China berambisi menguasai program luar angkasa dengan menggandeng negara lain, salah satunya Rusia. Ini akan menjadi ancaman bagi AS yang selama ini unggul di program luar angkasa.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
JIN LIWANG/XINHUA VIA AP
Foto yang dirilis kantor berita Xinhua ini memperlihatkan tiga astronot China memberi hormat setelah berhasil memasuki modul Tianhe di Stasiun Luar Angkasa Tiangong, seperti terlihat pada layar lebar di Pusat Kendali Luar Angkasa Beijing di Beijing, China, Kamis (17/6/2021).
China akhirnya meluncurkan pesawat antariksa Shenzhou-12 yang membawa tiga astronot China yang akan tinggal selama tiga bulan di Stasiun Luar Angkasa Tiangong. Shenzhou-12 diluncurkan dengan roket Long March 2F dari Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan di Provinsi Gansu, China barat laut, Kamis (17/6/2021). Pesawat ulang-alik ini merupakan misi ketiga dari 11 misi yang direncanakan. Empat dari 11 misi itu direncanakan berawak astronot guna menyelesaikan pembangunan stasiun luar angkasa pertama China.
Proses pembangunan stasiun luar angkasa itu sudah dimulai sejak April lalu dengan peluncuran modul pertama dan terbesar, Tianhe. Rencananya, akan ada tiga modul. Ketiga astronot China itu, yakni Nie Haisheng (56), Liu Boming (54), dan Tang Hongbo (45), akan singgah di Tianhe yang berbentuk silinder dan berukuran sebesar bus. Mereka akan menguji teknologi modul itu, termasuk menguji sistem pendukung hidup dengan tinggal dan bekerja dari Tianhe.
Ketiganya akan dipantau dan dilihat kondisi fisik dan psikologis mereka selama tiga bulan tinggal di luar angkasa. Ini penting karena rencananya pada misi selanjutnya waktu tinggal di luar angkasa akan diperpanjang menjadi enam bulan. Misi ini merupakan misi luar angkasa berawak China paling lama. Sejak 2003, China telah meluncurkan enam misi luar angkasa berawak dan mengirimkan 14 astronot ke luar angkasa, termasuk Zhai Zhigang pada misi luar angkasa pertama China, Shenzhou, pada tahun 2008.
Misi terbaru ini menunjukkan ambisi China menjadi negara yang juga berjaya di luar angkasa. Selain itu, ini juga prestise bagi Partai Komunis China yang akan berulang tahun ke-100 pada 1 Juli mendatang. Semangat dan tekad China untuk menguasai luar angkasa ini ”terbakar” gara-gara Amerika Serikat melarang China ikut berpartisipasi di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) karena kekhawatiran spionase. China menyatakan bersedia bekerja sama dengan siapa saja yang berkomitmen pada program luar angkasa.
JIN LIWANG/XINHUA VIA AP
Seorang pekerja mengamati layar yang memperlihatkan ruangan dalam modul Tianhe pada Stasiun Luar Angkasa Tiangong, Kamis (17/6/2021). Terlihat di layar astronot China berada di dalam ruang modul itu, seperti terlihat pada layar lebar di Pusat Kendali Luar Angkasa Beijing di Beijing, China, Kamis (17/6/2021).
Karena tak boleh berpartisipasi di ISS, China akhirnya membuat Stasiun Luar Angkasa Tiangong yang diperkirakan akan bisa menggantikan ISS—hasil kolaborasi AS, Rusia, Kanada, Eropa, dan Jepang—yang kemungkinan dihentikan operasinya pada 2024. Meski ISS sudah masuk usia pensiun, Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) menyebut ISS masih bisa berfungsi sampai 2028. Tiangong diperkirakan akan bisa berfungsi optimal hingga setidaknya sepuluh tahun.
China mulai menyusun rencana eksplorasi luar angkasa sebagai kebanggaan nasional ketika perekonomiannya mulai bangkit dan bergerak cepat pada tahun 1990-an. Sejak itu, mereka serius mengembangkan program luar angkasa secara perlahan, tetapi pasti. Asisten Direktur Badan Antariksa Berawak China, Ji Qiming, mengatakan bahwa program luar angkasa China membuka peluang kerja sama dengan Rusia atau negara lain, terutama di Eropa.
China juga gencar mengeksplorasi tata surya dengan pesawat luar angkasa berteknologi robot. Pesawat yang mendarat di Planet Mars, bulan lalu, itu membawa wahana pengelana, Zhurong, untuk melakukan beragam survei, terutama mencari air beku untuk mengetahui apakah dulu di Mars pernah ada kehidupan.
China juga pernah membawa kembali sampel dari Bulan. Ini belum pernah dilakukan sebelumnya oleh negara mana pun yang mengembangkan program luar angkasa sejak tahun 1970-an.
Rencana ambisius
Sekitar 63 tahun lalu, Uni Soviet meluncurkan satelit pertama ke luar angkasa. Empat tahun kemudian, mereka mengirim kosmonot pertama ke orbit, Yuri Gagarin. Setelah Uni Soviet runtuh, Rusia tetap masih kuat di luar angkasa dan bersama dengan AS membangun dan mengoperasikan ISS selama 20 tahun terakhir.
Kini, masa depan program luar angkasa Rusia berada di tangan China. Kedua negara itu bersama-sama menyusun rencana ambisius misi-misi luar angkasa yang akan menyaingi AS. Seperti misi robotik di salah satu asteroid pada 2024. China-Rusia, sebut harian The New York Times, pekan lalu, sudah merancang misi ke Bulan dengan membangun markas penelitian permanen di kutub selatannya Bulan pada tahun 2030. Misi pertama yang dijadwalkan, Oktober mendatang, ini hendak mencari es yang bisa menyediakan persediaan air bagi manusia yang datang ke Bulan.
AP/XINHUA/GUO WENBIN
Dalam foto yang dirilis oleh kantor berita Xinhua, Jumat (23/4/2021), modul inti stasiun luar angkasa China, Tianhe, yang menempel pada roket Long March-5B Y2, dipindahkan ke area peluncuran Pusat Peluncuran Pesawat Luar Angkasa Wenchang di Hainan, China.
”China memiliki program ambisius, sudah ada rencana, dan mereka mempunyai modal kuat untuk mewujudkannya. Sementara Rusia membutuhkan rekan,” kata Alexander Gabuev, pengamat dari Pusat Carnegie Moskwa.
Kerja sama antara Rusia dan China pada program luar angkasa ini menunjukkan situasi geopolitik saat ini. Program luar angkasa mempererat hubungan kedua negara di saat hubungan mereka dengan AS semakin rumit. Apalagi, pada pekan lalu, Direktur Badan Luar Angkasa Rusia Dmitri O Rogozin menyatakan Rusia akan menarik diri dari kerja sama program luar angkasa dengan AS jika AS tak mencabut sanksi-sanksinya yang berdampak pada program luar angkasa negaranya.
Bekerja sama dengan China kini membuka kemungkinan bagi Rusia untuk kembali mengejar impian membuat terobosan-terobosan ilmiah, hal yang sulit terwujud di era pasca-Uni Soviet karena ketiadaan dana. ”Ini kerja sama yang terjadi alamiah saja. Rusia memiliki banyak pengalaman dan China mempunyai modal untuk membiayainya,” kata Gregory Kulacki, Manajer Proyek untuk China di Persatuan Ilmuwan yang Peduli.
GREG BAKER / AFP
Astronot China, Nie Haisheng (kanan), Liu Boming (tengah), dan Tang Hongbo sebelum masuk ke pesawat antariksa Shenzhou-12, 17 Juni 2021.
Meski Rusia dan China bekerja sama, para pengamat menilai AS akan tetap bisa unggul di program luar angkasa. Setidaknya, AS lebih kuat secara finansial. Anggaran NASA pada tahun 2020 mencapai sekitar 23 miliar dollar AS dibandingkan dengan China yang hanya menganggarkan 10 miliar dollar AS.
”Beijing sedang berusaha menyamai atau melebihi kemampuan AS di luar angkasa demi meraih keuntungan militer, ekonomi, dan prestise seperti yang didapat AS karena unggul di program luar angkasa,” sebut laporan tahunan dari Badan Intelijen Nasional AS.
Salah satu kekhawatiran AS dengan program luar angkasa China adalah jika China mengembangkan persenjataan yang mampu menembak jatuh atau melumpuhkan satelit-satelit AS. ”China bisa mengancam satelit-satelit milik militer AS, komersial, dan sipil di semua orbit,” kata Todd Harrison, Direktur Proyek Keamanan Luar Angkasa di lembaga kajian CSIS. (REUTERS/AFP/AP)