ASEAN perlu meningkatkan upaya memangkas waktu bongkar muat dan biaya pengiriman barang jika ingin memacu perdagangan internal kawasan. Perdagangan di antara sesama negara ASEAN terhambat oleh prosedur bea dan cukai.
Oleh
KRIS MADA, CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·5 menit baca
MANGGARAI BARAT, KOMPAS — Indonesia mendorong penguatan perdagangan dan kerja sama ekonomi internal ASEAN. Perlindungan pekerja migran juga tetap diperhatikan Indonesia selama menjadi Ketua ASEAN periode 2023.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh membahas peningkatan kerja sama perdagangan. Indonesia ingin perdagangan bilateral dengan Vietnam mencapai 15 miliar dollar AS pada 2028. ”Beliau berdua optimistis target tersebut akan dapat terpenuhi dengan syarat semua restriksi perdagangan atau hambatan perdagangan dapat dikurangi, kalau tidak bisa dihilangkan sepenuhnya,” ujarnya, Selasa (9/5/2023), di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Jokowi dan Pham bertemu menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Manggarai Barat. Selain dengan Pham, Presiden juga menggelar pertemuan bilateral dengan PM Malaysia Anwar Ibrahim, PM Timor Leste Taur Matan Ruak, dan PM Laos Sonexay Siphandone. Para pemimpin ASEAN datang ke Labuan Bajo secara bergelombang pada Selasa dan Rabu. Mereka akan mengikuti rangkaian puncak KTT ASEAN pada 10-11 Mei 2023.
Dengan Pham dan Taur, Jokowi mencapai persetujuan perundingan perjanjian investasi bilateral. Presiden dan Taur juga membahas peningkatan perdagangan di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste. ”Kedua pemimpin sepakat akan dibentuk kelompok kerja bersama yang akan mempersiapkan pengembangan kawasan ekonomi di perbatasan kedua negara,” kata Retno.
Isu ekonomi juga menjadi inti pembicaraan Jokowi dengan Sonexay. Mereka membahas kerja sama BUMN kedua negara selama beberapa waktu ini.
Kepada Anwar, Pham, dan Taur, Presiden mengangkat pula soal penyelesaian isu perbatasan. Indonesia belum menyelesaikan masalah perbatasan darat dan maritim dengan Vietnam, Malaysia, dan Timor Leste. Hanya dengan Laos tidak ada pembahasan soal perbatasan. Sebab, sama sekali tidak ada perbatasan darat apalagi laut antara Indonesia dengan Laos.
Isu lain yang dibahas dengan Anwar dan Sonexay adalah soal perlindungan pekerja migran. ”Bapak Presiden kembali mengingatkan pentingnya optimalisasi sistem satu kanal dan perlindungan para pekerja migran Indonesia yang bekerja di Malaysia,” ujar Retno.
Mitigasi
Inti pembicaraan Presiden dengan para koleganya tidak lepas dari kondisi kawasan dan global. Dalam laporan pada April 2023, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperingatkan potensi penurunan pertumbuhan perdagangan global. Pada 2022, realisi pertumbuhan perdagangan global hanya 2,7 persen. Padahal, sebelumnya WTO menaksir perdagangan global tahun lalu tumbuh 3,5 persen. Adapun pada 2023, WTO menaksir perdagangan global malah hanya tumbuh 1,7 persen.
Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala mengajak pemerintah sejumlah negara memangkas aneka hambatan dagang. WTO juga mengimbau sejumlah negara menghindari upaya pemisahan rantai pasok global. Alih-alih membentuk blok-blok, WTO mengajak negara-negara meningkatkan kerja sama multilateral.
Ekonom Kepala WTO Ralph Ossa mengatakan, ketegangan geopolitik masih menjadi perintang utama perdagangan global. Selain itu, kenaikan suku bunga acuan di berbagai negara maju ikut memengaruhi perdagangan global. Sistem transaksi global juga rentan seiring kebangkrutan berbagai bank di Eropa dan Amerika Serikat.
Sementara Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD) menyebut, perdagangan global 2023 bisa mencapai 32,5 triliun dollar AS. Seperti IMF dan WTO, UNCTAD juga menyimpulkan dampak negatif ketegangan geopolitik akan terus ada di 2023.
Nilai perdagangan global terdampak oleh harga komoditas. Sebagian komoditas akan tetap tinggi harganya, sebagian lagi mulai berkurang. Akibatnya, neraca perdagangan sejumlah negara akan tertekan karena ekspor mereka mengandalkan komoditas dalam perdagangan internasionalnya.
UNCTAD menyoroti perubahan alur rantai pasok global. Faktor geopolitik amat berperan dalam perubahan alur rantai itu. Berbagai pelaku usaha memindahkan tempat produksi mendekati pasar (near-shoring), kembali ke negara asal (re-shoring), atau ke negara-negara yang dianggap bersahabat (friends-shoring). Tren itu bisa memicu regionalisasi perdagangan internasional. Alih-alih bebas ke berbagai negara, perdagangan internasional masa mendatang malah terbatas di blok-blok atau wilayah-wilayah saja.
Keterbatasan
Di tengah tren itu, mengacu data Sekretariat Jenderal ASEAN, perdagangan antaranggota ASEAN rendah dan cenderung menurun selama beberapa tahun terakhir. Dari 26 persen pada 2012, porsi perdagangan antaranggota dalam perdagangan internasional ASEAN tersisa 21 persen pada 2022.
Dalam riset Vedy Ardine dan rekan-rekannya dari Universitas Indonesia ditemukan sejumlah penghambat perdagangan internal ASEAN. Perintang utama masih tetap berupa aneka hambatan nontarif (NTMs). Bentuknya berupa aturan kebersihan produk, kewajiban pemeriksaan sebelum pengiriman, dan aturan soal identifikasi asal produk. Dampaknya, biaya produksi dan distribusi secara keseluruhan melonjak sehingga daya saing produk menurun.
Perdagangan di antara sesama ASEAN masih terus terhambat oleh prosedur bea dan cukai sesama anggota ASEAN. Diperlukan kebijakan khusus, atau lazim disebut fasilitasi perdagangan, untuk mendorong ekspor-impor di antara sesama negara anggota ASEAN. Berbagai riset menunjukkan, dampak fasilitasi perdagangan lebih besar dibandingkan penurunan tarif. Bahkan, fasilitasi perdagangan bisa lebih berdampak dibandingkan membuat kawasan perdagangan bebas.
Masalah lain yang menghambat perdagangan sesama ASEAN adalah isu logistik. Dalam indeks kinerja logistik (LPI) Bank Dunia terungkap, indeks mayoritas ASEAN masih di bawah rata-rata global. Hal itu menyulitkan sesama ASEAN mengirimkan komoditas mereka.
Vedy dan rekan-rekannya juga menyimpulkan, ASEAN perlu meningkatkan upaya memangkas waktu bongkar muat dan biaya pengiriman barang jika ingin memacu perdagangan internal kawasan. Aneka kebijakan pemerintah, khususnya bea dan cukai, berperan penting dalam memacu ekspor dan impor. Harmonisasi aturan bea dan cukai menjadi salah satu pekerjaan rumah yang perlu diprioritaskan ASEAN untuk mendukung Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Anggota ASEAN perlu sama-sama paham bahwa tujuan mereka adalah menyatukan kawasan ini. Karena itu, perencanaan serta pembangunan infrastruktur dan kebijakan dagang perlu diarahkan ke tujuan itu.
Vedy dan rekannya mendukung keputusan sejumlah pemerintah ASEAN memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Dengan catatan, infrastruktur dibangun untuk meningkatkan keterhubungan kawasan. (AFP/REUTERS)