UNHCR Desak Negara di Kawasan Selamatkan Pengungsi Rohingya
Ratusan pengungsi Rohingya kini terombang-ambing di laut. Mereka menunggu upaya penyelamatan.
Oleh
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sedikitnya 190 warga Rohingya – sebagian besar diantaranya adalah perempuan dan anak-anak – kini terkatung-katung di laut. Dalam laman resminya, Jumat (23/12/2022) Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi regio Asia Pasifik menyebutkan mereka terombang-ambing di perairan antara Laut Andaman dan Teluk Benggala.
Mereka telah berada di laut selama berminggu-minggu, bahkan diprakirakan lebih dari satu bulan. Kondisi mereka sangat memprihatinkan, tanpa makanan dan air minum memadai. UNHCR mengatakan, para pengungsi itu masih berada di lautan karena seruan atau permintaan mereka agar didaratkan diabaikan oleh sejumlah otoritas di kawasan.
“Berdasarkan informasi yang kami terima, kondisi kapal sangat memprihatinkan. “UNHCR sangat mendesak pencarian dan penyelamatan, karena penundaan lebih lanjut dapat menyebabkan lebih banyak korban jiwa,” kata Ann Maymann, Perwakilan UNHCR Indonesia.
Lebih lanjut, melalui Staf Informasi Publik UNCHR Indonesia, Maymann mengatakan, posisi kapal berisi pengungsi itu saat ini berada dekat dengan wilayah perairan teritorial Indonesia. Mereka disebutkan berada di perairan Andaman, di utara Aceh.
“Diharapkan Indonesia dapat menunjukkan tradisi kemanusiaannya, yaitu menyelamatkan pengungsi-pengungsi itu dan menjadi contoh bagi negara-negara lain di kawasan,” kata Maymann lebih lanjut.
Menurut UNHCR, bila tidak ada langkah segera, dikawatirkan banyak pengungsi itu akan menjadi korban. Lembaga itu menyebutkan, sebanyak 20 pengungsi telah meninggal. “Tragedi ini tidak boleh berlanjut. Mereka adalah manusia, pria, wanita dan anak-anak. Kita ingin melihat negara-negara di kawasan ini membantu menyelamatkan nyawa mereka dan tidak membiarkan mereka tewas,” Indrika Ratwatte, Direktur UNHCR untuk Asia dan Pasifik.
Penyelundup
Sementara itu dari Yangon diberitakan, otoritas Myanmar menangkap 112 warga Rohingya, termasuk anak-anak, karena bepergian secara ilegal. Menurut Global New Light of Myanmar, sebuah media lokal yang dikelola pemerintah, mereka hendak menuju Malaysia. Mereka ditangkap di tenggara Bogale. Penangkapan terjadi pada Selasa lalu. Sebanyak 35 orang diantara mereka telah dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena bepergian tanpa dokumen, sementara sebanyak 13 anak akan ditahan di “sekolah pelatihan” hingga mereka berusia 20 tahun.
Pada Kamis lalu dilaporkan, polisi Myanmar juga menangkap 12 orang yang diduga menjadi bagian dari jaringan penyelundup manusia. Mereka diduga mengangkut warga Rohingya ke Malaysia. Para pengungsi Rohingya itu mereka sembunyikan di dalam truk tangki bahan bakar. Namun sebelum tiba di Malaysia, sebanyak 13 diantaranya mati lemas. Merujuk media pemerintah lainnya, Mirror Daily, jejaring penyelundup manusia itu telah mengatur perjalanan untuk 255 orang dari kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh menuju Malaysia melalui jalur darat.
Buruknya kondisi di kamp pengungsian menjadi salah satu faktor pendorong para pengungsi Rohingya melarikan diri. Mereka mencoba peruntungan melalui jalur laut atau darat untuk bisa mencapai Malaysia atau Indonesia.
Untuk jalur darat, kepada penyelundup, masing-masing pengungsi membayar 700 ribu kyat atau setara dengan Rp 4,9 juta. Para pengungsi Rohingya itu kemudian diangkut dari Sittwe – ibukota Negara Bagian Rakhine – menuju Yangon. Dari Yangon, oleh jejaring penyelundup itu, mereka dibawa menuju perbatasan Thailand.
Namun, sering kali nasib berkata lain. Pada 5 Desember lalu, media lokal melaporkan, warga menemukan 13 jenasah warga Rohingya yang dibuang di dekat tumpukan sampah di pinggir jalan desa, sekitar 24 kilometer di utara Yangon. Menurut Mirror Daily mereka merupakan kloter terakhir dari 225 warga Rohingya yang hendak diselundupkan ke Malaysia.
Kondisi serupa juga terjadi di jalur laut. Direktur Proyek Arakan, Chris Lewa mengatakan, setidaknya 20 pengungsi Rohingya tewas saat kapal yang mengangkut mereka terombang-ambing di perairan India. Mereka diduga tewas karena kelaparan dan kehausan. “Sebagian lainnya melompat ke laut karena putus asa. Ini benar-benar mengerikan,” kata Lewa.
Saat ini sisa dari pengungsi itu masih terombang-ambing di perairan. Untuk itu, UNHCR kembali mengulangi seruannya agar negara-negara di kawasan segara menyelamatkan mereka.