Kebocoran dan Masalah Mesin Tunda Peluncuran Artemis 1
NASA memutuskan menunda peluncuran Artemis 1 karena ada kebocoran bahan bakar dan gangguan mesin. Misi penjelajahan Artemis akan dilakukan tiga tahap dengan sasaran pendaratan di bulan sebagai batu loncatan ke Mars.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD, FRANSISCA ROMANA
·5 menit baca
Kebocoran bahan bakar dan masalah mesin memaksa Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menunda peluncuran Artemis 1 ke orbit Bulan, Senin (29/8/2022). Jika seluruh kendala penyebab tertundanya peluncuran berhasil diperbaiki, NASA menjadwalkan waktu peluncuran tentatif: Jumat (2/9/2022) dan Senin (5/9/2022).
Menurut rencana, roket akan lepas landas dari pusat peluncuran di Pusat Luar Angkasa Kennedy (Kennedy Space Center) di Cape Canaveral, Florida, AS, Senin (29/8/2022) pukul 08.33 waktu setempat. Namun, 40 menit sebelum peluncuran, NASA membatalkan peluncuran.
Bill Nelson, administrator NASA, dikutip The New York Times, mengatakan, tim meneliti semua penyebab penundaan peluncuran itu. ”Mereka akan mencari, memperbaiki, dan menyelesaikannya. Kemudian mereka akan menerbangkannya,” katanya.
NASA memutuskan menghentikan rencana peluncuran Artemis 1 karena saluran hidrogen cair tidak cukup mampu mendinginkan satu dari empat mesin inti roket saat masih dalam proses persiapan.
Pengisian tangki oksigen cair dan hidrogen cair sebanyak 1 juta galon atau setara 3,785 juta liter berlangsung tanpa masalah. Akan tetapi, kebocoran terdeteksi pada saluran bakar hidrogen cair yang menempel di bawah roket.
Hal ini pernah terjadi pada proses latihan hitung mundur, April lalu. Para insinyur dapat memperbaiki masalah itu dan pengisian tangki hidrogen dilanjutkan.
Pada detik-detik terakhir hitungan mundur jelang peluncuran, sebagian dari hidrogen cair dan oksigen cair dialihkan mengalir di sekitar empat mesin yang berfungsi mendinginkannya jelang persiapan peluncuran. Semua jalur oksigen bekerja. Akan tetapi, dari empat jalur hidrogen cair yang akan digunakan, satu mengalami masalah.
Para insinyur sempat mencoba melakukan beberapa upaya alternatif untuk mengatasi kendala itu, tetapi tidak memuaskan. Akhirnya, NASA memutuskan untuk membatalkan peluncuran.
Wakil Presiden AS Kamala Harris dan suaminya, Douglas Emhoff, yang terbang dari Washington untuk melihat secara langsung peluncuran urung menyaksikan peluncuran Artemis 1. Peluncuran ini akan menjadi lembaran sejarah baru bagi kemampuan teknologi luar angkasa AS.
Meski NASA secara resmi belum mengumumkan waktu yang pasti untuk percobaan peluncuran berikutnya, laman Youtube resmi NASA menyebut percobaan peluncuran berikutnya akan berlangsung pada Jumat (2/9/2022) pukul 23.00 waktu setempat.
Penerbangan yang dinamai Artemis 1 ini bertujuan menguji roket Sistem Peluncuran Luar Angkasa (SLS) tanpa awak dan kapsul awak Orion yang berada di ujung roket. Kapsul itu akan mengorbit Bulan untuk meneliti apakah kendaraan tersebut aman bagi manusia dalam waktu dekat.
”Misi ini beriringan dengan harapan dan impian banyak orang. Dan, kita sekarang adalah generasi Artemis,” kata Nelson.
Roket raksasa setinggi 98 meter berwarna jingga-putih telah berdiri di kompleks peluncuran 39B selama sepekan ini. Tangki bahan bakar telah diisi dengan lebih dari 3 juta liter hidrogen dan oksigen cair. NASA menyebutkan, ada 80 persen peluang cuaca yang memungkinkan untuk peluncuran dalam rentang waktu selama dua jam.
Untuk pertama kalinya, seorang perempuan, Charlie Blackwell-Thompson, akan memberikan lampu hijau terakhir untuk peluncuran roket. Kamera akan menangkap setiap momen dalam 42 hari perjalanan, termasuk swafoto pesawat luar angkasa dengan Bulan dan Bumi di latar belakang. Kapsul Orion akan mengorbit Bulan dalam jarak terdekat 100 kilometer dan menggeber mesinnya untuk menempuh jarak 40.000 mil. Jarak ini akan menjadi rekor bagi pesawat luar angkasa jika kelak membawa manusia.
Salah satu tujuan misi ini adalah menguji perisai panas kapsul. Diameternya mencapai 48 meter, terbesar yang pernah dibuat. Sekembalinya ke atmosfer Bumi, pelindung panas ini harus menahan kecepatan 25.000 mil per jam dan suhu 2.760 derajat celsius. Ini separuh dari panas Matahari.
”Yang kita mulai dengan peluncuran pada Senin ini bukan lari cepat, melainkan maraton, untuk membawa tata surya ke lingkungan kita,” kata Bhavya Lal, rekanan administrator NASA untuk teknologi, kebijakan, dan strategi.
Misi selanjutnya, Artemis 2, akan membawa astronot ke orbit sekitar Bulan tanpa mendarat di permukannya. Baru pada misi Artemis 3 tahun 2025, astronot akan mendarat di Bulan. Manusia terakhir yang berjalan di Bulan adalah dua pria dari tim Apollo 17 tahun 1972, mengikuti jejak 10 astronot lain selama lima misi sebelumnya yang dimulai Apollo 11 tahun 1969.
Kala misi Apollo, manusia berjalan di Bulan hanya eksklusif bagi pria kulit putih. Bersama misi Artemis, perempuan dan warga kulit berwarna akan turut serta.
Batu lompatan ke Mars
Lantaran manusia sudah mengunjungi Bulan, Artemis menetapkan tujuan lain, yakni misi berawak ke Mars. Program ini berambisi membangun kehadiran manusia untuk bertahan lama di Bulan melalui stasiun luar angkasa yang mengorbitnya, yakni Gateway, dan pangkalan di permukaan Bulan. Gateway nantinya akan berperan sebagai stasiun pengisian bahan bakar untuk perjalanan ke Mars yang berlangsung minimal sebulan lamanya.
Dalam artikel ”Why NASA is Going Back to the Moon” yang dilansir The New York Times, 28 Agustus 2022, disebutkan, misi ini tidak sebatas mendaratkan manusia di Bulan. ”Itu sudah pernah,” kata Presiden AS Barack Obama tahun 2010.
Kini, seperti dijabarkan Nelson, astronot akan tinggal dan bekerja di sana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mengirim manusia pertama ke Mars.
Bukan NASA saja yang ingin ke Bulan. Dalam beberapa tahun terakhir, China telah berhasil mendaratkan tiga misi robot di Bulan. India dan Israel juga mengirim wahana pendarat tahun 2019, meskipun keduanya jatuh dan hancur. Wahana pengorbit Korea Selatan sedang dalam perjalanan. Ambisi China, menurut Nelson, memberi motivasi tambahan bagi misi Artemis.
Bagi para ilmuwan, fokus baru di Bulan menjanjikan pesta data baru di tahun-tahun mendatang. Bebatuan yang dikumpulkan astronot saat misi Apollo menjungkirbalikkan pemahaman tentang sistem tata surya. Analisis isotop radioaktif menyediakan dengan tepat data dari beberapa wilayah di permukaan Bulan.
Batu-batu itu juga menunjukkan kisah asal-muasal Bulan. Tampaknya Bulan terbentuk dari puing yang terlepas ke luar angkasa saat obyek seukuran Mars menabrak Bumi 4,5 miliar tahun lalu. (AP/AFP/REUTERS)