Pembicaraan di Telepon Mandeg, Biden dan Xi Berjanji Bertemu Langsung
Joe Biden dan Xi Jinping berdiskusi di telepon. China mengingatkan AS agar tidak memperlakukan mereka sebagai rival.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT - Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping berbicara di telepon selama 2 jam 17 menit pada Kamis (28/7/2022). Akan tetapi, tidak banyak yang bisa dibahas secara mendalam sehingga kedua kepala negara itu sepakat untuk mengatur waktu agar bisa bertatap muka langsung.
Berdasarkan keterangan pers Kedutaan Besar China di Washington DC, ini adalah kelima kalinya Biden dan Xi bercakap-cakap melalui telepon sejak Biden dilantik pada 2021. Xi yang juga Sekretaris Jenderal Partai Komunis China menyampaikan poin-poin pembicaraan mereka.
"AS dan China semestinya bisa menjadi pemimpin dunia yang membawa perubahan positif, antara lain adalah keamanan, kestabilan kawasan, perdamaian, dan kesejahteraan bersama," tutur Xi.
Ia mengatakan, sikap AS memperlakukan China sebagai rival, apalagi ancaman, sangat keliru. Perilaku demikian hanya akan merugikan kedua belah pihak, dan juga negara-negara di dunia terkena imbasnya secara ekonomi. Padahal, dunia belum sepenuhnya pulih dari kontraksi ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Justru, lanjut Xi, semestinya AS-China berkoordinasi memperbaiki kerangka ekonomi makro global, memperlancar rantai pasok, meningkatkan ketahanan pangan, dan menjaga ketahanan energi. Caranya dengan mengupayakan deeskalasi segala ketegangan dan mematuhi hukum-hukum internasional yang disepakati di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Xi turut menyoroti perkembangan situasi hubungan AS dengan Taiwan. Dikabarkan, Ketua DPR AS Nancy Pelosi hendak datang ke Taipei pada Agustus. Tindakan ini menurut Beijing menantang kedaulatan mereka karena AS seolah memberi angin pada Taiwan untuk melepaskan diri dari China.
"Ingat, ada tiga komunike antara AS dengan China yang menegaskan bahwa AS menyetujui kebijakan Satu China. Taiwan adalah bagian dari China. Oleh sebab itu, AS jangan memantik api di kawasan agar tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan oleh kita semua terjadi," ujarnya.
Menanggapi perkataan Xi tersebut, Biden menjelaskan bahwa AS menghormati kebijakan Satu China. AS tidak pernah sekali pun mengatakan bahwa mereka mendorong agar Taiwan memerdekakan diri dari China.
Penasihat Keamanan Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan, pembicaraan didominasi isu keamanan. Apalagi, Biden berusaha mengajak Xi membujuk kawannya, Presiden Rusia Vladimir Putin, agar segera menghentikan serangan ke Ukraina dan melakukan perundingan damai. Biden juga meminta Xi meninjau kembali kasus-kasus warga negara AS yang ditahan di China karena berbagai alasan.
Topik yang sebenarnya ingin dibahas oleh AS, yaitu mengenai tarif dagang, justru hanya diungkit sedikit. Presiden AS periode 2017-2021 menerapkan tarif dagang hingga 370 miliar AS atas komoditas China sehingga menjadi salah satu kendala kelancaran rantai pasok. Oleh sebab itu, Biden dan Xi setuju untuk mengatur jadwal pertemuan langsung.
Sementara itu, Ketua Institut Kissinger untuk Kajian China dan AS, Robert Daly kepada majalah Politico mengatakan, rencana kunjungan Pelosi ke Taiwan tidak menguntungkan berbagai pihak dan hanya bersifat mubazir. China menanggapi kabar kunjungan dengan menambah intrusi pesawat militer ke wilayah pertahanan udara Taiwan.
Taipei memperketat penjagaan militer mereka. Bahkan, Departemen Pertahanan AS pun berpendapat kunjungan itu gagasan yang buruk. "Toh, tanpa kunjungan Pelosi pun sikap AS mendukung demokrasi di Taiwan sudah jelas. Untuk apa menambah panas suasana," kata Daly. (AFP)