Perang Yaman Mendekati Akhir, Oman Mediasi Perundingan Saudi-Houthi
Dengan mediasi Oman, delegasi Arab Saudi berunding dengan pejabat kelompok Houthi untuk mengakhiri perang yang sudah berkecamuk selama sembilan tahun di Yaman.
Oleh
MUHAMMAD SAMSUL HADI
·4 menit baca
RIYADH, SENIN — Delegasi Arab Saudi, dipimpin oleh duta besarnya untuk Yaman, Mohammed bin Saeed al-Jaber, berada di Sana’a, Yaman, sejak Minggu (9/4/2023), untuk berunding dengan kelompok Houthi dalam upaya mengakhiri perang di negara itu. Perundingan ini dimediasi oleh Oman. Jaber bertemu dengan Kepala Dewan Politik Tertinggi Houthi Mahdi al-Mashat di Istana Kepresidenan Sana’a.
Perang Yaman sudah berkecamuk selama sembilan tahun. Perang tersebut telah menewaskan puluhan ribu orang dan menyebabkan 80 persen penduduk Yaman bergantung pada bantuan kemanusiaan dari luar. PBB pernah menyebut perang di negara itu menimbulkan ”krisis kemanusiaan terburuk di dunia”.
Kantor berita SABA, yang dikelola Houthi, melaporkan bahwa delegasi Oman juga bergabung dalam pertemuan antara pejabat Arab Saudi dan Houthi. Mereka tiba lebih dulu pada Sabtu (8/4/2023). Disebutkan, Mashat memuji upaya Oman dalam menjembatani perbedaan di antara pihak-pihak yang bertikai guna mewujudkan perdamaian di Yaman.
Melalui media sosial Twitter, Pemimpin Houthi Mohammed al-Bukaiti mengatakan bahwa pejabat Arab Saudi dan Oman akan membahas ”cara-cara mewujudkan perdamaian yang komprehensif dan bertahan di kawasan”. Ia menyebut perdamaian terhormat antara Houthi dan Arab Saudi akan menjadi ”kemenangan kedua pihak”.
Bukaiti juga mengimbau semua pihak mengambil langkah-langkah guna ”menjaga atmosfer damai dan bersiap membuka lembaran baru yang berbeda dari masa lalu”.
Hingga saat ini, belum ada komentar dari Arab Saudi terkait pertemuan tersebut. Menurut pejabat Arab Saudi yang tak mau disebut identitasnya, lawatan ke Sana’a itu merupakan yang kedua kali pada tahun 2023.
Inisiatif perdamaian di Yaman memperoleh momentum emasnya setelah dua negara musuh bebuyutan di kawasan, yakni Arab Saudi dan Iran, sepakat memulihkan kembali hubungan diplomatik mereka dalam perundingan di Beijing yang dimediasi China, 10 Maret 2023. Perang Yaman kerap dipandang sebagai salah satu perang proksi antara Arab Saudi dan Iran.
Kelompok Houthi, mitra aliansi Iran di negara itu, menggulingkan pemerintahan Yaman dukungan Arab Saudi. Kelompok tersebut menguasai ibu kota Sana’a sejak akhir 2014 dan secara de facto mengontrol wilayah utara Yaman. Di bawah koalisi Arab yang dipimpinnya, Arab Saudi mulai menyerang Houthi pada tahun 2015.
Fokus perundingan
Menurut kantor berita SABA, kedua pihak menegosiasikan penghentian permusuhan dan pencabutan blokade yang dipimpin Arab Saudi atas pelabuhan-pelabuhan di Yaman. Beberapa sumber mengungkapkan, fokus perundingan pejabat Arab Saudi dan Houthi adalah pembukaan secara penuh pelabuhan-pelabuhan yang dikontrol Houthi dan bandara Sana’a, pembayaran gaji pegawai pemerintah, membangun kembali upaya dan kerangka waktu penarikan pasukan asing dari Yaman.
Kepada Associated Press, Utusan PBB untuk Yaman Hans Grundberg melukiskan upaya yang tengah berlangsung di Sana’a saat ini sebagai ”(momen) terdekat Yaman untuk mencapai kemajuan sebenarnya menuju perdamaian yang bertahan lama” sejak perang meletus. ”Ini momen yang harus ditangkap dan dibangun serta menjadi kesempatan sebenarnya untuk memulai proses politik yang inklusif di bawah dukungan PBB guna mengakhiri konflik selamanya,” katanya.
Bulan lalu, Arab Saudi dan Houthi mencapai kesepakatan draf untuk mempertahankan gencatan senjata yang akan habis masa berlakunya pada Oktober mendatang. Menurut pejabat Saudi dan Yaman, kesepakatan itu dimaksudkan untuk memberi jalan menuju perundingan politik di Yaman. Negosiasi politik ini akan difasilitasi oleh PBB.
Seorang pejabat Yaman mengungkapkan, Dewan Kepresidenan Yaman—pemerintahan Yaman yang diakui internasional—telah diberi tahu mengenai pertemuan Arab Saudi-Houthi ini pada Kamis (6/4/2023). Mereka telah memberikan persetujuan awal mengenai draf kesepakatan.
Menteri Luar Negeri Yaman Ahmed Awad bin Mubarak menyebutkan, ada ”sinyal-sinyal positif” bahwa kesepakatan gencatan senjata akan diumumkan bersama dengan isu-isu kemanusiaan dan ekonomi lainnya. ”Kondisi (kawasan) saat ini berbeda. Kondisi mendorong upaya mencapai solusi,” ujarnya kepada televise satelit Mesir, Al-Qahera, dalam wawancara yang disiarkan, Jumat (7/4/2023).
Meski demikian, kata Bin Mubarak, ”sejumlah isu mendasar” masih harus diselesaikan oleh pihak-pihak yang bertikai di Yaman sebelum tercapai kesepakatan mengakhiri konflik.
Ahmed Nagi, pakar tentang Yaman pada International Crisis Group, lembaga think-tank di Brussels, Belgia, mengatakan bahwa pulihnya hubungan diplomasi Arab Saudi-Iran telah mendorong negosiasi antara Arab Saudi dan Houthi.
Analis Arab Saudi, Hesham Alghannam, menyebut momentum perkembangan diplomasi saat ini menandakan pemulihan hubungan Arab Saudi-Iran mulai menampakkan hasil. ”Kemajuan di Yaman selalu menjadi prioritas bagi Arab Saudi. Namun, tanpa (kerja sama) Iran, hal itu tak mungkin bisa secepat yang kita saksikan saat ini,” kata Alghannam, yang saat ini mengetuai program keamanan nasional pada Naif Arab University for Security Sciences di Riyadh.
Pejabat kepala komite tahanan perang Houthi mengatakan kepada media, Sabtu (8/4/2023), sebanyak 13 tahanan yang telah dibebaskan Arab Saudi telah tiba di Sana’a sebagai ganti satu tahanan Arab Saudi. Setelah perundingan di Swiss bulan lalu, yang dihadiri PBB dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Pemerintah Yaman dan Houthi sepakat untuk saling menukar 887 tahanan. Pejabat Houthi, Abdul Qader al-Mortada, mengatakan, ke-13 tahanan itu merupakan bagian dari kesepakatan di Swiss. (AP/AFP/REUTERS)