Perang Rusia-Ukraina Paksa Eropa Keluarkan Dana Triliunan Euro
Negara-negara Eropa harus mengeluarkan dana besar akibat lonjakan harga aneka kebutuhan yang dipicu kenaikan harga energi akibat perang Rusia-Ukraina. Pemerintah Jerman bahkan terpaksa berutang hampir 100 miliar euro.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
BRUSSELS, KAMIS — Negara-negara anggota Uni Eropa harus menanggung dampak bernilai triliunan euro gara-gara perang Rusia-Ukraina. Dana besar itu harus dikeluarkan negara-negara tersebut akibat lonjakan harga aneka kebutuhan yang dipicu kenaikan harga energi. Eropa juga harus mengucurkan banyak uang untuk belanja pertahanan.
Dalam pernyataan pada Rabu (16/3/2022) sore waktu Berlin atau Kamis dini hari WIB, Pemerintah Jerman mengumumkan subsidi senilai 15 miliar euro. Subsidi itu berupa peningkatan batas pendapatan bebas pajak, subsidi ongkos angkutan umum, hingga tunjangan perawatan anak. ”Kenaikan harga, khusus sektor energi, sangat berdampak pada kehidupan banyak orang,” demikian tercantum dalam pernyataan resmi Pemerintah Jerman.
Harga energi di negara-negara anggota UE makin melonjak sejak Rusia menyerbu Ukraina pada 24 Februari 2022. Sanksi Amerika Serikat dan sejumlah negara pada sektor energi Rusia, sebagai respons mereka terhadap serangan Rusia, menjadi faktor utama lonjakan harga. Pasar cemas dengan pasokan yang berkurang karena sanksi itu menyebabkan minyak, gas, dan aneka komoditas energi Rusia sulit masuk pasar. Padahal, hampir separuh minyak dan gas Eropa dipasok Rusia.
Dalam kajian Thunder Said Energy, sebagaimana dikutip Bloomberg, biaya energi akan setara 13 persen produk domestik bruto (PDB) global pada 2022. Tahun lalu, biaya energi hanya setara 6,5 persen PDB global.
Kanselir Jerman Olaf Scholz menegaskan, pasokan energi dari Rusia amat vital bagi Jerman. Karena itu, sampai sekarang Jerman masih keberatan menjatuhkan sanksi pada sektor energi Rusia.
Pengelolaan dampak kenaikan harga energi juga dilakukan Perancis dengan menawarkan insentif hingga 3 miliar euro. Insentif ini diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang membutuhkan banyak energi.
Paris juga memutuskan tidak mengumumkan prakiraan pertumbuhan ekonomi untuk beberapa bulan mendatang. Sebab, kondisi saat ini menjadi amat tidak pasti selepas serbuan Rusia ke Ukraina. Keputusan itu menunjukkan otoritas Perancis dan sejumlah negara lain di Eropa tidak tahu dampak perang saat ini pada perekonomian Eropa.
Kepada media Handelsblatt, anggota Dewan Pengurus Bank Sentral Eropa (ECB), Joachim Nagel, meragukan, UE mengalami stagflasi gara-gara perang Ukraina. Ia merujuk pada kondisi harga-harga naik, sementara perekonomian tidak tumbuh. Pekan lalu, UE memutuskan mempercepat pelepasan surat utang yang dipegangnya sembari menunda kenaikan suku bunga acuan.
Akan tetapi, sejumlah data makro menunjukkan sebaliknya. Pendaftaran kendaraan baru di UE sepanjang Februari 2022 terpangkas 6,7 persen dibandingkan dengan Januari 2022. Tidak sampai 720.000 kendaraan baru didaftarkan di 27 anggota UE. Penjualan kendaraan baru terpangkas 5,4 persen dibandingkan dengan Januari 2022. Penjualan kendaraan baru di UE terus menurun dalam delapan bulan terakhir.
Perang Rusia-Ukraina dikhawatirkan akan makin memangkas penjualan kendaraan baru. Sebab, sebagian suku cadang dan bahan baku kendaraan dipasok dari Rusia dan Ukraina. Perang dan rangkaian sanksi AS serta sekutunya menyulitkan pengiriman aneka suku cadang dan bahan baku itu.
Utang
Sementara itu, karena peningkatan belanja, Jerman berencana berutang 99,7 miliar euro untuk tahun anggaran 2022. Jumlah utang itu setara 21 persen APBN Jerman 2022 yang bernilai 457 miliar euro. Anggaran itu pun belum termasuk rencana belanja pertahanan 100 miliar euro selama beberapa tahun mendatang. Rencana itu diumumkan Scholz beberapa hari setelah Rusia menyerbu Ukraina.
Menurut media Deutsche Welle, ada kemungkinan Jerman menambah utang lagi untuk menambal belanja tahun ini. Sebab, beberapa faktor yang dipicu perang Rusia-Ukraina belum dimasukkan sebagai pertimbangan dalam APBN. Berlin, antara lain, belum menghitung biaya untuk menampung pengungsi Ukraina di Jerman.
Di UE, juga ada pembicaraan soal utang bersama senilai 2 triliun euro. Hasil penerbitan surat utang itu akan digunakan untuk membeli senjata dan memangkas ketergantungan energi UE pada Rusia.
Utang bersama tersebut dibahas dalam pertemuan para pemimpin UE di Istana Versailles, Perancis, pekan lalu. Perdana Menteri Italia Mario Draghi mengungkap rencana penerbitan obligasi yang pembayarannya akan ditanggung bersama keseluruhan 27 negara anggota UE.
Presiden Eurogroup Paschal Donohue mengatakan, belum ada kesepakatan soal penerbitan utang bersama. Sampai sekarang, UE masih menjajaki mekanisme pendanaan yang tersedia.
Utang bersama menjadi masalah sensitif dan bolak-balik memicu kebuntuan di UE. Pada awal pandemi Covid-19, Belanda bersama sejumlah negara menolak ide itu. Mereka menuding Italia, Spanyol, dan Portugal tidak disiplin mengelola APBN serta bisa menjadi pihak paling diuntungkan oleh mekanisme itu. Sementara Belanda dan sejumlah negara di Eropa Utara, yang disiplin mengelola APBN, bisa semakin diberatkan oleh inisiatif tersebut.
Transisi energi
Seperti disampaikan Draghi, dana hasil utang baru, antara lain, akan digunakan untuk transisi energi agar Eropa bisa melepas ketergantungan pada Rusia. Menurut lembaga kajian Bruegel Institute, UE akan membayar rata-rata 850 juta dollar AS per hari ke Rusia untuk impor gas dan minyak saja.
UE tidak bisa begitu saja menghentikan impor energi dari Rusia. Sebab, langkah itu sama saja menghapus 3 juta barel minyak per hari dari jalur pasokan energi Eropa. ”Di tengah ketatnya pasar energi, tidak mudah mencari penggantinya,” kata lembaga Bruegel Institute.
Hal yang tidak kalah penting, sejumlah kilang minyak Eropa dirancang untuk mengolah minyak Rusia. Kilang itu harus dirombak jika akan digunakan untuk mengolah minyak mentah dari negara atau kawasan lain. Hal itu berarti Eropa harus memilih menanamkan modal besar mengubah kilang dan menanggung gangguan pasokan selama perombakan atau tetap membeli minyak Rusia.
Eropa juga akan kehilangan muka dan legitimasi di panggung internasional jika menghapus minyak dan gas Rusia. Sebab, langkah itu akan memaksa Eropa dapat mengaktifkan lagi berbagai pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Padahal, Eropa gencar mendesak penghentian batubara.
”Eropa bisa hidup tanpa minyak dan batubara Rusia. Akan tetapi, ada dampak sangat menyakitkan dalam jangka menengah. Perlu kerja sama Eropa dengan mitra internasionalnya untuk mengatasi masalah itu,” kata Simone Tagliapietra, peneliti Bruegel.
Tidak mudah bagi Eropa mendapatkan energi dari AS yang kaya gas alam dan minyak hingga batubara. Sebab, AS menganut pasar bebas untuk energinya. Minyak dan gas akan dikirimkan kepada pembeli yang bersedia memberikan harga paling mahal. Hal itu berarti Eropa berpeluang membayar energi lebih mahal jika memutus pasokan dari Rusia. (AFP/REUTERS)