Sungguh dikhawatirkan jika Laut China Selatan dijadikan teater konflik AS-China. Jika kekhawatiran itu sampai terjadi, stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan ini akan terancam runyam.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
(JAM STA ROSA/POOL PHOTO VIA AP)
Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd James Austin III berjabat tangan dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr dalam pertemuan di Istana Malacanang, Manila, 2 Februari 2023.
Pembaruan kerja sama militer antara Filipina dan Amerika Serikat menimbulkan perbincangan kemungkinan potensi konflik di Laut China Selatan meningkat.
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr, yang berkuasa sejak Juni 2022, menegaskan akan meningkatkan pertahanan kedaulatan teritorialnya dari ancaman asing. Meski tidak disebut secara eksplisit, kekuatan asing yang dimaksudkan Marcos Jr tentu saja China karena patroli laut China sering bentrok dengan pasukan penjaga sektor wilayah yang diklaim Filipina di Kepulauan Spratly dan Paracel di Laut China Selatan.
Hubungan Filipina-China memanas dalam beberapa waktu terakhir karena pasukan patroli laut kedua negara terlibat dalam bentrokan di Laut Filipina Barat. Kehadiran pasukan China dilaporkan meningkat pesat di perairan itu Desember lalu. Rupanya, atas dasar situasi yang terdesak itu, Filipina merasa perlu memperbarui kerja sama dengan Amerika Serikat (AS) dalam upaya menghalau pasukan China sekaligus menjaga wilayah kedaulatannya.
(MALACANANG PRESIDENTIAL COMMUNICATIONS OFFICE VIA AP)
Foto yang dirilis Istana Kepresidenan Filipina, Selasa (28/2/2023), Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr berjalan di hadapan anggota Angkatan Udara Filipina saat berkunjung ke Pangkalan Udara Brigjen Benito N Euben di Kota Lapu-Lapu, Provinsi Cebu.
Dukungan militer AS akan memperkuat rasa percaya diri dan posisi Filipina dalam menghadapi tekanan China di Kepulauan Spratly dan Paracel. Sesungguhnya tidak hanya Filipina yang merasa tertekan oleh China, tetapi juga Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan di Spratly dan Paracel. Sebaliknya, China tampak semakin merasa di atas angin.
Pertarungan China dengan empat negara anggota ASEAN, ditambah Taiwan, bersumber pada klaim tumpang tindih kepemilikan di Spratly dan Paracel. Belum ditemukan penyelesaian damai melalui perundingan dan sebaliknya potensi konflik justru cenderung meningkat.
Apalagi, China kian agresif memperlihatkan kehadirannya di gugusan kepulauan atol itu. Tanpa peduli terhadap kecaman dari pemangku kepentingan di wilayah persengketaan itu, China terus saja membangun di tengah laut.
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Menteri Luar Negeri China Qin Gang melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Joko Widodo, Rabu (22/2/2023), di Istana Merdeka, Jakarta.
Agresivitas China itu sama sekali tidak membantu meredam ketegangan, tetapi justru semakin menyulut konflik. Apalagi, sudah muncul keluhan, dominasi China di Spratly dan Paracel dapat mengganggu lalu lintas perlayaran internasional di Laut China Selatan.
Hampir tak terelakkan pula kemungkinan AS ikut campur tangan jika China dan lima negara lain gagal menyelesaikan persengketaan di Laut China Selatan. Kegagalan itu bisa dipakai AS sebagai peluang untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan ini. Bukan tidak mungkin pembaruan kerja sama militer dengan Filipina akan mendorong AS lebih aktif dalam mendukung pemerintahan Marcos Jr dalam menghadapi tekanan China di Laut China Selatan.
Lebih-lebih lagi, hubungan AS-China sedang mengalami ketegangan oleh persaingan perdagangan, militer, ekonomi, dan pengaruh global yang kian keras. Sungguh dikhawatirkan jika Laut China Selatan dijadikan teater konflik kedua negara besar itu. Jika kekhawatiran itu sampai terjadi, stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan ini akan terancam runyam.