Sebanyak 11 orang tewas dan belasan orang lainnya terluka setelah kamp pelatihan militer Rusia diserang dua orang tidak dikenal. Rencana mobilisasi massa yang digagas Kremlin mendapat tentangan banyak pihak.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
BELGOROD, MINGGU — Sebanyak 11 sukarelawan peserta pelatihan militer Rusia tewas dan belasan orang lainnya terluka setelah dua orang tidak dikenal menyerang kamp pelatihan Distrik Militer Barat di Belgorod, Sabtu (15/10/2022). Pihak berwenang Rusia tengah menyelidiki kejadian ini, termasuk motif penembakan.
Dikutip kantor berita Rusia, TASS, Kementerian Pertahanan Rusia dalam pernyataannya menyebut dua pelaku adalah warga negara CIS (organisasi negara-negara eks Uni Soviet). Anggota CIS sendiri terdiri dari 11 negara, di dalamnya termasuk Rusia dan Ukraina, dua negara yang kini tengah berperang.
Kementerian Pertahanan Rusia dalam pernyataannya menyebut kedua penyerang menggunakan senjata api ringan melepaskan tembakan ke sekelompok sukarelawan yang tengah melakukan latihan menembak. Sempat terjadi tembak-menembak dan keduanya kemudian tewas di tempat kejadian.
Belasan peserta latihan yang terluka, menurut pernyataan tersebut, dibawa ke fasilitas medis terdekat untuk mendapatkan perawatan. Kementerian Pertahanan Rusia menyebut serangan itu sebagai aksi terorisme.
Serangan di kamp pelatihan militer di sebuah kota kecil Soloti, 105 kilometer tenggara Belgorod, adalah serangkaian insiden yang melanda wilayah Rusia. Gubernur Belgorod Vyacheslav Gladkov sebelumnya mengatakan, sebuah depo minyak terbakar setelah diserang oleh beberapa orang menggunakan senjata. Gladkov sempat mengunggah sebuah foto yang menunjukkan api dan gumpalan asap hitam sebuah gedung.
Dua hari berturut-turut, Kamis dan Jumat, serangan juga terjadi pada pembangkit listrik regional yang telah menyebabkan pemadaman listrik di sejumlah wilayah di Belgorod. Sebuah depo amunisi juga hancur setelah diserang.
Beberapa pejabat Rusia menyatakan bahwa serangan-serangan itu dilakukan oleh Ukraina. Tidak ada pernyataan resmi dari Kyiv soal serangan-serangan tersebut.
Namun, serangan terakhir di kamp pelatihan militer Rusia ditanggapi oleh Oleksiy Arestovych, Penasihat Presiden Volodymyr Zelenskyy. Dalam sebuah rekaman wawancara yang di platform Youtube, Arestovych menyebut bahwa kedua penyerang berasal dari Tajikistan. Menurut dia, serangan itu dilandaskan atas motif agama. Reuters tidak bisa mendapatkan pernyataan resmi Arestovych atas video rekaman tersebut.
Penembakan itu sendiri terjadi di tengah upaya Kremlin untuk menambah jumlah pasukan dengan memobilisasi warga Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin menginginkan agar ada tambahan 300.000 tentara baru di Ukraina. Rencana itu ditargetkan selesai dalam dua pekan.
Namun, pelaksanaan di lapangan mengalami kendala. Para pengambil kebijakan dinilai mengeluarkan sinyal yang membingungkan tentang siapa saja yang wajib dipanggil untuk tugas negara tersebut. Semua laki-laki dewasa Rusia yang berusia di bawah 65 tahun terdaftar sebagai tentara cadangan.
Putin mengumumkan bahwa warga negara Rusia yang baru bertugas di militer akan menjadi prioritas untuk dipanggil. Namun, yang terjadi di lapangan, hal itu tidak berjalan dan semua pria berusia di bawah 65 tahun diminta untuk melapor dan ikut serta dalam mobilisasi tersebut.
Bahkan, menurut sejumlah aktivis dan kelompok hak asasi manusia, aparat keamanan secara sewenang-wenang memaksa orang yang tidak memiliki pengalaman tempur untuk ikut serta. Bila menolak, mereka akan dijebloskan ke tahanan dan dipaksa tunduk.
Beberapa dari cadangan yang baru dipanggil mengunggah video mereka dipaksa tidur di lantai atau bahkan di luar dan diberi senjata berkarat sebelum dikirim ke garis depan. Laporan media Rusia mengatakan, beberapa dari mereka yang dimobilisasi dikirim ke pertempuran tanpa menerima pelatihan yang layak. Di lapangan, dengan pelatihan yang minim, mereka menjadi yang pertama-tama terbunuh.
Perihal ini belum ada konfirmasi dari pihak Rusia. Namun, dilaporkan, pihak berwenang di Rusia telah mengakui bahwa mobilisasi sering kali tidak terorganisasi dengan baik. Oleh karena itu, mereka berjanji untuk memperbaiki situasi.
Amerika Serikat terus menggelontorkan bantuan militer ke Ukraina. Washington, Jumat (15/10/2022), mengirimkan bantuan persenjataan terbaru senilai 725 juta dollar AS. ”Bantuan itu datang setelah serangan rudal brutal Rusia terhadap warga sipil di seluruh Ukraina dan meningkatnya bukti kekejaman oleh pasukan Rusia,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sebuah pernyataan.
Blinken mengatakan, tambahan persenjataan ini adalah bukti bahwa AS akan selalu berdiri bersama rakyat Ukraina untuk mempertahankan kebebasan dan kemerdekaan mereka. Tambahan bantuan persenjataan ini membuat total bantuan militer AS ke Ukraina menjadi 18,3 miliar dollar AS sejak dimulainya pemerintahan Presiden Joe Biden.
Dalam keterangan terpisah, Departemen Pertahanan AS menyebut paket terbaru ini mencakup lebih banyak amunisi untuk sistem roket HIMARS, senjata anti-tank, rudal anti-radiasi yang dikenal sebagai HARM, kendaraan dan pasokan medis.
Sejumlah pejabat, yang tidak mau disebut namanya, mengatakan bahwa waktu pengumuman paket senjata serta isi dan nilainya dapat berubah hingga menit terakhir.
Salah satu pejabat mengatakan bahwa paket bantuan itu tidak berisi material persenjataan yang bisa digunakan untuk mengalahkan serangan rudal Rusia. Namun, paket bantuan ini dirancang untuk meningkatkan kemampuan Ukraina melalui serangan balasan yang menghasilkan keuntungan teritorial besar dalam beberapa minggu terakhir. (AP/AFP/REUTERS)