Krisis Utang Mengintai ”Zombi” di Zona Euro
”Gejolak pasar obligasi di zona euro sudah mendekati level tahun 2008. Pasar menginginkan aset-aset aman,” kata ekonom senior Allianz, Patrick Krizan.

Mata uang dollar AS dan euro difoto pada 6 September 2022 di Brest, Perancis bagian barat. Euro anjlok menjadi 0,99 per 1 dollar AS pada 5 September 2022, terendah dalam 20 tahun. Hal ini menyusul pengumuman penghentian gas ke Jerman dari Rusia lewat jaringan pipa Nord Stream.
Inflasi di zona euro naik menjadi 10,7 persen pada Oktober dari 9,9 persen pada September. Situasi ini akan mendorong Bank Sentral Eropa menaikkan lagi suku bunga inti. Akan tetapi, kenaikan suku bunga itu bukan tanpa konsekuensi. Isu tentang potensi krisis utang di zona euro sudah bermunculan lagi.
Suku bunga obligasi terbitan pemerintah di zona euro telah terdorong naik. Itu artinya akan ada beban tambahan untuk pembayaran bunga obligasi terbitan terbaru. Kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral Eropa (ECB) juga telah menaikkan suku bunga efektif (yield) obligasi-obligasi lama.
Makin tinggi suku bunga, yield turut terdorong naik. Yield obligasi Italia, misalnya, sudah naik dari 1 persen pada awal 2022 menjadi 4,164 persen pada 1 November. Yield obligasi pemerintahan zona euro lainnya juga telah naik.
Baca juga : Inflasi Zona Euro ”Terbang ke Bulan”
Kenaikan yield juga menandakan pasar mulai meragukan kekuatan keuangan pemerintahan di zona euro, kecuali Jerman, Belanda, dan beberapa lainnya. Keraguan ini turut menaikkan keengganan pasar untuk memperjualbelikan obligasi, yang sangat penting untuk menjaga likuiditas pasar.
Keraguan investor rawan melanda pasar obligasi Italia, Portugal, Spanyol, Irlandia, serta sudah mengungkit lagi kisah lama krisis utang Yunani. ”Gejolak pasar obligasi di zona euro sudah mendekati level tahun 2008. Pasar menginginkan aset-aset aman,” kata ekonom senior Allianz, Patrick Krizan, seperti dikutip Reuters, 31 Oktober 2022. Gejolak yang mengejutkan, menurut Krizan, mudah memberi efek domino, seperti yang pernah menimpa Eropa sejak 2009 hingga 2015.
Sebagian negara di zona euro memiliki pertumbuhan rendah, sebagian tidak disiplin dan mengalami kenaikan utang terus-menerus serta mengandalkan utang untuk mendorong perekonomian. Fenomenanya mirip yang terjadi di AS dengan utang sudah mencapai 31 triliun dollar AS.
Lagarde versus Meloni

Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde berbicara dalam konferensi pers tentang kebijakan moneter zona euro di Frankfurt, Jerman, 8 September 2022.
Situasi terbaru ini telah menimbulkan perang dingin antara Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni dan Presiden ECB Christine Lagarde. PM Meloni, Selasa (25/10/2022), menyerang ECB lewat pidatonya. Ia katakan kenaikan suku bunga membebani negara-negara dengan porsi utang tinggi, seperti Italia. ”Kenaikan suku bunga menambah beban dan berdampak pada kucuran kredit perbankan kepada perusahaan dan rumah tangga,” kata Meloni.
Presiden ECB Christine Lagarde, Selasa (1/11/2022), dikutip harian Latvia, Delfi Bizness, mengatakan, suku bunga inti masih akan dinaikkan lagi agar inflasi bisa turun ke level 2 persen. ”Arahnya sudah jelas, kita masih jauh dari level inflasi yang diinginkan,” ujarnya.
”Inflasi masih terlalu tinggi di zona euro. Semakin lama inflasi bertahan tinggi, semakin besar risiko inflasi terdorong meninggi. Konsumen dan pebisnis bisa terasuki persepsi inflasi akan meninggi di masa depan dan hal itu membahayakan,” kata Lagarde mengingatkan bahaya inflasi spiral.
Baca juga : Redam Inflasi, Bank Sentral Eropa Kembali Naikkan Suku Bunga
Gubernur Bundesbank Joachim Nagel sudah berkali-kali menegaskan, suku bunga di zona euro harus dinaikkan untuk meredam inflasi. Sejauh ini ECB sudah menaikkan suku bunga inti menjadi 1,5 persen dan akan melakukan hal serupa di bulan-bulan berikutnya.
Salah satu penyebab utama kenaikan inflasi di zona euro adalah kebijakan moneter ekstra longgar dengan suku bunga negatif 0,5 persen sejak 2014. Stimulus ekonomi di masa puncak Covid-19 juga turut mendorong inflasi. Tentu, kenaikan harga energi efek invasi Rusia ke Ukraina ikut mendorong inflasi.
Mengurangi aset

Bendera Uni Eropa dan Spanyol berkibar di depan markas pusat Bank Sentral Eropa (ECB) di Frankfurt, Jerman, 19 Oktober 2022.
Di samping menaikkan suku bunga, ECB akan mengurangi kepemilikan aset sebesar 8,8 triliun euro, di dalamnya termasuk obligasi terbitan pemerintahan di zona euro. Ini serupa dengan pengetatan uang beredar dengan menyedot uang beredar dari pasar. Nagel mengatakan, pengurangan aset ECB itu akan dimulai pada Januari 2023 (Reuters, 1 November 2022).
Meloni juga menyerang rencana penghentian pembelian obligasi oleh ECB tersebut. Ia katakan langkah tersebut turut menambah beban bagi negara anggota zona euro, seperti Italia. Utang Italia pada Juni 2022 lalu sebesar 2,88 triliun euro atau mencapai 150 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), tertinggi kedua setelah Yunani.
Pemerintahan harus menjalankan kebijakan fiskal yang aman sekaligus memperlihatkan komitmen untuk menurunkan rasio-rasio utang.
Lagarde menjawab lagi secara tidak langsung kritik Meloni. Ia katakan agar negara-negara zona euro mengurangi tingkat utang. ”Pemerintahan harus menjalankan kebijakan fiskal yang aman sekaligus memperlihatkan komitmen untuk menurunkan rasio-rasio utang,” kata Lagarde pada 27 Oktober.
Dilema
Keharusan menurunkan inflasi di zona euro sangat masuk akal di tengah tekanan inflasi. Akan tetapi, hal itu memberikan dilema, seperti dituliskan Elisabeth Krecke, ekonom yang berbasis di Luksemburg, dalam situs Geopolitical Intelligence Services AG pada 6 Juli.
Baca juga : Perang Rusia-Ukraina Paksa Eropa Keluarkan Dana Triliunan Euro
Sejak 2009 pasar obligasi pemerintah di zona euro telah ditopang kuat lewat peran ECB. Maraknya pasar obligasi sekunder zona euro adalah berkat peran ECB. Sejak resesi di Eropa pada 2009 hingga 2022, ECB sibuk membeli obligasi pemerintah yang menaikkan aset kepemilikannya dari kisaran 2 triliun euro menjadi 8,8 triliun euro sekarang ini. Total kepemilikan aset oleh ECB sudah setara dengan 70 persen dari total PDB zona euro.
Jika ECB menghentikan pembelian obligasi, bahkan mengurangi kepemilikan obligasi, bagaimana daya tahan pemerintahan Eropa yang sekian tahun sudah ketagihan dengan peran ECB? Demikian pertanyaan Krecke. Jika terjadi letusan utang Italia, seperti apa efek domino yang terjadi? ”Sedangkan letupan krisis utang Yunani sebesar 300 miliar euro saja sudah cukup menghebohkan,” demikian Krecke.

Arsip foto yang diambil di Helsinki pada 18 Desember 2001 memamerkan uang koin dan kertas euro. Akibat perbedaan waktu internasional, Finlandia dan Yunani mengeluarkan mata uang euro baru lebih awal dibandingkan zona euro lainnya pada 1 Januari 2002.
Pasar obligasi Inggris sudah mengalami aksi penghindaran oleh para investor. Bukan tidak mungkin hal serupa akan menimpa zona euro. ”Efek domino sedang mengintai Spanyol, Italia, Belgia. Efek spiral bahkan bisa mendorong Yunani, Portugal, Irlandia, dan Siprus keluar dari euro,” demikian Krecke menuliskan.
Disiplin
Lagarde tidak khawatir dengan peringatan yang ada. Ia mengatakan, kenaikan suku bunga memang akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi zona euro. Akan tetapi, kekuatan keuangan perbankan zona euro kini lebih kuat. ”Posisi perbankan lebih kuat ketimbang menjelang krisis 2009,” katanya.
Ia juga menambahkan, ECB tidak akan hadir untuk menolong negara-negara dengan distorsi kebijakan. Dalam pandangan pengamat, Italia termasuk salah satu yang mendistorsi kebijakan dengan defisit anggaran pemerintah di atas 5 persen terhadap PDB, melebihi 3 persen yang dipersyaratkan.
Baca juga : Uni Eropa Dihadapkan pada Dilema Pengurangan Utang
Ada pesan tersirat dari Bundesbank dan ECB bahwa pemerintahan di zona euro sekian tahun terlalu nyaman dengan peran ECB. Sejumlah negara enggan mendisiplinkan keuangan negara, lupa menaikkan pajak, dan terdorong populis. Hal itu juga ditekankan Mohamed El-Erian dari Allianz, bahwa keadaan yang berkembang sekarang menjadi perintah untuk pendisiplinan keuangan.
Masalahnya sekarang, seberapa kuat kemauan politik pemerintahan zona euro mendisiplinkan diri. ECB punya alasan tentang disiplin diri, yang terbukti membuat Jerman dan Belanda tetap relatif kuat secara ekonomi dan keuangan pemerintahan.

Logo dan kantor pusat Bank Sentral Eropa difoto menjelang konferensi pers tentang kebijakan moneter zona euro di Frankfurt am Main, Jerman bagian barat, 27 Oktober 2022.
Lepas dari itu, ekonom AS, Nouriel Roubini, sudah sejak 2021 mengingatkan bahwa kenaikan suku bunga akan membangkrutkan korporasi ”zombi” dan juga negara-negara ”zombi”. Ini sebutan bagi perusahaan yang tidak bisa menghasilkan pendapatan untuk membayari beban utang. Hal serupa berlaku untuk negara-negara.
Ini akan menjadi pemicu krisis berskala global yang akan berlangsung lama. Roubini tidak menyebut nama-nama negara, tetapi kasus di zona euro memperlihatkan negara zombi itu sangat nyata. Hal itulah yang membuat pasar melihat zona euro berpotensi menjadi sumber krisis berikutnya karena tekanan utang. ”Dan zona euro sudah memasuki resesi,” kata Roubini kepada Spiegel International, 28 Oktober. Dalam laporan lewat ”Financial Stability Review", Mei 2021, ECB juga mengingatkan keberadaan korporasi zombi.
Namun, pasar tetap melihat keadaan yang sangat darurat akan membuat ECB turun tangan. Alternatif lain, beberapa negara di zona euro akan menerima pinjaman dari China, seperti telah berlangsung dengan Yunani, meski hal itu, menurut Roubini, tabu dari sudut pandang geopolitik AS. (AFP/AP/REUTERS)