Rusia terus mengembangkan senjata nuklir strategis. Salah satu yang tengah dikembangkan adalah Poseidon, persilangan antara torpedo dan drone. Ia dijuluki ”senjata pemicu kiamat”
Oleh
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
·5 menit baca
Di tengah gempuran Rusia atas Ukraina, dunia kembali dikejutkan dengan langkah Rusia. Pada pertengahan Januari lalu dikabarkan, Rusia telah memproduksi ”torpedo super” yang dinamai Poseidon. Merujuk laporan kantor berita TASS, torpedo yang mampu menggotong hulu ledak nuklir itu akan menjadi senjata andalan kapal selam nuklir, Belgorod.
”Torpedo pertama telah diproduksi dan akan segera dikirimkan untuk mempersenjatai kapal selam dengan misi khusus, Belgorod,” kata sumber dari kalangan militer yang dikutip oleh TASS. Sejumlah komponen utama, termasuk pengerjaan reaktor nuklir, yang menjadi sumber tenaga Poseidon, telah berhasil diselesaikan. TASS juga mengatakan bahwa awak Belgorod telah melakukan uji coba dengan model torpedo itu.
Pada awalnya, proyek pengembangan Poseidon—yang sejatinya adalah drone bawah air itu—dikenal sebagai proyek Status-6. Presiden Rusia Vladimir Putin pada tahun 2018, untuk pertama kalinya, mengumumkan adanya proyek itu. Saat itu ia mengatakan bahwa Rusia tengah mengembangkan senjata nuklir strategis baru.
Senjata baru itu memang ”benar-benar baru” dan berbeda dari senjata nuklir strategis yang selama ini dikenal. Rudal nuklir antarbenua yang selama ini dikenal umumnya berbasis darat dan rudal-rudal stategis lain, yang berukuran lebih kecil, biasanya diluncurkan dari pesawat pengebom atau pesawat tempur. Sejumlah rudal memang dapat diluncurkan dari kapal selam, tetapi semua rudal itu tetap ”meluncur di udara” untuk mencapai targetnya.
Dalam pidatonya pada tahun 2018, Putin mengatakan, selain memiliki jangkauan tidak terbatas dan beroperasi pada kedalaman ekstrem, torpedo itu memiliki kecepatan berkali-kali lipat dari kapal selam dan torpedo konvensional. ”Mereka memiliki kebisingan yang sangat rendah, memiliki kemampuan manuver yang tinggi dan praktis tidak dapat dihancurkan oleh musuh. Tidak ada senjata yang dapat melawan mereka di dunia saat ini,” kata Putin.
Berbeda dari semua rudal itu, Poseidon—layaknya torpedo—meluncur di bawah permukaan air. Ia mampu melaju secara otonom dengan kecepatan lebih kurang 90 kilometer per jam dan menyelam hingga di kedalaman 1.000 meter di bawah permukaan air laut. Media Pemerintah Rusia mengatakan, Poseidon mampu melaju menyusuri dasar laut dan menyelinap di bawah pertahanan laut musuh. Kemampuan itu—sebagaimana dikatakan Putin—membuat Poseidon menjadi lebih sulit dideteksi dan disergap. Poseidon pun sanggup menjangkau sasaran yang berada di jarak 10.000 kilometer.
Dengan kemampuan membawa hulu ledak nuklir dengan kekuatan hingga 2 megaton, Poseidon—sebagaimana disebut harian Italia, La Repubblica—adalah ”senjata pemicu kiamat”. Oleh sejumlah ahli dan analis Barat, jika menghantam pesisir timur AS—misalnya—Poseidon mampu memicu gelombang laut besar yang tercemar radioaktif. Tsunami itu membuat kota-kota pesisir yang terdampak menjadi tak lagi layak untuk dihuni.
Kedahsyatan itu menggambarkan dengan jelas mengapa drone itu dinamai Poseidon. Merujuk laman www.rijksmuseum.nl dan brintannica.com, Poseidon dalam mitologi Yunani adalah dewa laut, dewa gempa bumi, dan dewa kuda. Dalam khazanah mitologi Romawi, ia dikenal sebagai Neptunus.
Dalam mitologi itu, Poseidon digambarkan memiliki senjata trisula yang biasa dia gunakan untuk mengaduk- aduk laut dan membelah bebatuan. Sebagai saudara Zeus—dewa utama Yunani kuno—Poseidon dikenal sebagai salah satu dewa yang paling pemarah, pemurung, dan pendendam saat dihina.
Sebagai dewa gempa bumi, Poseidon dikenal sebagai enosichthon dan ennosigaios—pengocok bumi—tetapi juga disembah sebagai asphalios, penstabil.
Perimbangan
Poseidon yang memiliki panjang 24 meter itu sejatinya berakar dari era Uni Soviet di mana Josef Stalin ingin memiliki torpedo nuklir yang mampu menghancurkan pantai Amerika Serikat.
Amerika Serikat, dalam Tinjauan Postur Nuklir tahun 2022, mengatakan, Rusia dan China terus memperluas dan mendiversifikasi kemampuan nuklir mereka. ”Rusia sedang mengejar beberapa sistem berkemampuan nuklir baru yang dirancang untuk menempatkan AS atau Sekutu dan mitranya dalam risiko,” menurut Posture Review.
Terkait Poseidon, lembaga kajian Angkatan Laut AS mengatakan, pengembangan torpedo itu membalikkan asumsi tentang senjata nuklir yang diluncurkan dari kapal selam. ”Mungkin yang paling menakutkan, senjata nuklir ini memiliki potensi untuk beroperasi secara otonom,” kata institut itu. Jika telah beroperasi penuh, lembaga itu menilai, Poseidon akan memiliki dampak strategis yang luar biasa. Di sisi lain, sebagai platform baru, Poseidon tidak tercakup dalam perjanjian senjata nuklir yang ada saat ini.
Tak heran jika Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) terus memantau pergerakan Belgorod. NATO mengkhawatirkan, kapal selam itu akan menguji coba torpedo super baru itu. Pada paruh akhir tahun lalu, Colin Wall, peneliti pada Center for Strategic and International Studies di Washington, mengatakan, saat ini keseimbangan militer di Arktik sangat bergantung pada Rusia.
Kepada Business Insider, Malcolm Davis, analis senior di Institut Kebijakan Strategis Australia, mengatakan, Poseidon tampaknya diarahkan Rusia untuk menggertak NATO. Menurut dia, Poseidon akan memberi Rusia ”kekuatan koersif” untuk mencegah tanggapan NATO terhadap serangan pertama Rusia.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) dan Reuters, jumlah pangkalan Rusia di dalam Lingkaran Arktik melebihi jumlah pangkalan milik NATO. Selain itu, Rusia juga mengoperasikan 11 kapal selam yang mampu meluncurkan senjata nuklir jarak jauh. Sebanyak 8 kapal selam di antaranya berbasis di Semenanjung Arktik Kola. Sementara NATO memiliki 22 kapal selam yang dioperasikan oleh AS, Perancis, dan Inggris.
Ancaman
Sebagai kekuatan nuklir, Rusia pun memiliki lebih banyak hulu ledak, yaitu sebanyak 5.977 unit. AS memiliki 5.428 hulu ledak. Kehadiran Belgorod yang dipersenjatai dengan Poseidon tentu membuat ”otot” Rusia semakin kokoh. Tak heran jika seorang penyiar televisi Rusia, Dmitry Kiselyov—dikutip dari Euronews.next—dalam sebuah acara di Channel One, salah satu yang paling banyak ditonton di Rusia, mengklaim bahwa Rusia mampu ”menghapus” Inggris dari peta dengan tsunami nuklir sebagai balasan karena mendukung Ukraina.
Namun, sejumlah ahli Barat membantah klaim Kiselyov. Menurut mereka, Poseidon mungkin mampu ”merusak” sebuah kota pesisir, tetapi tidak akan ”menenggelamkan” sebuah negara. Yang lebih sulit diatasi adalah cemaran radioaktif pada air.
Jika Poseidon memang dapat memicu tsunami radioaktif, torpedo tersebut dapat berdampak besar pada kehidupan laut dan kehidupan manusia. ”Tidak ada teknologi senjata nuklir yang tidak menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia dan ekologi,” kata Danielle Endres, profesor komunikasi lingkungan di University of Utah, kepada Newsweek.
Dengan segala gambaran tentangnya, Poseidon seolah menjadi ”senjata pemicu kiamat”. (AP/Reuters)