Dukungan kandidat presiden ketiga kepada Recep Tayyip Erdogan mengubah peta kekuatan di putaran kedua yang berpihak pada Erdogan. Harapan oposisi tinggal pada 11 persen pemilih yang tak memberi suara di putaran pertama.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·4 menit baca
Presiden petahana Recep Tayyip Erdogan kini berada di atas angin untuk berpeluang kembali terpilih sebagai presiden Turki periode 2023-2028 pada pemilu presiden putaran kedua, Minggu (28/5/2023). Peluang itu diperoleh Erdogan setelah hari Senin (22/5/2023) ia mendapat dukungan dari Sinan Ogan. Ogan adalah kandidat presiden ketiga yang tersisih pada pemilu presiden putaran pertama, 14 Mei lalu.
Pada pemilu presiden putaran pertama, Erdogan—kandidat dari Koalisi Rakyat—meraih dukungan 49,24 persen suara, Kemal Kilicdaroglu—kandidat dari Koalisi Umat—45,07 persen. Sementara Ogan—kandidat dari Koalisi Leluhur (ATA)—5,28 persen. Lantaran tak ada satu pun calon presiden yang meraup dukungan suara 50 persen plus satu untuk menang dalam satu putaran saja, digelarlah pemilu presiden putaran kedua pada 28 Mei ini.
Pasca-pemungutan suara putaran pertama, nama Sinan Ogan segera menjadi buah bibir di dalam negeri Turki dan kalangan internasional. Ia dinilai menjadi kingmaker pada pemilu presiden putaran kedua nanti. Teka-teki tentang ke mana suara pendukung Ogan sebanyak 5,17 persen itu diarahkan, akhirnya terjawab pada hari Senin lalu saat Ogan secara resmi menyatakan dukungannya kepada Erdogan.
Keberpihakan Ogan terhadap Erdogan sesungguhnya sudah diduga oleh sebagian pengamat di Turki mengingat Ogan adalah sempalan dari Partai Gerakan Nasionali (MHP) yang tergabung dalam Koalisi Rakyat pimpinan Erdogan. Jadi, Ogan adalah anak ideologis MHP yang secara emosional lebih dekat ke Erdogan terkait keberadaan MHP dalam koalisi pimpinan Erdogan.
Dukungan Ogan terhadap Erdogan itu di atas kertas langsung mengubah peta kekuatan yang mengarah berpihak kepada Erdogan dalam putaran kedua. Memang, ibarat permainan sepak bola, hasil pertandingan ditentukan di lapangan hijau, bukan hitungan di atas kertas. Namun, kalkulasi rasional mengarah menuju kemenangan Erdogan.
Memang tidak ada jaminan bahwa 5,28 persen suara yang diperoleh Ogan akan dilimpahkan semua kepada Erdogan. Bahkan, hampir dipastikan suara yang diraih Ogan itu akan pecah antara mendukung Erdogan dan Kilicdaroglu.
Pecahnya suara pendukung Ogan itu lebih bisa dipastikan menyusul keputusan Partai Keadilan (AP) pimpinan Vecdet Oz, yang berada dalam Koalisi Leluhur (ATA), menyatakan secara resmi mendukung Kilicdaroglu. Adapun Partai Kemenangan (ZP) pimpinan Umit Ozdag, yang juga anggota Koalisi ATA, menegaskan, sikap Ogan yang mendukung Erdogan adalah sikap pribadi Ogan, bukan kebijakan Koalisi ATA.
Seperti diketahui, Koalisi Leluhur (ATA) terdiri dari beberapa partai politik kecil, yaitu Partai Kemenangan (ZP), Partai Keadilan (AP), Partai Negeriku (UK), dan Partai Aliansi Turki (TIP). Semua ideologi partai politik yang tergabung dalam ATA beraliran nasionalis Kemalis sekuler.
Kalkulasi rasional mengarah menuju kemenangan Erdogan.
Sikap politik yang berbeda-beda antara Ogan, Ozdag, dan Oz dalam menghadapi pemilu presiden putaran kedua menunjukkan bahwa Koalisi ATA secara de facto sudah bubar. Bubarnya Koalisi ATA ini memperlihatkan bahwa suara yang diraih Ogan akan pecah pada pemilu presiden putaran kedua, yakni antara mendukung Erdogan dan Kilicdaroglu.
Meskipun suara yang diraih Ogan pecah, Erdogan yang sudah meraih suara 49,24 persen cukup aman jika mendapat limpahan 1 persen saja dari suara Ogan. Jika itu yang terjadi, suara dukungan pada Erdogan menjadi 50,24 persen dan itu sudah cukup untuk memenangi pemilu presiden, 28 Mei ini.
Menurut banyak pengamat politik Turki, di antaranya pengamat politik Yavuz Selim Oglu, Erdogan minimal bakal mendapat limpahan 2 persen suara, sedangkan Kilicdaroglu bisa mendapat limpahan hampir 3 persen dari suara Ogan. Jika prediksi mereka benar, Erdogan hampir dipastikan melenggang menuju jabatan presiden Turki periode 2023-2028.
Perimbangan kekuatan yang memihak Erdogan itu segera disadari oleh kubu Kilicdaroglu. Kubu Kilicdaroglu kini menyadari bahwa sangat sulit jika hanya mengandalkan limpahan suara Ogan untuk bisa mengalahkan Erdogan. Dengan asumsi bahwa Kilicdaroglu mendapat limpahan 3 persen dari suara Ogan, diperkirakan suara yang diperolehnya pada putaran kedua nanti adalah 48,07 persen. Dengan perolehan ini, Kilicdaroglu akan kalah.
Apakah dengan kalkulasi tersebut pemilu presiden putaran kedua sudah selesai atau Erdogan pasti menang? Bagi kubu Kilicdaroglu, tentu pemilu putaran kedua belum selesai. Mereka masih bisa berujar bahwa ibarat permainan sepak bola, hasil pertandingan ditentukan di lapangan hijau.
Kubu Kilicdaroglu masih berharap pada suara rakyat yang tidak menggunakan hak suaranya atau tidak pergi ke TPS pada pemilu putaran pertama, 14 Mei lalu.
Kubu Kilicdaroglu masih berharap pada suara rakyat yang tidak menggunakan hak suaranya atau tidak pergi ke tempat pemungutan suara (TPS) pada pemilu putaran pertama, 14 Mei lalu. Menurut komite pusat pemilu Turki, rakyat yang menggunakan hak suaranya pada pemilu presiden putaran pertama adalah 88,84 persen dari 64 juta warga Turki yang memiliki hak suara. Jadi, 11 persen atau lebih dari 7 juta pemilih tidak menggunakan hak suaranya pada putaran pertama, 14 Mei lalu.
Suara 11 persen inilah yang menjadi harapan terakhir kubu Kilicdaroglu untuk bisa mengubah lagi perimbangan kekuatan di Turki yang dapat memihak Kilicdaroglu. Karena itu, kubu Kilicdaroglu kini menyerukan rakyat Turki yang tidak menggunakan hak suara pada putaran pertama untuk berbondong-bondong memberikan hak suaranya pada Kiricdaroglu di putaran kedua.
Kilicdaroglu kini sangat menggantungkan harapan pada mereka untuk bisa mengalahkan Erdogan. Memang juga tidak ada jaminan bahwa keseluruhan dari 11 persen pemilih itu akan mendukung Kilicdaroglu. Hampir dipastikan, mereka juga akan pecah antara mendukung Erdogan dan Kilicdaroglu.
Namun, ceruk suara 11 persen itu cukup lebar untuk mempersempit perbedaan perolehan suara Erdogan dan Kilicdaroglu pada putaran pertama, yakni selisih lebih dari 4 persen suara.
Para pengamat dan lembaga survei pun belum memprediksi atau membuat kalkulasi mengenai persentase dari 11 persen pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya pada putaran pertama: ke mana suara mereka akan diberikan pada putaran kedua, apakah mendukung Erdogan atau Kilicdaroglu.
Meski demikian, ceruk suara 11 persen itu merupakan harapan terakhir bagi Kilicdaroglu untuk mengubah lagi perimbangan kekuatan yang bisa mengantarkannya ke kursi presiden periode 2023-2028.