Sepanjang Juli 2022, Riyadh membeli sampai 76.000 barel BBM per hari dari Moskwa. Arab Saudi membayar rata-rata 135 juta dollar AS per bulan ke Rusia.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
RIYADH, SENIN - Raksasa minyak dunia, Arab Saudi, ternyata ikut membeli minyak Rusia. Riyadh juga menanamkan triliunan rupiah di sejumlah perusahaan minyak Moskwa.
Dilaporkan The New York Times dan CNN, Senin (19/9/2022), Arab Saudi membeli bahan bakar minyak (BBM) dari Rusia. Riyadh tidak membeli minyak mentah dari Moskwa.
Dilaporkan lembaga kajian riset komoditas, Kpler, Arab Saudi membeli rata-rata 50.000 barel BBM per hari dari Rusia. Bahkan, sepanjang Juli 2022, Riyadh membeli sampai 76.000 barel BBM per hari dari Moskwa.
Hampir seluruh BBM Rusia dipakai Arab Saudi untuk mengoperasikan pembangkit listriknya. Dengan membeli BBM dari Rusia, Arab Saudi bisa menjual BBM dan minyak mentahnya ke negara lain.
Seperti kepada China dan India, menurut Kpler, Rusia juga memberi diskon untuk Arab Saudi. Oleh karena itu, lebih untung bagi Arab Saudi untuk menjual minyaknya dan membeli BBM dari Rusia.
Dengan asumsi harga rata-rata 90 dollar AS per barel, Riyadh membayar rata-rata 4,5 juta dollar AS per hari ke Rusia. Pada harga itu, Arab Saudi membayar rata-rata 135 juta dollar AS per bulan ke Rusia.
Bukan hanya membeli minyak, Arab Saudi juga memasukkan uang ke industri minyak Rusia lewat investasi. Kingdom Holding Company (KHC), perusahaan investasi Arab Saudi yang dikendalikan Pangeran Waleed bin Talal, menanamkan 526 juta dollar AS ke Gazprom, Rosneft and Lukoil.
Pangeran Waleed merupakan keponakan Raja Salman bin Abdulaziz. Public Investment Fund, lembaga investasi milik Pemerintah Arab Saudi dan dikendalikan Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), mempunyai 16,87 persen saham KHC. Sampai sekarang, Putra Mahkota Arab Saudi itu tidak kunjung mengecam Rusia selepas perang Rusia-Ukraina meletus.
Independen
Mantan Duta Besar AS di Riyadh Robert W Jordan mengatakan, MBS bukan membela Rusia dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Pangeran itu hanya berusaha menunjukkan ia dan kerajaan independen dari AS.
Pangeran MBS berkali-kali mengabaikan permintaan Presiden AS Joe Biden untuk mendukung upaya AS mengisolasi Rusia dan Putin. Biden, misalnya, meminta Riyadh menambah pasokan minyak ke pasar agar dunia tidak kekurangan minyak saat Rusia dilarang sepenuhnya mengekspor komoditas energinya. Namun, hal ini tidak diindahkan MBS.
Badan Energi Internasional (IEA) menyebut, dunia akan kehilangan 1,4 juta barel minyak mentah dan 1 juta barel BBM jika Rusia dilarang ekspor. Upaya AS dan enam mitranya di G7 untuk melarang ekspor energi Rusia berkontribusi pada hilangnya pasokan itu. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) berkali-kali menyatakan tak akan bisa mengganti pasokan sebanyak itu.
OPEC malah terus berkoordinasi dengan Rusia dalam penentuan produksi minyak global. Setelah menaikkan 100.000 barel per hari untuk periode September, OPEC memangkas dengan jumlah yang sama untuk Oktober.
Kontrol harga
Dengan kapasitas produksi total 25 juta barel dari kebutuhan global 99 juta barel per hari, Moskwa-Riyadh bisa mengontrol harga minyak dunia. ”Hubungan Arab Saudi-Rusia jelas semakin mendalam,” kata mantan Menteri Energi AS Bill Richardson.
Mantan petinggi Saudi Aramco, Sadad Ibrahim Al Husseini, mengatakan, keakraban Arab Saudi-Rusia juga didorong keinginan mencegah Eropa Barat-AS mendominasi pasar global.
Teknologi penambangan migas di antara rekahan batu membuat AS, Inggris, dan sejumlah negara Eropa punya banyak cadangan. ”Saudi menemukan Rusia sebagai mitra efektif untuk mengendalikan pasar minyak,” katanya.
Keakraban Arab Saudi-Rusia juga didorong keinginan mencegah Eropa Barat-AS mendominasi pasar global.
Adapun Presiden Direktur Crescent Petroleum Badr H Jafar mengatakan, Arab Saudi dan negara Timur Tengah juga terancam oleh sikap AS dan mitranya soal perubahan iklim. Washington dan mitra serta sekutunya terus mendorong transisi energi. Dorongan itu dipandang bisa mematikan sumber pendapatan utama negara-negara produsen minyak.
Mantan pejabat urusan sanksi pada Departemen Luar Negeri AS, Jason Blazakis, menyebut, kedekatan Moskwa-Riyadh salah satu penyebab sanksi AS dan sekutunya belum berdampak ke Rusia. Moskwa masih terus mendapatkan dana untuk menopang perekonomiannya di tengah berondongan sanksi Washington dan sekutunya.
Berdasarkan IEA, Rusia adalah produsen minyak terbesar ketiga di dunia setelah AS dan Arab Saudi. Rusia merupakan eksportir minyak terbesar dunia dan eksportir minyak mentah terbesar kedua setelah Arab Saudi untuk pasar global. (AFP/REUTERS/RAZ)