AS sumber utama surplus ASEAN. Dengan China, ASEAN konsisten mencatatkan defisit. Vietnam sekalipun defisit dari berdagang dengan China.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
Hanoi, Minggu - Tetangga Indonesia di Asia Tenggara semakin gesit mencari peluang baru dan meningkatkan pasar ekspor. Dengan kapasitas ekonomi di bawah Indonesia, tetangga-tetangga Indonesia bisa mencatatkan surplus dengan sejumlah mitra dagang utama ASEAN.
Baru-baru ini, kegesitan ini ditunjukkan oleh Vietnam. Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh mengatakan, Hanoi dan Washington telah menjajaki peningkatan kemitraan. Dari kemitraan komprehensif sejak tahun 2013, Amerika Serikat-Vietnam menjajaki peningkatan status menjadi kemitraan strategis.
”Kami telah menugaskan lembaga terkait untuk berkoordinasi dengan pihak AS sehingga kami bisa mempertimbangkan dan semangat meningkatkan kemitraan kedua negara menjadi lebih tinggi,” ujarnya, Sabtu (15/4/2023), di Hanoi, Vietnam.
Ia menyatakan itu kala menerima Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di Hanoi. Peningkatan hubungan AS-Vietnam menjadi fokus lawatan Blinken ke Vietnam. ”Dari sudut pandang kami, ini waktu tepat untuk meningkatkan kemitraan,” katanya.
Dengan status kemitraan komprehensif, Vietnam telah mendapat manfaat besar dari AS. Washington, antara lain, memberikan 24 kapal patroli pasukan penjaga pantai ke Hanoi. Kapal-kapal itu datang dalam tiga gelombang.
”AS kekuatan nomor satu dunia. Dengan demikian, peningkatan hubungan baik dengan Vietnam akan membantu peningkatan posisi diplomatiknya, khususnya untuk perundingan Vietnam dengan China di Laut China Selatan,” kata peneliti kajian Vietnam pada ISEAS-Yusof Ishak Institute, Le Hong Hiep.
Peneliti kajian Asia Tenggara pada National War College AS, Zachary Abuza, menyebut Vietnam selalu berhati-hati soal hubungan dengan AS dan China. Hanoi selalu berusaha berimbang. Namun, bagi Vietnam, AS lebih menguntungkan daripada China jika menyangkut neraca perdagangan.
AS merupakan sumber utama surplus ASEAN. Dari skala puluhan miliar dollar AS, ASEAN mencatatkan surplus ratusan miliar dollar AS dengan Washington. Sebaliknya dengan China, ASEAN konsisten mencatatkan defisit. Vietnam sekalipun defisit dalam hubungan dagangnya dengan China.
Surplus
Vietnam menjadi penikmat utama surplus perdagangan ASEAN-AS. Mengacu pada Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perdagangan, ASEAN mencatat surplus 245 miliar dollar AS dalam perdagangan dengan AS pada 2022. Dari jumlah itu, Vietnam menikmati 124 miliar dollar AS atau 50,6 persen.
Sementara Indonesia, dengan produk domestik bruto berkali lipat dari Vietnam, hanya mencatat surplus 27 miliar dollar AS. Surplus perdagangan Indonesia-AS pun lebih rendah dibandingkan dengan surplus perdagangan Thailand terhadap AS dan Malaysia terhadap AS. Catatan dari tahun-tahun sebelumnya pun menunjukkan keunggulan Vietnam dibandingkan dengan Indonesia.
Sebagian pabrik milik perusahaan AS pindah dari China ke Vietnam. Dalam kajian Universitas Indonesia dan Kementerian Luar Negeri RI, Vietnam menjadi pesaing serius Indonesia dalam menarik perusahaan AS yang relokasi dari China. Malaysia dan Singapura juga menjadi pesaing Indonesia.
Kegesitan tiga negara itu tidak hanya soal mendekati AS. Bulan lalu, PM Malaysia Anwar Ibrahim dan PM Singapura Lee Hsien Loong serentak datang ke China. Meski berbeda jam, mereka diterima Presiden China Xi Jinping pada hari yang sama.
Kegesitan tiga negara itu tidak hanya soal mendekati AS. Bulan lalu, Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim dan PM Singapura Lee Hsien Loong serentak datang ke China. Meski berbeda jam, mereka diterima Presiden China Xi Jinping pada hari yang sama.
Tim ekonom Dana Moneter Internasional (IMF) menyoroti kaitan isu geopolitik dengan aliran investasi. Tim yang dipimpin JaeBin Ahn memeriksa hingga 300.000 realisasi investasi pada 2003-2022. Mereka menyimpulkan investasi sangat terdampak faktor geopolitik.
Peningkatan ketegangan geopolitik kini menjadi alasan utama penarikan dan penanaman modal asing. Investasi dari dan ke negara-negara dengan pandangan geopolitik sama cenderung meningkat.
Mereka mengukur kesamaan pandangan geopolitik berdasarkan hasil pemungutan suara di PBB. Adapun aliran investasi diperiksa melalui data IMF. ”Negara dengan pandangan politik sama mencatat aliran investasi lebih besar dibandingkan negara dengan kedekatan geografis,” sebut IMF dalam laporannya.
Faktor geopolitik dalam pertimbangan investasi meningkat dalam sepuluh tahun terakhir. Sebelum pandemi, ada faktor otomatisasi dalam proses pengambilan keputusan penanaman modal. Selepas pandemi dan kini perang Ukraina, geopolitik lebih berperan.
Ahn dan tim menemukan, investasi dari dan ke Asia menurun. Sebaliknya, investasi dari dan ke Eropa terus meningkat. Kondisi terjadi saat AS dan sekutunya mengampanyekan kebijakan mengutamakan investasi ke dalam negeri dibandingkan ke negara lain. Fenomena itu juga terjadi setelah AS melancarkan perang dagang terhadap China.
”Asia menjadi kurang relevan sebagai sumber dan penerima, kehilangan daya tarik dibandingkan kawasan lain. Secara khusus, investasi dari dan ke China terus menurun hingga jauh di bawah rata-rata Asia. Bisa jadi karena dampak pandemi. Di Eropa dan AS, investasi asing malah ada kecendrungan naik,” ujar Ahn dan rekan-rekannya.
Investasi AS di China turun drastis di bawah rata-rata global. Sementara investasi AS di Eropa terus meningkat. ”Perusahaan memilih memindahkan usaha mereka ke negara yang dipercayai pemerintah mereka untuk mengurangi risiko,” kata Ahn.
Tim itu juga menemukan tren penurunan investasi di negara-negara netral. Indonesia dan India termasuk yang paling mencolok penurunan investasinya. Jakarta dan New Delhi terkenal tidak mau memihak ke blok mana pun. (AFP/REUTERS)