Komunike bersama para menteri luar negeri ASEAN menjabarkan beragam isu, dari pemulihan ekonomi pascapandemi hingga situasi Myanmar. ASEAN menekankan pentingnya kestabilan kawasan untuk mencapai kemakmuran bersama.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR, DARI PHNOM PENH, KAMBOJA
·3 menit baca
PHNOM PENH, KOMPAS — ASEAN tetap mengedepankan visi 2025 yang menitikberatkan pada kerja sama inklusif dan kesejahteraan komunal. Isu keamanan bertujuan untuk menjaga kestabilan kawasan agar kerja sama lintas sektor bisa berjalan lancar.
Demikian isi komunike bersama yang dihasilkan para menteri luar negeri (menlu) dalam Pertemuan Ke-55 Menlu ASEAN, Jumat (5/8/2022), di Phnom Penh, Kamboja. Sejumlah hal dibahas di dalam komunike sepanjang 119 pasal ini, mulai dari isu pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19 hingga perkembangan keadaan di Myanmar.
”Di dalam komunike ini juga dibahas mengenai ketahanan ASEAN dan setiap negara anggotanya. Dari pandemi, kita belajar bahwa ASEAN harus memiliki infrastruktur kesehatan dan keuangan yang memadai,” kata Menlu RI Retno LP Marsudi.
Para menlu menegaskan komitmen untuk mengatasi tantangan bersama dan menjaga keberlanjutan momentum upaya pembangunan komunitas ASEAN dalam kebersamaan yang kuat. ”Kami juga membahas perlunya keterlibatan dan kerja sama lebih jauh dengan Mitra Dialog dan mitra eksternal, termasuk melalui mekanisme terpimpin ASEAN yang sudah ada,” kata komunike itu.
Komunike juga menyebutkan pentingnya sentralitas ASEAN, juga kredibilitas dan relevansi dalam mengelola perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan dan global di tengah ketidakpastian dan perubahan cepat di Asia Tenggara dan wilayah lebih luas. Kesejahteraan bersama di kawasan menjadi poin penting mengingat pandemi Covid-19 masih berlangsung dan dampaknya masih dirasakan neggara-negara di Asia Tenggara, terutama di sektor perekonomian.
Dalam bidang perekonomian, para menlu mengakui adanya tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat pandemi Covid-19. Ini terlihat pada gangguan luas pada rantai pasok, hilangnya pekerjaan, dan guncangan permintaan. ”Kami menekankan komitmen untuk menjaga pasar tetap terbuka bagi perdagangan dan investasi, mempromosikan dan mempercepat inisiatif investasi, meningkatkan transparansi, dan menahan diri dari memberlakukan langkah-langkah nontarif yang tidak perlu guna menjamin konektivitas pasokan, terutama untuk makanan, obat-obatan, peralatan medis, dan produk esensial lainnya,” sebut komunike itu.
Salah satu langkah konkretnya, komunike menjabarkan rencana pembangunan Pusat ASEAN untuk Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan Penyakit-penyakit Baru (ACPHEED). Pada Mei lalu, para menteri kesehatan ASEAN menyepakati ada tiga ACPHEED di kawasan, yakni di Indonesia, Thailand, dan Vietnam. Jepang menjadi mitra utama untuk pengembangan kajian kesehatan.
Dari sisi Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, ASEAN menekankan, jangan ada blok-blok aliansi di kawasan yang memperuncing hegemoni politik. Beberapa isu keamanan yang disorot ialah memastikan peniadaan senjata nuklir ataupun pemusnah massal lainnya.
Para menteri mempertegas keyakinan bahwa regionalisme dan multilateralisme adalah prinsip dan kerangka penting kerja sama. Kekuatan dan nilainya terletak pada inklusivitas, berbasis aturan, serta saling menguntungkan dan menghormati. ”Negara-negara yang memiliki persenjataan nuklir akan kami ajak bicara mengenai misi nonproliferasi kawasan,” kata Retno.
Ada pula beberapa topik baru, salah satunya ancaman keamanan nontradisional. Beberapa contohnya termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO), keamanan siber, dan peredaran narkoba. Kerja sama antaraparat penegak hukum dan imigrasi negara-negara anggota ASEAN harus lebih sistematis. Saat ini, dengan Kamboja saja Indonesia masih menangani kasus TPPO 100 warga negara Indonesia yang ditipu dan dipaksa bekerja di perusahaan bodong.
Myanmar dan Ukraina
Krisis di Myanmar dan Ukraina disebut menjelang akhir komunike. ASEAN tidak mengundang perwakilan junta militer Myanmar. Seperti keterangan Retno sebelumnya, ASEAN hanya mengakui keputusan yang dihasilkan dari rembuk nasional antara junta, oposisi, dan masyarakat. Selama wakil-wakil Myanmar ditunjuk sepihak oleh junta atau partai tertentu, ia dianggap tidak mewakili rakyat negara tersebut.
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen dalam pidato di hadapan para menlu menegaskan, ASEAN sama sekali tidak meninggalkan Myanmar. Justru, selama ini, Myanmar sendiri yang mengabaikan ASEAN. Hal ini dibuktikan dengan minimnya upaya melaksanakan Lima Poin Konsensus 2021.
Terkait Ukraina, ASEAN meminta semua pemangku kepentingan menghormati Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai kemerdekaan dan kedaulatan setiap negara. ASEAN mendorong percepatan perundingan damai karena krisis ini berdampak pada kestabilan global secara menyeluruh.