Diplomasi Menegaskan Identitas Pasifik dan Melanesia
Di Pasifik, isu kedaulatan dan keutuhan wilayah menjadi prioritas Indonesia. Sebagian Pasifik Selatan menyokong kemerdekaan Papua. Untuk mendukung diplomasi, Indonesia perlu menuntaskan kasus HAM di Papua.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
Fakta geografis dan demografis menunjukkan Indonesia dapat mengaku sebagai bangsa Pasifik dan negara yang sebagian penduduknya Melanesia. Perlu diplomasi untuk meyakinkan kelaikan itu kepada berbagai pihak di luar negeri. Butuh afirmasi dan yustisi untuk membuktikan kelayakan itu kepada berbagai orang dan lembaga di dalam negeri. Indonesia perlu menunjukkan, orang Melanesia di negara ini diperlakukan setara.
Penegasan terbaru kepada pihak di luar Indonesia dilakukan lewat serangkaian kegiatan di Bali, 5-8 Desember 2022. Indonesia menjadi tuan rumah Archipelagic and Island States (AIS) Forum, Indonesia-Pacific Forum for Development (IPFD), dan Bali Democracy Forum (BDF). Petinggi negara-negara dan organisasi negara Pasifik hadir dalam forum-forum itu.
Pejabat tinggi bangsa-bangsa Melanesia dan Polinesia, dua etnis utama di Pasifik Selatan, menghadiri rangkaian acara tersebut. Menteri Utama Niue, Dalton Tagelagi; Direktur Jenderal Melanesian Spearhead Group (MSG) Leonard Loema; hingga Penasihat Menteri Luar negeri Vanuatu Richard Kaltongga hadir. Mereka selalu ditempatkan dekat Menlu RI Retno Marsudi yang memimpin berbagai rangkaian pertemuan itu.
Penempatan posisi duduk itu penting dalam forum-forum lintas negara. Tamu yang dianggap paling penting akan ditempatkan sedekat mungkin dengan tuan rumah. Dalam pembekalan kepada para duta besar RI beberapa tahun lalu, Presiden Joko Widodo pernah menekankan persoalan itu. Presiden meminta para duta besar memastikan pimpinan delegasi Indonesia berada sedekat mungkin dengan tuan rumah acara lintas negara.
Kedaulatan
Hasil pendekatan itu, antara lain, para peserta IPFD setuju memasukkan isu kedaulatan dan keutuhan wilayah dalam pernyataan bersama. Di Pasifik, isu kedaulatan dan keutuhan wilayah sejak lama menjadi prioritas Indonesia. Sebab, sebagian negara Pasifik Selatan menyokong kemerdekaan Papua dari Indonesia.
”Bangsa-bangsa Pasifik dan Indonesia berbagi banyak tantangan yang sama. Wajar bagi kita untuk mengatasinya bersama sebagai keluarga besar Pasifik. Yang Mulia, memperkuat hubungan dengan negara Pasifik telah menjadi salah satu prioritas politik luar negeri Indonesia dalam delapan tahun terakhir,” kata Retno kepada peserta IPFD.
Ia menyebut, Indonesia memberikan 211 bantuan pembangunan dan teknis ke Pasifik sejak 1999. Setiap bantuan disesuaikan dengan kebutuhan negara dan komunitas penerima.
Selain itu, Indonesia menunjukkan komitmen pada Pasifik lewat berbagai forum kawasan dan internasional. Hal itu, antara lain, dilakukan Indonesia selama menjadi ketua bergilir G20. Indonesia menggunakan hak prerogatif sebagai ketua bergilir untuk pertama kalinya menghadirkan perwakilan Forum Kepulauan Pasifik (PIF) ke G20. Rangkaian pertemuan G20 selama keketuaan Indonesia menghasilkan setidaknya komitmen 10 proyek untuk PIF dan negara-negara kepulauan.
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu RI Abdul Kadir Jailani mengatakan, ada tiga pendekatan penting untuk merekatkan hubungan Indonesia dengan Pasifik. Pertama, mendorong kerja sama Asia Tenggara dan Pasifik dalam kerangka ASEAN Outlook for Indo-Pacific. Kedua, meningkatkan interaksi bisnis dan perdagangan dalam rangka pemulihan ekonomi. Ketiga, bersama-sama menyuarakan kepentingan Pasifik kepada masyarakat internasional.
Bagi Indonesia, IPFD adalah salah satu bukti komitmen yang tidak luntur pada Pasifik. IPFD adalah wujud visi Peningkatan Pasifik yang dicanangkan Indonesia beberapa tahun terakhir. Indonesia mendorong IPFD menjadi pelantar kerja sama Pasifik dengan pihak lain.
Sebagai Ketua ASEAN 2023, Indonesia akan memulai dialog ASEAN-Forum Kepulauan Pasifik (PIF). ”Karena belum pernah ada komunikasi reguler antara ASEAN sebagai satu blok dan PIF sebagai blok yang lain. Selama ini pendekatan kita dalam konteks bilateral dengan PIF,” kata Retno.
Melanesia
Sebelum IPFD, Indonesia menggandeng MSG untuk menyelenggarakan pelatihan pemberdayaan sektor perikanan bagi bangsa-bangsa Melanesia. Di organisasi bangsa-bangsa Melanesia itu, Indonesia berstatus anggota rekanan atau associate member sejak 2015. Indonesia mendapat status itu dalam sidang MSG di Kepulauan Solomon, salah satu negara yang sebagian politisinya pernah gencar mendukung kemerdekaan Papua. Status rekanan didapat setelah Indonesia diterima sebagai peninjau pada 2011.
Indonesia bisa masuk MSG, antara lain, karena dukungan sekutu terdekatnya di Pasifik, Fiji. Lebih dari 10 tahun lalu, Menlu Fiji Ratu Inoke Kubuabola menyebut Indonesia sebagai negara dengan jumlah orang Melanesia terbesar. Ada hampir 12 juta orang Melanesia di Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Sementara gabungan populasi Melanesia di negara-negara lain tidak sampai 11 juta jiwa.
Di antara bangsa-bangsa Pasifik, Fiji memang paling intensif didekati Indonesia. September lalu, Retno meresmikan pusat pelatihan pertanian di sana. Beberapa bulan sebelumnya, dua asrama untuk pelajar juga diresmikan di sana. Dana pembangunan asrama itu disumbang pemerintah dan warga Indonesia.
Persetujuan memasukkan isu kedaulatan dalam pernyatan bersama peserta IPFD menunjukkan diplomasi Indonesia di Pasifik dan bangsa Melanesia berhasil. Walakin, Indonesia perlu mengingat bahwa bukan hanya pihak di luar negeri perlu diyakinkan soal komitmen pada orang Melanesia.
Papua
Tepat sehari selepas IPFD selesai dan dua hari sebelum peringatan Hari HAM Internasional, orang Melanesia di Indonesia terpukul oleh putusan pengadilan atas kasus Paniai. Majelis hakim membebaskan terdakwa tunggal kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia atas peristiwa yang terjadi pada dua bulan pertama pemerintahan Jokowi itu. Majelis hakim pengadilan HAM di Makassar menilai jaksa gagal membuktikan tuntutannya.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengajukan kasus itu harus dituntaskan dengan mencari dan menghukum pihak yang bertanggung jawab. Tanpa itu, Indonesia akan terus terkesan memberikan kekebalan terhadap pihak yang diduga melanggar HAM di Papua yang merupakan orang Melanesia di Indonesia. Ketiadaan pihak yang dihukum juga akan membuat Indonesia kesulitan menunjukkan telah adil bagi orang Melanesia di negara ini.
Karena itu, Usman menganjurkan kasus itu diselidiki ulang. Apalagi, majelis hakim sepakat bahwa insiden itu sebagai serangan sistematis.
Bukan hanya majelis hakim, keluarga empat korban tewas dan 17 orang cedera dalam peristiwa pada Desember 2014 itu sudah menduga tuntutan tidak bisa dibuktikan. Berdasarkan keterangan sedikitnya 50 saksi, seharusnya ada lebih banyak pihak diminta pertanggungjawaban atas peristiwa itu. Faktanya, jaksa hanya menyeret Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu (Purn) sebagai terdakwa.
Keluarga korban tentu saja kecewa dengan putusan itu. ”Kami masyarakat Papua seperti bukan manusia, kami warga kelas dua di mata negara ini, sehingga ada putusan seperti itu,” kata pendamping keluarga korban peristiwa Paniai, Yones Douw, dalam siaran pers yang disebarkan selepas putusan pada 8 Desember 2022 tersebut.