Rusia yang Terdesak dan Ancaman Perang Nuklir (I)
Presiden Rusia Vladimir Putin absen dari KTT G20. Di saat yang sama, Rusia sedang terdesak akibat alotnya perlawanan Ukraina yang dibantu NATO. Penggunaan senjata nuklir menjadi kekhawatiran baru perang Rusia-Ukraina.

Foto yang diambil dari rekaman video Kementerian Pertahanan Rusia, Rabu (26/10/2022), memperlihatkan peluncuran rudal penjelajah antarbenua (ICBM) Yars di Plesetsk, Rusia. Di tengah suasana perang, Rusia melakukan latihan dengan menggunakan rudal jelajah antarbenua yang bisa membawa hulu ledak nuklir.
Serangan balik militer Ukraina yang didukung NATO telah menekan Rusia di semua garis depan dan menggiring posisi militer Rusia ke titik rawan yang belum pernah terjadi sejak Perang Dunia II. Namun, keterpojokan Rusia memunculkan ancaman mengerikan, yaitu penggunaan senjata pemusnah massal alias senjata nuklir oleh Rusia.
Televisi publik Rusia secara rutin menayangkan acara debat yang membahas tema perang atau operasi khusus Rusia di Ukraina. Komentator yang dikenal sebagai pendukung invasi Rusia, Olga Skabeyeva, tidak percaya bahwa pada akhirnya pasukan militer negaranya mengalami stagnasi dan pukulan balik militer Ukraina setelah 8 bulan berperang.
”Putin seharusnya mengebom nuklir saat pemakaman Ratu Inggris Elizabeth II karena para pemimpin Barat berada di satu tempat,” ujar propagandis terkemuka di Kremlin itu. Skabeyeva membuat pernyataan itu sebagai tanggapan atas komentar Andrey Gurulev, seorang pensiunan jenderal Rusia. Saat Olga membuat saran itu, Selasa (19/9/2022), beberapa jam sebelumnya mendiang Ratu Elizabeth II dimakamkan di Kastil Windsor, London.
Pernyataan Olga yang di media Barat dijuluki ”Boneka Besi Putin” itu tak sebatas luapan amarah kepada Ukraina dan negara Barat yang mendukung negara pimpinan Volodymyr Zelenskyy. Akan tetapi, tampaknya juga mulai menggambarkan isi pikiran warga Rusia tentang bagaimana cara memenangi konflik bersenjata yang semakin mempermalukan dan menyusahkan Rusia itu.
Sejumlah wawancara acak yang dilakukan kanal-kanal privat Youtube Rusia mendapatkan opini yang cenderung semakin permisif di warga Rusia, terkait bagaimana segera ”memenangi” perang ini. Kenapa hanya berpikir menang? Karena, tak ada warga Rusia yang percaya negara mereka akan kalah dalam perang ini, apalagi melawan Ukraina. Dengan pola pikir demikian, tidak sulit memahami kekerasan niat Rusia menganeksasi Ukraina sebagaimana tahun 2014 saat menduduki wilayah negara tetangganya itu di Crimea.
Tak heran penyerangan terhadap fasilitas infrastruktur sipil, seperti pembangkit listrik, pipa gas, dan fasilitas penyediaan air bersih, di Ukraina cenderung semakin masif dan tidak banyak memicu kritik publik Rusia. Sementara serangan dengan senjata nuklir, terutama nuklir taktis (yield rendah), masih memicu pro dan kontra warga Rusia terkait awan debu radioaktif (fall out) yang diperkirakan justru akan memasuki wilayah Rusia. Penggunaan nuklir juga dikhawatirkan memicu serangan balasan nuklir lainnya ke Rusia.

Layar iklan digital berukuran cukup besar menggambarkan sosok militer Rusia dengan perlengkapan tempur terpajang di salah satu sudut Kota Moskwa, Kamis (13/10/2022). Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan mobilisasi massal sekitar 300.000 warga Rusia untuk membantu militer negara itu bertempur di Ukraina.
Terdesak
Hingga memasuki bulan kesembilan invasi, strategi perang Rusia semakin menunjukkan berbagai tantangan eksternal ataupun internal yang makin menyudutkan posisi Rusia. Dari segi militer, menurut perkiraan pihak Barat, saat ini Rusia telah kehilangan hingga 100.000 lebih tentara yang meninggal dan terluka serta ribuan alat perang utama, terutama tank, meriam/howitzer, pesawat terbang, dan peluncur rudal.
Kerugian militer Rusia saat ini lebih besar daripada yang dialami dalam perang Afghanistan (1979-1989), invasi Chechnya (1999), ataupun invasi Georgia (2008). Dari stok awal 10.000 hingga 12.000 tank siap tempur Rusia per 2021, saat ini sekitar seperempatnya sudah dihancurkan menurut Kementerian Pertahanan Ukraina. Demikian pula stok rudal presisi dan rudal jelajah yang menipis pada level yang diperkirakan membahayakan pertahanan dalam negeri Rusia.
Hal-hal yang tak menguntungkan dari segi militer tersebut bahkan memaksa Presiden Vladimir Putin melawat ke Korea Utara dan Iran untuk membeli alutsista, khususnya amunisi, rudal, dan drone sebagai stok baru dalam berperang dengan Ukraina yang dibantu NATO.
Lembaga perdamaian dunia, Carnegie Endowment, pada awal November 2022 ini menyimpulkan, Moskwa membutuhkan jeda panjang untuk membangun kembali pasukan darat yang siap tempur seperti awal perang pada Februari 2022.
Undang-undang keadaan darurat baru yang diberlakukan pada Oktober 2022 di empat wilayah Ukraina yang diduduki Rusia juga bertujuan untuk dapat memberikan posisi pertahanan strategis daripada perang habis-habisan (ofensif) yang diperkirakan bakal berakhir pahit bagi Rusia.

Menjadi tertuduh
Dari segi posisi politik ataupun ekonomi, kini Rusia menjadi negara yang disorot karena sanksi internasional, baik karena tindakan invasinya maupun karena catatan dugaan kejahatan perang yang dilakukan di Ukraina. Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan kecaman terhadap berbagai pelanggaran yang dilakukan Rusia. Yang menonjol adalah pembantaian warga sipil yang terjadi di kota Bucha dan kota-kota lain yang ditinggalkan Rusia saat mundur ketika diserang balik militer Ukraina.
Dari segi perdagangan internasional, lebih dari 30 negara telah memberlakukan sanksi terhadap Rusia, termasuk memotong impor energi, memblokir transaksi keuangan, menghentikan pengiriman semikonduktor dan materi elektronik penting lainnya. Belum termasuk sanksi dalam penjualan minyak dan gas bumi yang sudah berlangsung sejak 2014 saat aneksasi Semenanjung Crimea.
Yang terbaru, pada akhir bulan lalu Dewan Keamanan PBB berupaya mengeluarkan resolusi yang mengecam upaya Rusia mencaplok secara tidak sah empat wilayah Ukraina (Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhya). Dewan Keamanan PBB menyebut tindakan Rusia tersebut sebagai ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional dan menuntut agar keputusan itu segera dan tanpa syarat dibatalkan.
Rancangan resolusi yang diedarkan oleh Amerika Serikat dan Albania telah mendapat dukungan 10 dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB. Hanya Rusia yang menentang rancangan resolusi ini serta empat negara abstain, yakni Brasil, China, Gabon, dan India.

Mobilisasi ditolak
Dari dalam negeri, keputusan Presiden Vladimir Putin melakukan mobilisasi parsial di Rusia telah memunculkan berbagai penolakan dan eksodus besar-besaran warga ke luar negeri. Diperkirakan ada ribuan warga yang dipenjara karena demonstrasi ataupun sikap menolak perang dan 200.000 orang (ada yang memperkirakan 500.000 orang) keluar Rusia demi menghindari mobilisasi menjadi pasukan militer.
Di sisi lain, mobilisasi parsial diperlukan untuk mempertahankan garis depan yang sepanjang sekitar 1.000 kilometer. Selama masa-masa awal perang, sebaran kekuatan dan alutsista militer Rusia tersebar minim di sepanjang garis depan menyebabkan kerapuhan Rusia melawan strategi militer Ukraina yang ditopang data intelijen NATO dan senjata-senjata canggih. Pasukan Ukraina mudah memantau pergerakan alutsista Rusia ketika menerapkan strategi ofensif atau menyerang.
Sebelumnya, dalam pidato nasional pada 21 September 2022, Presiden Vladimir Putin mengatakan Rusia akan memobilisasi pasukan lebih lanjut untuk perang di Ukraina saat mengumumkan referendum di wilayah Donbas, Zaporizhia, dan Kherson. Vladimir Putin mengancam akan menggunakan senjata nuklir jika Barat terus mendukung Ukraina dalam perang dengan Rusia.
Putin justru mengklaim bahwa Barat menggunakan senjata nuklir untuk mengancam Rusia dan membaliknya dengan mengatakan bahwa ”mereka yang mencoba mengancam kami dengan senjata nuklir, harus tahu bahwa baling-baling dapat berputar dan berbalik menunjuk ke arah mereka”.

Militer Ukraina memeriksa kondisi tank Rusia yang hancur lebur setelah diserang pihak Ukraina di wilayah Ukraina timur, Kamis (10/11/2022).
Nuklir
”Bapak Presiden, apakah benar dunia berada di ambang kemungkinan penggunaan senjata nuklir? Bagaimana Rusia akan bertindak dalam keadaan ini?” Pertanyaan itu diajukan Ivan Safranchuk, seorang peserta dari MGIMO University, dalam sebuah diskusi eksekutif Valda Discussion Club, sebuah lembaga think thank Moskwa yang oleh Barat dianggap sebagai lembaga pemikir elite kebijakan Putin.
”Kami memiliki doktrin militer dan mereka harus membacanya. Salah satu pasalnya menjelaskan bagaimana Rusia menganggap mungkin untuk menggunakan senjata pemusnah massal dalam bentuk senjata nuklir untuk melindungi kedaulatannya, integritas wilayahnya, dan untuk memastikan keselamatan rakyat Rusia,” tutur Putin sebagaimana dimuat di laporan Valdaiclub, Kamis (27/10/2022).
Perkembangan medan laga ataupun politik internasional yang tidak jelas dan cenderung semakin memojokkan Rusia ini tampaknya menimbulkan kegelisahan Putin sehingga terpaksa mengeluarkan lagi ancaman penggunaan senjata nuklir. Tercatat sudah dua kali Presiden Putin telah mengungkapkan untuk meningkatkan prospek penggunaan senjata nuklir dalam perang yang dia luncurkan untuk menghancurkan Ukraina.
Namun, bagi para analis militer Barat, ancaman Putin dianggap sama dengan ”serangan putus asa” yang dimaksudkan untuk menakuti semua orang. Namun, para analis Barat juga tetap khawatir bahwa ancamannya bisa terwujud, mengingat ambisi besar Putin menaklukkan Ukraina.
Baca Juga: Rusia Kerahkan Kekuatan Nuklir dalam Latihan Militer
Betapapun, dalam diskusi tersebut Putin mengelaborasi berbagai dimensi dari perang Rusia-Ukraina, termasuk sejarah terbentuknya bangsa Rusia, invasi Nazi Jerman ke Uni Soviet, meluasnya pengaruh NATO, perang dingin, dan menguatnya teknologi dan ekonomi Rusia. Solusi senjata nuklir, dalam dimensi penjelasan tersebut, masih sangat jauh dari kemungkinan penggunaan.
Meski demikian, tak salah pula NATO dan negara sekutunya tetap memasang kewaspadaan maksimal terhadap potensi penggunaan senjata nuklir oleh Rusia. Karena dalam kenyataannya, aksi-aksi militer Rusia kini kerap melanggar norma-norma perang. Jika demikian, kekuatan nuklir seperti apakah yang mungkin akan saling berlaga dalam perang Rusia-Ukraina ke depan? (Bersambung)
Baca Juga: Akankah Perang Nuklir Terjadi