Harga Minyak Mentah Turun, Arab Saudi Pangkas Produksi Minyak
Data Joint Organisations Data Initiative menunjukkan penurunan produksi dan ekspor minyak Arab Saudi terus terjadi sejak Mei 2022. Meski ada tren penurunan harga, ada potensi harga minyak di atas 100 dollar AS per barel.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
RIYADH, MINGGU — Di tengah penurunan harga minyak mentah dunia, Arab Saudi telah berbulan-bulan memangkas produksi bahan bakar minyak. Para produsen lain juga terus mengurangi pasokan minyak ke pasar global.
Dalam laporan pada Minggu (25/9/2022), media Arab Saudi, Arab News, mengungkap bahwa produksi BBM Arab Saudi berkurang 90.000 barel per hari. Sementara jika digabung hasil olahan minyak lainnya, ekspor Riyadh berkurang 170.000 barel per hari.
Produk yang dipangkas Riyadh, antara lain, adalah oli mesin dan BBM pesawat. Jumlahnya mencapai 60.000 barel per hari. Arab Saudi juga memangkas ekspor bensin dan solar hampir 50.000 barel per hari. Cadangan total BBM Saudi juga berkurang 700.000 barel.
Mengacu pada data Joint Organisations Data Initiative (JODI), organisasi pemantau industri minyak dan gas bumi, penurunan produksi dan ekspor minyak Arab Saudi terus terjadi sejak Mei 2022. JODI antara lain mencatat, ekspor minyak Arab Saudi pada Juli 2022 lebih rendah 10,6 persen dibandingkan ekspor bulan Juli 2021.
Penurunan produksi itu diungkap di tengah penurunan harga minyak global. Dalam penutupan perdagangan pekan lalu, harga minyak mentah kembali berada di bawah 80 dollar AS per barel. Pada Maret 2022, harga minyak sempat melewati 130 dollar AS per barel.
Menteri Perminyakan Nigeria Timipre Sylva mengatakan, Organisasi Negara-negara Produsen Minyak (OPEC) bisa mempertimbangkan pemangkasan produksi jika harga terus turun. Pada awal September 2022, OPEC bersama Rusia setuju memangkas produksi 100.000 barel per hari.
Menurut pakar Kajian Timur Tengah pada Qatar University Nikolay Kozhanov, OPEC+ sebenarnya belum memenuhi kuota produksi. Kekurangannya mencapai 3,58 juta barel per hari. Dengan ditambah kapasitas terpasang, OPEC+ diduga menahan pasokan hingga 6,5 juta barel per hari.
Khawatir
Kondisi perekonomian global berkontribusi pada penurunan harga minyak. ”Kekhawatiran pada penurunan drastis perekonomian jadi faktor utama,” kata John Kilduff, pendiri Again Capital.
Pasar cemas pada fenomena kenaikan suku bunga acuan (SBA) di Amerika Serikat dan banyak negara. Sejak dulu, kenaikan SBA selalu diikuti perlambatan aktivitas ekonomi. Sebab, SBA dinaikkan dengan tujuan utama meredam konsumsi dan mendorong warga lebih banyak menyimpan.
Faktor lain adalah kenaikan nilai tukar dollar AS. Banyak pembeli terpaksa menunda pembelian aneka produk yang dijual dalam dollar AS.
Pasar juga cemas pada gangguan rantai pasok akan semakin berkepanjangan selepas Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan mobilisasi terbatas pasukan cadangan negaranya. Gangguan rantai pasok akan menghambat perekonomian, dan salah satu dampaknya adalah kebutuhan minyak berkurang.
Meski ada tren penurunan harga, sejumlah lembaga keuangan mengingatkan potensi harga minyak di atas 100 dollar AS per barel. ”Pasar akan sangat rentan berubah. Ada banyak faktor pemicu lonjakan harga,” kata Amrita Sen, kepala kajian pasar minyak pada Energy Aspect.
Salah satu sumber kecemasan pasar adalah Rusia nekat menghentikan total pasokan ke pasar. Moskwa bisa melakukan langkah itu apabila AS dan sekutunya jadi membatasi harga minyak Rusia. Pembatasan direncanakan berlaku pada Desember 2022. Washington dan sekutunya mengusulkan harga minyak Rusia dibatasi maksimal 60 dollar AS per barel.
Dengan ekspor rata-rata 8 juta barel per hari, Rusia bisa kehilangan potensi pendapatan hingga 7,2 miliar dollar AS per bulan karena pembatasan itu. Padahal, di tengah aneka sanksi AS dan sekutunya, pendapat dari minyak menjadi andalan Rusia selama beberapa bulan terakhir.
Kozhanov mengingatkan, Arab Saudi dan negara lain di OPEC+ juga tidak mau ada pihak yang mengganggu harga pasar minyak global. Pemangkasan 100.000 barel per hari untuk produksi Oktober 2022 adalah simbol penolakan OPEC+ terhadap semua upaya pengendalian harga minyak di luar mekanisme pasar normal.
Dalam pembicaraan via telepon antara Putin dengan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman pada Kamis (22/9/2022), Moskwa-Riyadh sepakat menjadi penyangga pasar minyak global. Sejumlah pejabat OPEC+ menyebut Moskwa-Riyadh mau harga minyak mentah global berada di kisaran 100 dollar AS per barel.
Riyadh sulit menerima harga minyak di atas 120 dollar AS per barel. Sementara Moskwa tidak mau harganya di bawah 80 dollar AS per barel.
Kesepakatan mereka bisa membentuk harga pasar. Arab Saudi dan Rusia adalah pemasok hampir 25 persen kebutuhan minyak global. AS sebenarnya memproduksi paling banyak, yakni hampir 19 juta barel per hari.
Masalahnya, menurut data Badan Informasi Energi (EIA) AS, negara itu membutuhkan 20,5 juta barel BBM dan aneka produk olahan minyak setiap hari. Dengan kata lain, AS malah harus mengimpor lebih dari 1,5 juta barel per hari untuk memenuhi kebutuhannya. (AFP/REUTERS)