Janji Biden kepada Marcos, AS Siap Bantu Filipina jika China Mengintimidasi
Filipina merasa terus diintimidasi China terkait isu Laut China Selatan. Protes mereka sebanyak 200 kali sejak tahun 2022 tak pernah digubris Beijing.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Amerika Serikat menegaskan kembali komitmen mereka membela Filipina apabila negara di Asia Tenggara itu diserang oleh China. Topik ini mengemuka dalam pertemuan antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Junior di Gedung Putih, Washington DC. Filipina mengeluhkan intrusi kapal-kapal China ke Laut China Selatan yang, menurut Manila, semakin keterlaluan.
”Secara historis, AS sudah memiliki kedekatan dengan Filipina. Sesuai dengan perjanjian, AS akan membela Filipina jika terjadi tindakan agresif terhadap Filipina di bumi mereka dan di Laut China Selatan. AS juga akan memodernkan angkatan bersenjata Filipina,” kata Biden kepada Marcos pada awal pertemuan di ruang Kantor Oval Gedung Putih, Senin (1/5/2023) sore atau Selasa (2/5/2023) dini hari waktu Indonesia.
Marcos sedang melawat ke AS. Ia adalah presiden pertama Filipina yang mengadakan lawatan ke negara itu dalam sepuluh tahun terakhir. Pendahulunya, Rodrigo Duterte, sengaja mengambil langkah politik menjauhkan Filipina dari AS dengan alasan tidak mau bersikap sebagai bekas koloni ”Negara Paman Sam”.
Dalam kunjungan ini, Marcos dan Biden menegaskan kembali hal-hal yang tertuang di dalam Perjanjian Pertahanan AS-Filipina tahun 1951. Pekan lalu, kedua negara itu selesai menggelar latihan militer terbesar di wilayah Filipina sejak tahun 1990. AS juga memberi Filipina tiga unit pesawat Hercules C-130 dan dua unit kapal patroli untuk menambah kekuatan pasukan penjaga pantai.
Marcos mengeluhkan perilaku China yang semakin intrusif di Laut China Selatan atau yang oleh Manila disebut sebagai Laut Filipina Barat. Pada 23 April, kapal patroli Filipina mengajak sekelompok wartawan meliput ke Karang Ayungin atau yang oleh China disebut Renai Jiao. Kapal patroli China mencegat mereka dan menembakkan laser sehingga para awak kapal Filipina terkena gangguan penglihatan sementara.
Sejak dilantik menjadi presiden pada Juni 2022, Marcos sudah 77 kali mengajukan protes diplomatik kepada China. Apabila digabung dengan semua keluhan tahun 2022, sudah 200 kali Filipina mengajukan protes. Semua tidak ditanggapi oleh Beijing. Ini membuat Filipina dan negara-negara lain menilai Beijing sengaja tidak melakukan komunikasi yang setara.
Sejak tahun 2022, sudah 200 kali Filipina mengajukan protes. Semua tidak ditanggapi oleh Beijing.
Beijing menganggap Laut China Selatan sebagai milik mereka berdasarkan metode pengukuran historis yang disebut Sembilan Garis Putus-putus. Akibatnya, mereka mengeklaim Laut China Selatan dalam jarak 1.500 kilometer dari pesisir China.
Perairan yang mereka klaim ini sejatinya merupakan wilayah milik Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Indonesia. Mahkamah Internasional pada 2016 menyatakan bahwa metode Sembilan Garis Putus-putus ini tidak sah dan China wajib mematuhi aturan internasional. Namun, China tidak mematuhinya dan tetap melakukan intrusi.
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan China akan segera memulai kembali pembahasan mengenai kode tata berperilaku (code of conduct/COC) untuk Laut China Selatan. Proses ini mandek akibat pandemi Covid-19.
”China setuju untuk bertemu dengan perwakilan kita guna membahas pembagian wilayah penangkapan ikan,” kata Marcos kepada surat kabar Philstar di atas pesawat kepresidenan dalam penerbangan menuju Washington.
Ia mengatakan, diplomasi tetap dilakukan dengan memperkuat hubungan langsung Manila-Beijing. Apabila persoalan ini dibahas secara diplomatik, kedua pihak harus berstatus sebagai mitra wicara yang setara.
Meskipun demikian, Marcos mengeluhkan perilaku China yang tetap penuh intimidasi, baik secara intrusi di Laut China Selatan maupun secara verbal.
Duta Besar China untuk Filipina Huang Xilian dalam sebuah forum di Manila mengutarakan kata-kata yang dianggap mengancam Filipina. Ia mengatakannya dalam konteks wacana kemerdekaan Taiwan. Mengingat kedekatan Filipina dengan AS, Huang mengutarakan agar Filipina jangan terseret mendukung kemerdekaan Taiwan.
”Lakukan ini kalau Filipina memang peduli dengan nasib 150.000 tenaga kerja migran kalian di Taiwan,” kata Huang.
Asia Tenggara menyumbang tenaga kerja migran terbesar di Taiwan. Indonesia saja memiliki 350.000 warga yang bekerja di sana. Mayoritas mereka bekerja di sektor domestik sebagai penjaga lansia dan pengasuh anak. Ada pula yang bekerja di pabrik dan sebagai anak buah kapal penangkap ikan.
Melihat situasi di Selat Taiwan yang penuh risiko eskalasi ketegangan, ASEAN menyusun rencana evakuasi jika terjadi hal yang membahayakan warga Asia Tenggara di Taiwan. (AP)