Di Forum FAO, Moeldoko Dorong Kerja Sama Perkuat Ekosistem Ketahanan Pangan
Kerja sama multinasional membentuk ekosistem ketahanan pangan global menjadi kunci menghadapi krisis pangan. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pun mengajak negara-negara berkolaborasi mewujudkannya.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
—
”Dampak perubahan iklim sudah terasa, maka langkah antisipasi menjadi sangat penting. Saya usulkan kita membangun kerja sama antarbadan meteorologi, klimatologi, dan geofisika untuk membangun sistem peringatan dini bersama agar kita memiliki sense of crisis (kepekaan terhadap krisis) yang sama,” kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Saya usulkan kita membangun kerja sama antarbadan meteorologi, klimatologi, dan geofisika untuk membangun sistem peringatan dini bersama agar kita memiliki sense of crisis yang sama.
Moeldoko menyampaikan hal tersebut pada peluncuran laporan Asia and the Pacific Regional Overview of Food Security and Nutrition. Kegiatan tersebut diselenggarakan secara daring oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa. Selain Moeldoko, pembicara lainnya adalah FAO Assistant Director General and Regional Representative Asia Pacific Jong-Jin Kim; WHO Regional Director, South East Asia Poonam Khetrapal Singh; dan Unicef Regional Director, East Asia and The Pacific Debora Comini.Pembicara lain dalam diskusi panel yang dimoderatori WFP Regional Director, Asia Pacific John Aylieff, juga hadir Asistant Secretary and Executive Director, National Nutrition Council, Department of Health, Philiphines Azucena M Dayanghirang serta Chief Medical Officer, Dhaka North City Corporation, Zobaidur Rahman.
FAO menganggap Indonesia sebagai leading lights yang mampu menjaga ketahanan pangan bagi 275 juta penduduknya pada masa pandemi. Misalnya, kebijakan-kebijakan strategis pemerintah di masa pandemi mampu memberikan dampak positif bagi sektor pertanian yang tumbuh pada tahun 2020, 2021, dan 2022. Demikian pula peningkatan ekspor hasil pertanian sebesar 10,52 persen, yakni dari 4,24 miliar dolar AS pada tahun 2021 menjadi 4,69 miliar dolar AS pada tahun 2022.
Pemerintah Indonesia memberlakukan pula kebijakan akses tanah bagi petani dengan reforma agraria, regenerasi petani, pengembangan alternatif pangan sorgum, dan berbagai program aksi adaptasi terhadap perubahan iklim.
Lebih jauh, menurut Moeldoko, upaya-upaya ini membuahkan hasil. Salah satunya, Global Food Security Index (GFSI) padatahun 2022 mencatat Indeks Ketahanan Pangan Indonesia menguat di level 60,2 atau lebih tinggi dibandingkan periode 2020-2021.
Dengan hasil signifikan atas upaya penanganan pandemi dan krisis 5F (food, feed, fuel, fertilizer, and difficult access to finance) tersebut, Indonesia pun menjadi salah satu negara percontohan. Namun, Moeldoko mengingatkan arti penting kerja sama global karena Indonesia tidak bisa bertindak sendiri.
”Kerja sama multinasional untuk membentuk ekosistem ketahanan pangan global adalah kunci menghadapi krisis pangan. Indonesia terus mendorong hal ini dalam Presidensi G20, dengan tercapainya kesepakatan sustainable and resilience agriculture and food system,” kata Moeldoko.
Indonesia juga terus mengawal implementasinya dan memperkuat komitmen tersebut di regional melalui keketuaan ASEAN. ”Dengan terlaksananya kesepakatan global ini, ketahanan pangan dan pemenuhan gizi global akan menunjukkan kemajuan yang kita butuhkan,” ujar Moeldoko.
Tak mampu beli makanan
Laporan Asia and the Pacific Regional Overview of Food Security and Nutrition 2022-Urban Food Systems and Nutrition atau biasa disingkat sebagai Regional State of Food Insecurity atau SoFI menekankan tentang ancaman kelaparan dan buruknya gizi perkotaan akibat dampak pandemi, kemiskinan, dan pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol. Laporan tersebut diterbitkan FAO, Unicef, WFP (Program Pangan Dunia), dan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia).
Asia dan Pasifik termasuk sebagai kawasan produsen terbesar bagi komoditas kunci, seperti beras, ikan, dan susu. Namun, kita masih gagal menyajikan makanan bergizi bagi seluruh masyarakat di kawasan ini. Berarti, ada masalah dari sistem agrikultur yang kita miliki sekarang.
Senior Food Safety and Nutrition Officer FAO, Sridhar Dharmapuri, menuturkan, tercatat hampir 1,9 juta orang tidak bisa membeli makanan sehat bergizi pada tahun 2020. Hal ini dinilainya sangat ironis mengingat kawasan Asia dan Pasifik termasuk sebagai kawasan produsen terbesar bagi komoditas kunci, seperti beras, ikan, dan susu.
”Namun kita masih gagal menyajikan makanan bergizi bagi seluruh masyarakat di kawasan ini. Berarti, ada masalah dari sistem agrikultur yang kita miliki sekarang,” kata Sridhar Dharmapuri.