Tambah Tipis Pasokan Minyak, OPEC+ Dianggap ”Cibir” AS-Eropa
Sejumlah upaya dilakukan Amerika Serikat dan Eropa agar ”para pembesar” OPEC+ mau menambah pasokan minyak. Permintaan diakomodasi, tetapi dalam volume yang sangat tipis.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
VIENNA, KAMIS — Negara-negara penghasil minyak mentah sepakat menambah produksi minyak mentah di bawah harapan pasar. Padahal, pemimpin dua negara kaya di Eropa dan Amerika telah berusaha membujuk produsen agar menaikkan lebih banyak.
Organisasi negara penghasil minyak mentah dan mitra koalisinya, dikenal sebagai OPEC+, sepakat menambah 100.000 barel per hari untuk produksi September 2022. Kesepakatan itu diumumkan pada Rabu (3/8/2022) sore waktu Vienna atau Kamis dini hari WIB.
Ini merupakan kenaikan paling rendah dalam 40 tahun terakhir.
Ini merupakan kenaikan paling rendah dalam 40 tahun terakhir. Jika dibandingkan dengan kenaikan beberapa bulan terakhir pun, janji untuk September itu tetap sangat rendah. OPEC+ menaikkan antara 430.000 barel dan 650.000 barel per bulan selama beberapa waktu terakhir. Janji kenaikan September setara 0,1 persen kebutuhan global.
Dalam perdagangan Kamis (4/8/2022), harga minyak sempat naik sedikit. Brent dipasarkan pada 97,2 dollar Amerika Serikat (AS) per barel atau naik 0,4 persen dan Texas WTI 91,15 dollar AS per barel atau naik 0,4 persen. Setelah itu, harga terkoreksi lebih tinggi dibandingkan kenaikannya. Harga Brent turun menjadi 96,78 dollar AS per barel dan WTI menjadi 90,66 dollar AS per barel.
”Kenaikan pasokan September di bawah (kenaikan) produksi bulan-bulan sebelumnya. Pasar sebenarnya masih kekurangan pasokan,” kata analis pada CMC Markets, Leon Li. Ia menyebut, harga masih akan berkembang pada kisaran 90 dollar AS hingga 100 dollar AS per barel.
Perang Rusia-Ukraina, ketegangan di Selat Taiwan, hingga pelemahan perekonomian AS-Uni Eropa menjadi faktor-faktor pembentuk harga minyak. OPEC+, termasuk Rusia di dalamnya, dinilai masih terus menolak permintaan meningkatkan pasokan pasar. Sejumlah pejabat OPEC+ menyebut, kenaikan tipis untuk menenangkan AS sekaligus tetap menyenangkan Rusia.
AS paling berkepentingan dengan tambahan produksi minyak global. Washington berharap inflasi, yang kini mencapai rekor tertinggi dalam 4 dekade terakhir, bisa lebih terkendali jika harga minyak bisa diturunkan.
OPEC+ beralasan sulit menaikkan kapasitas produksi karena selama pandemi ada pemangkasan investasi dan produksi sektor migas. Saat permintaan mulai pulih, kemampuan produsen belum bisa mengimbangi permintaan. Bahkan, sejumlah anggota OPEC+ mengaku kewalahan dan tidak mungkin lagi menaikkan kapasitas.
Memalukan
Sejumlah pengamat berpendapat, janji kenaikan tipis oleh OPEC+ memalukan bagi Presiden AS Joe Biden dan Presiden Perancis Emmanuel Macron. Biden-Macron telah melobi penguasa faktual Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman dan Presiden Uni Emirat Arab Mohammed bin Zayed.
Riyadh dan Abu Dhabi dinilai paling mempunyai peluang meningkatkan produksi minyak mentah. ”Secara fisik, kenaikan lebih kecil dibandingkan kedipan. Dari sudut pandang politis, malah bisa disebut penghinaan,” kata Direktur Kajian Energi pada Eurasia Group, Raad Alkadiri.
Lobi Biden antara lain mendatangi Arab Saudi dan menyetujui penjualan rudal senilai 5,3 miliar dollar AS ke Arab Saudi. Sebelum ke Arab Saudi, Biden mencoba menelepon Mohammed bin Salman dan Mohammed bin Zayed. Mereka kompak menolak telepon Biden.
Upaya Biden itu menandakan betapa butuhnya AS terhadap kedua negara produsen minyak itu. Sebab, dalam pernyataannya selama masa kampanye pemilihan umum presiden AS pada 2022, Biden menyerukan akan mengisolasi Mohammed bin Salman karena kasus Jamal Khashoggi.
Tujuan lobi Biden ialah meminta Abu Dhabi dan Riyadh meningkatkan produksi minyak mereka. Harapannya, tambahan pasokan bisa menutupi kekurangan pasokan dari Moskwa. Sejak perang Rusia-Ukraina, AS dan sekutunya berusaha memutus sumber uang Rusia. Salah satunya adalah ekspor minyak, gas, dan batubara.
Upaya ini memicu lonjakan harga energi. Sebab, Rusia pemasok besar energi global. Hingga 7 persen minyak dan 11 persen gas global dipasok oleh Rusia. Eropa jadi pelanggan terbesar Rusia. Manuver AS justru malah memukul banyak sekutunya sendiri.
Manuver AS justru malah memukul banyak sekutunya sendiri.
Seiring upaya memutus ekspor energi Rusia, Biden berusaha mendorong kenaikan produksi minyak dari negara lain. Upaya berbulan-bulan dijawab dengan kenaikan tipis.
”Kenaikan sangat tipis walau tetap ada manfaatnya. Mari fokus pada tujuan dasarnya, mengurangi harga minyak dan sekarang itu mulai terjadi,” kata penasihat sektor energi pada Departemen Luar Negeri AS, Amos Hochstein. (AFP/REUTERS/RAZ)