden sejak 2014 dan sebelumnya sebagai perdana menteri sejak 2003, tidak pernah memperhatikan risiko kebencanaan di Turki sehingga tidak pernah ada mitigasi.
Masyarakat ingin terlibat mengevakuasi para korban. Salah satunya Sabiha Alinak dari Malatya. Ia hanya bisa pasrah melihat kerabatnya terperangkap di bawah puing-puing. ”Kalau petugas belum bisa datang, setidaknya beri kami alat-alat agar bisa mengevakuasi sendiri,” ujarnya.
Nasuh Mahruki, pendiri lembaga swadaya masyarakat tanggap darurat bencana, menerangkan, birokrasi adalah hambatan utama penanganan bencana. Pada tahun 1999, Mahruki dan tim bekerja sama dengan militer Turki mengevakuasi korban gempa.
”Ketika itu, militer langsung terjun ke lokasi bencana tanpa menunggu perintah pusat sehingga evakuasi segera terlaksana. Sekarang, protokol itu dicabut dan militer tidak bisa turun tanpa perintah pusat,” ucapnya.
Menurut Mahruki, beban yang diemban AFAD terlalu berat. Pemerintah harus membuat kembali protokol tanggap bencana yang memungkinkan militer, polisi, pemadam kebarakan, dan LSM yang profesional di bidang itu bisa segera beraksi jika terjadi bencana.
AFP/AAREF WATAD
Para korban gempa dilarikan ke bangsal darurat di Rumah Sakit Bab al-Hawa di wilayah yang dikuasai pemberontak di Provinsi Idlib, Suriah, 6 Februari 2023.
Jika di Turki yang mapan saja bermasalah, kondisi di Suriah lebih nestapa. Media CNBC, mengutip data pemerintahan Presiden Bashar al-Assad, menyebutkan, jumlah korban tewas mencapai 3.800 jiwa. Ini belum termasuk jumlah korban di daerah yang dikuasai pemberontak karena belum ada pihak yang mengeluarkan angka pastinya.
”Kami membutuhkan bantuan alat-alat berat untuk mengevakuasi korban dari bawah puing-puing, tidak hanya bantuan kemanusiaan,” kata Mohamed Shibli dari kelompok pertahanan sipil Helm Putih yang beroperasi di wilayah pemberontak Suriah kepada harian The New York Times. (REUTERS)