Pemerintah Israel menunda pembangunan pos-pos dan permukiman baru warga Yahudi di wilayah pendudukan Palestina selama tiga bulan ke depan. Satu suara kuat di Dewan Keamanan PBB bisa ”sedikit menekan” Israel.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
AP PHOTO/MAYA ALLERUZZO
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara dengan anggota parlemen dari Partai Likud di Jerusalem, Senin (20/2/2023). Netanyahu memutuskan untuk menunda pemberian izin pembangunan permukiman warga Yahudi selama tiga bulan ke depan.
Pemerintah Israel menunda sementara waktu pembangunan permukiman baru di wilayah pendudukan Tepi Barat selama beberapa bulan ke depan. Meski demikian, mereka akan tetap meneruskan pembangunan sekitar sembilan pos permukiman, yang melingkupi sekitar 10.000 unit permukiman baru. Pembangunan sembilan pos permukiman ini telah mendapat izin, akhir pekan lalu, dan akan disahkan pada pertengahan pekan ini.
Keputusan penundaan pemberian izin pembangunan permukiman baru itu diumumkan bersamaan dengan pernyataan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Senin (20/2/2023), yang mengecam tindakan Pemerintah Israel terus memperluas permukiman warga Yahudi di wilayah Palestina yang didudukinya. Ke-15 anggota DK PBB, termasuk Amerika Serikat, mendukung pernyataan itu.
Dalam pernyataan tertulis, Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan telah memberi tahu Gedung Putih tentang keputusan penundaan pembangunan itu. Namun, keputusan tersebut tidak berlaku pada rencana pembangunan permukiman yang telah disetujui sebelumnya atau, dengan kata lain, tidak berlaku surut.
”Israel memberi tahu AS bahwa dalam beberapa bulan mendatang tidak akan mengizinkan permukiman baru di luar sembilan yang telah disetujui,” kata Kantor Netanyahu.
Langkah pemerintahan Netanyahu ini juga berlanjut dengan tindakan keras pada permukiman warga Palestina yang dianggap ilegal. Kantor Netanyahu juga menyatakan akan melanjutkan penghancuran rumah dan properti milik warga Palestina yang dipandang dibangun secara ilegal di sekitar 60 persen wilayah Tepi Barat yang didudukinya.
Ancam solusi dua negara
Melalui pernyataan resmi, Presiden DK PBB mengeluarkan kecaman soal rencana pembangunan dan perluasan permukiman warga Yahudi oleh Pemerintah Israel. Namun, kecaman ini tidak menyinggung keputusan Pemerintah Israel yang membagi rencana pembangunan permukiman menjadi dua, yakni pembangunan yang akan datang (setidaknya selama beberapa bulan ke depan) dan pembangunan yang telah disetujui pada akhir pekan lalu.
”Dewan Keamanan menegaskan kembali bahwa melanjutkan kegiatan permukiman Israel membahayakan kelangsungan solusi dua negara berdasarkan garis perbatasan 1967. Dewan Keamanan mengungkapkan keprihatinan mendalam dan kekecewaan atas pengumuman Israel pada 12 Februari,” kata Presiden DK PBB dalam pernyataannya.
Pada 12 Februari 2023, pemerintahan koalisi kubu nasionalis-keagamaan di Israel memberikan otorisasi yang berlaku surut pada pembangunan sembilan pos permukiman yang dibuat tanpa izin pemerintah. Keputusan ini memancing kemarahan Palestina. Jika permukiman warga Palestina dinilai ilegal langsung dihancurkan, sebaliknya terhadap properti ilegal warga Israel.
Bukan saja memperlihatkan watak diskriminatif—sebagian kalangan sudah lama memberi cap ”apartheid” pada pemerintahan Israel—keputusan 12 Februari itu juga makin memupus impian Palestina menjadikan Tepi Barat sebagai wilayah negaranya di masa depan.
Hingga kini, solusi dua negara menjadi jalan keluar yang dianut mayoritas komunitas internasional, termasuk AS, guna menyelesaikan konflik Palestina-Israel. Dengan solusi dua negara itu, negara Palestina—dengan ibu kota Jerusalem Timur—dan Israel berdiri berdampingan secara damai.
Bukan saja memperlihatkan watak diskriminatif—sebagian kalangan sudah lama memberi cap ’apartheid’ pada pemerintahan Israel—keputusan 12 Februari itu juga makin memupus impian Palestina menjadikan Tepi Barat sebagai wilayah negaranya di masa depan.
Lusinan pos ilegal terdepan bertebaran di wilayah pendudukan Tepi Barat selain puluhan permukiman Yahudi. Pos-pos terdepan ini menyerupai desa-desa kecil yang dibangun tanpa izin.
Komunitas internasional menganggap semua aktivitas permukiman di wilayah pendudukan itu ilegal. Sebaliknya, Israel membedakan antara rumah permukiman resmi yang dibangun dan diizinkan oleh Kementerian Pertahanan di tanah milik negara, serta pos-pos ilegal yang dibangun tanpa izin dan sering kali berada di tanah pribadi warga Palestina.
(PHOTO BY AHMAD GHARABLI / AFP)
Seorang anggota polisi perbatasan Israel menembakkan gas air mata ke kerumunan ketika tengah berlangsung penghancuran permukiman warga Palestina di wilayah Issawiya, Jerusalem TImur, Minggu (19/2/2023).
Namun, pos-pos terdepan itu kadang-kadang didirikan dengan persetujuan diam-diam negara. Pemerintah berusaha untuk melegalkan setidaknya beberapa dari 100 lebih komunitas yang saat ini tidak diakui.
Palestina gembira
Keluarnya pernyataan Presiden DK PBB, bukan resolusi yang sebenarnya memiliki bobot lebih kuat, tetap disambut gembira oleh Palestina. ”Kami sangat gembira bahwa ada satu pesan yang sangat kuat dari Dewan Keamanan (PBB) terhadap tindakan ilegal, unilateral (Israel),” kata Riyad Mansour, Duta Besar Palestina untuk PBB, kepada wartawan, seperti dikutip Al Jazeera.
Untuk mengadopsi resolusi DK PBB, dibutuhkan dukungan 9 dari 15 anggota DK PBB dan tidak ada veto oleh salah satu dari lima anggota tetap DK PBB. Rancangan resolusi DK PBB telah disiapkan Uni Emirat Arab (UEA). Isinya, seperti terlihat dalam draf yang sempat dilihat oleh Reuters, DK PBB menuntut Israel segera dan sepenuhnya (immediately and completely) menghentikan semua kegiatan permukiman di wilayah pendudukan Palestina.
Pada Minggu (19/2/2023), UEA menyampaikan di sidang DK PBB bahwa mereka tidak jadi mendorong draf resolusi yang disusun untuk diajukan dalam voting hari Senin ”setelah melihat perundingan positif di antara para pihak”.
AFP/GETTY IMAGES NORTH AMERICA/MICHAEL M SANTIAGO
Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad H Mansour (tengah) dan Dubes Uni Emirat Arab untuk PBB Lana Nusseibeh (kiri) berbicara kepada wartawan dalam konferensi pers seusai sidang DK PBB tentang situasi Timur Tengah di Markas Besar PBB, New York, AS, 20 Februari 2023.
Laman media Israel, Times of Israel, melaporkan, keputusan Pemerintah Israel menunda sementara pembangunan permukiman Yahudi diambil menyusul tekanan pemerintahan Presiden AS Joe Biden kepada Palestina dan Israel guna memulihkan situasi jelang bulan suci Ramadhan. Ramadhan akan jatuh pertengahan Maret mendatang. Ketegangan antara warga Palestina dan aparat keamanan Israel biasanya meningkat pada Ramadhan, terutama terkait ibadah di kompleks Masjid Al Aqsa, tempat suci ketiga bagi umat Muslim.
Sikap pemerintahan Netanyahu terkait penundaan pembangunan permukiman itu mendapat kecaman dari internal partai. Anggota parlemen dari Partai Likud, Danny Danon, menilai sikap Netanyahu, Ketua Partai Likud, dianggap lembek dan menyerah pada tekanan eksternal.
”Pemerintahan sayap kanan sejati harus berkomitmen pada nilai-nilai yang menjadi dasar pemilihan kami. Saya mengatakan kepada anggota pemerintah, kami tidak memiliki legitimasi untuk membekukan pembangunan di Yudea dan Samaria, bahkan untuk satu hari pun,” cuit Danon di Twitter. Penggunaan istilah ”Yudea” dan ”Samaria” merujuk pada penamaan Tepi Barat seperti disebutkan di kitab suci Yahudi.
Isu konsesi
Netanyahu membela diri dengan menyebut penundaan pembangunan hanya bersifat sementara. Dia juga berkilah, dirinya tidak memberikan konsesi apa pun saat memutuskan hal itu, baik pada AS maupun Palestina.
Kabar adanya konsesi penundaan pembangunan permukiman warga Yahudi dilaporkan oleh situs berita Palestina, Walla, menurut Times of Israel. Disebutkan dalam laporan tersebut bahwa aparat keamanan Israel akan mengurangi serangan militer ke Area A Tepi Barat selama tiga bulan mendatang. Konsesi itu dibenarkan oleh dua pejabat AS dan Palestina.
”Subkomite Perencanaan Tinggi Administrasi Sipil kemudian akan bersidang lagi dalam tiga bulan untuk memberi lampu hijau proyek tambahan untuk konstruksi,” kata Netanyahu dalam pernyataan pada pertemuan tertutup yang bocor ke media. Ini sejalan dengan masa persidangan perizinan oleh kantor tersebut yang biasa dilakukan tiga bulan sekali.
AFP/ZAIN JAAFAR
Seorang remaja Palestina memegang batu saat menghadapi kendaraan militer Israel dalam penyerbuan Israel ke kota Nablus, wilayah pendudukan Tepi Barat, Rabu (22/2/2023).
Sikap melunak yang diperlihatkan pemerintahan Netanyahu membuat UEA, yang mengusulkan rancangan resolusi di DK PBB, juga melunak.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan di sidang DK PBB bahwa AS menentang rencana permukiman Israel. ”Langkah-langkah sepihak ini memperburuk ketegangan. Mereka merusak kepercayaan para pihak. Mereka merusak prospek solusi dua negara yang dinegosiasikan. Amerika Serikat tidak mendukung tindakan ini sepenuhnya,” katanya.
Dia menyebutkan, saat ini AS memiliki sikap sama dengan sebagian anggota DK PBB untuk meminta Israel dan Palestina mengambil langkah yang diperlukan guna memulihkan ketenangan dan meningkatkan kualitas hidup rakyatnya. (AP/AFP/REUTERS/SAM)