Selidiki Skandal Piala Dunia 2022, Polisi Belgia Tangkap Pimpinan Parlemen Eropa
Polisi Belgia menyelidiki dugaan kasus penyuapan politikus Uni Eropa terkait pemenangan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
BRUSSELS, MINGGU — Kepolisian Belgia menahan Eva Kaili, salah satu wakil presiden Parlemen Eropa atau PE atas tuduhan menerima sogokan untuk pelaksanaan Piala Dunia 2022 di Qatar. Aparat penegak hukum mengatakan bahwa sejumlah politikus, pegiat, dan pengusaha di Uni Eropa menerima uang suap.
Sebagai balasan, mereka mempromosikan Qatar dan melakukan lobi-lobi politik yang mendukung Qatar. Hal ini ditempuh ketika sebagian besar negara Barat keberatan jika Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Alasannya, Qatar memiliki banyak catatan pelanggaran hak asasi manusia.
Sebelumnya, kepolisian Belgia telah menangkap empat orang yang terbukti menerima suap dari salah satu negara Teluk. Surat kabar Belgia, Le Soir, kemudian mengonfirmasi bahwa negara yang dimaksud ialah Qatar. Polisi menggeledah 16 rumah di Brussels dan mengamankan uang tunai sebanyak 600.000 euro serta sejumlah komputer dan telepon seluler.
Selain Kaili, orang-orang yang ditangkap adalah mantan anggota PE. Pertama, Pier-Antonio Panzeri. Kedua, asisten Panzeri, yakni Francesco Giorgio yang juga pasangan hidup Kaili. Ketiga, Direktur lembaga swadaya masyarakat No Peace Without Justice Niccolo Figa-Talamanca.
Keempat, Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Dagang Internasional (ITUC) Luca Vinsentini. Ayah Kaili, Alexandros Kailis, belakangan juga ditangkap dalam kereta api yang hendak menuju keluar Belgia. Ia berencana kabur dengan membawa tas berisi uang tunai setelah mendengar putri dan menantunya ditahan polisi.
Kaili, yang merupakan politikus partai sosialis Yunani, PASOK, ditangkap di Brussels pada Sabtu (10/12/2022). Ia adalah salah satu dari 14 wakil presiden PE. Kaili mewakili faksi Sosialis dan Demokrat di dalam PE. Tidak lama setelah penangkapan, PASOK dan Faksi Sosialis dan Demokrat PE sama-sama mengeluarkan pernyataan bahwa mereka memecat Kaili dari keanggotaan.
Ketika Qatar diumumkan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022, negara-negara Barat keberatan. Mereka beralasan Qatar melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap para pekerja migran.
Dari 2,9 juta jiwa penduduk negara itu, sebanyak 2,5 juta jiwa adalah ekspatriat maupun buruh migran. Berbagai laporan lembaga HAM mengatakan, banyak pekerja yang tewas akibat dipaksa membangun tujuh stadion dan sarana lainnya untuk Piala Dunia 2022 di tengah suasana gurun yang terik.
Penyelidikan surat kabar The Guardian dari Inggris menyebutkan, terdapat 6.500 pekerja meninggal akibat tidak diberi sarana kerja yang baik ataupun pertolongan pertama ketika sakit. Pada 30 November, ketika diwawancara oleh pembawa acara dari Inggris, Piers Morgan, perwakilan Pemerintah Qatar Hassan Al Thawadi mengatakan bahwa jumlah pekerja yang meninggal berkisar 400-500 orang. Pernyataan Al Thawadi dikecam berbagai pihak karena dianggap menyepelekan situasi pekerja migran.
Di PE, Kaili kerap berpidato mempromosikan Qatar. Ia mengatakan bahwa Qatar memang memiliki masalah perlakuan terhadap pekerja migran, tetapi juga memiliki banyak kemajuan. Adapun Vinsentini yang memberikan wawancara kepada kantor berita Agence France-Presse pada Januari 2022 juga memuji-muji Qatar.
Dua anggota PE dari Belgia, Marie Arena dan Marc Tarabella masih diselidiki polisi. Kepada media Euronews, Arena mengaku tidak terlibat. Ia terseret kasus ini karena salah satu asistennya pada tahun 2019 bekerja di LSM Fight Impunity yang dikelola oleh Panzeri.
Pakar hukum dari perguruan tinggi HEC Paris, Alberto Alemanno menjelaskan kepada Politico bahwa ini adalah skandal korupsi terbesar yang pernah dialami Uni Eropa. Perkara ini menunjukkan penegakan etika di dalam lembaga pemerintahan legislatif itu tidak memadai dan tidak transparan. ”Ada masalah karena kita tidak memiliki aturan seberapa jauh lobi-lobi dari pihak asing boleh dilakukan,” ujarnya. (AFP/REUTERS)