Senjata untuk Ukraina, Rumit sejak Pangkal
Pangkalan Udara Rzeszow di Polandia menjadi pusat pengumpulan pasokan senjata untuk Ukraina. Pada 2013-2015, setidaknya 300.000 senjata ringan standar militer di Ukraina hilang atau tidak terlacak keberadaannya.

Foto yang diambil pada 6 Maret 2022 ini memperlihatkan personel militer Amerika Serikat berdiri tidak jauh dari sistem persenjataan M142 HIMARS pada pameran industri pertahanan di Riyadh, Arab Saudi. HIMARS kini menjadi salah satu andalan militer Ukraina untuk mengimbangi serangan militer Rusia yang berniat menguasai sebagian besar wilayah negara tersebut.
Sejak hari pertama hingga memasuki bulan keenam perang, berbagai pihak di dalam dan luar Ukraina mengeluhkan lambannya pasokan persenjataan. Korupsi dan penyelundupan senjata di Ukraina dituding menjadi salah satu pemicu lambannya pasokan itu. Di sisi lain, proses persetujuan pemberian senjata dari negara lain juga amat panjang sehingga Kyiv tidak segera menerima persenjataan yang dijanjikan.
Para pejabat di Kantor Kepresidenan Ukraina paling kerap mengeluhkan kekurangan persenjataan. Mantan Duta Besar Ukraina untuk Amerika Serikat Valeriy Chaly menyebut bahwa pasokan senjata Washington dan sekutu serta mitranya belum bisa membuat Kyiv memenangi perang melawan Moskwa. Pasokan itu hanya cukup untuk sesekali membalas Rusia, belum sampai untuk menyerang balik dan merebut lagi wilayah yang diduduki Rusia.
Sebagian besar bantuan persenjataan bernilai miliaran dollar AS dari Washington dan sekutu serta mitranya masih berstatus janji. ”Kami hanya menerima secara terbatas dan secara harfiah dihabiskan,” katanya kepada Pravda Ukraina pada 21 Juli 2022.
Baca juga: Ukraina dan Permusuhan Lintas Generasi di Eropa
Kyiv dan mitranya saling tuding soal siapa yang menghambat pasokan persenjataan itu. Berbagai pihak menyebut, faktor di dalam dan luar Kyiv berkontribusi pada kelambanan pasokan tersebut.
Keamanan jalur
Chaly mengatakan, Rusia semakin keras berusaha menghambat pasokan persenjataan ke Ukraina. Agen-agen Rusia mendekati berbagai pihak di negara-negara pemasok untuk menghambat kiriman persenjataan ke Ukraina.
Pada 16 Juli 2022, Direktorat Intelijen Kementerian Pertahanan Ukraina menyebut, Rusia terus mencari tahu rute pasokan senjata ke Ukraina. Informasi itu dipakai Moskwa untuk menghancurkan berbagai sarana angkutan dan perakitan serta gudang persenjataan Ukraina.

Hampir seluruh persenjataan dan amunisi dari AS dan sekutu serta mitranya dikirimkan ke Ukraina melalui Polandia. Pangkalan Udara Rzeszow di Polandia menjadi pusat pengumpulan pasokan senjata untuk Ukraina. Dari sejumlah negara, aneka persenjataan diterbangkan ke Rzeszow. Dari sana, beberapa jenis mobil dan gerbong kereta dipakai untuk mengangkut persenjataan dan amunisi ke berbagai penjuru Ukraina. Sebagian persenjataan dikirim dalam keadaan terurai dan dikirim secara terpisah. Di Ukraina, senjata yang terurai itu dirakit ulang sebelum dikirimkan ke garis depan.
Dalam berbagai pernyataan, Kementerian Pertahanan Rusia menuding Ukraina menjadikan berbagai fasilitas sipil untuk perakitan ulang dan penyimpanan persenjataan pasokan Barat. Pabrik, bengkel, dan gudang milik industri otomotif, kereta, serta dirgantara paling kerap digunakan untuk keperluan itu.
Rusia menjadikan tudingan tersebut sebagai alasan meledakkan berbagai pabrik, bengkel, dan gudang di Ukraina. Moskwa juga memakai alasan itu kala meledakkan depo kereta, konvoi mobil, hingga pusat perbelanjaan.
Baca juga: Dilema Perang Semesta di Ukraina dan Perdebatan Klaim Penggunaan Fasilitas Sipil
Serangan Rusia membuat Ukraina dan sekutu mencari cara baru untuk mengirimkan senjata. Kyiv tidak mau senjata yang belum terpakai sudah hancur dirudal Moskwa. Pencarian jalur baru membuat pengiriman tertunda.
Korupsi
Masalah lain yang berkontribusi pada kelambanan pasokan adalah kekhawatiran pada penyelundupan senjata dan korupsi di Ukraina. Transparency International memberikan nilai 32 untuk Ukraina. Semakin rendah nilai, semakin tinggi potensi korupsi suatu negara.
Peneliti Program Pertahanan Konvensional pada Stimson Center, Elias Yousif, mengatakan bahwa Ukraina punya sejarah panjang penyelundupan senjata. Pada 1991-1998, persenjataan senilai 32 miliar dollar AS hilang dari Ukraina. Sebagian besar persenjataan itu warisan Uni Soviet. Sebagian persenjataan dari Ukraina dipakai dalam perang di Liberia, Afghanistan, Libya, hingga Suriah. ”Jaringan penjahat Ukraina kaya raya dari penyelundupan senjata,” katanya.

Petugas pemadam kebakaran berdiri tak jauh dari sebuah bangunan pasar yang rusak akibat serangan artileri berat di Bakhmut, Ukraina timur, Kamis (21/7/2022).
Sementara pada 2013-2015, setidaknya 300.000 senjata ringan standar militer di Ukraina hilang atau tidak terlacak keberadaannya. Ada pula rudal panggul dan aneka senjata menengah yang hilang begitu masuk Ukraina. Belakangan, sebagian persenjataan itu dipakai untuk menyasar aset-aset milik AS dan sekutu serta mitranya yang memasok persenjataan ke Ukraina.
Sejak Rusia menduduki Semenanjung Crimea pada 2014, AS dan sekutu serta mitranya mulai gencar mempersenjatai Ukraina. Sayangnya, kendali atas distribusi persenjataan itu tidak jelas.
Dalam pernyataan pada pertengahan Juli 2022, Inspektorat Jenderal Departemen Pertahanan AS merekomendasikan pembentukan badan khusus untuk mengawasi pasokan persenjataan ke Ukraina. Sebagai pemasok terbesar, Washington berkepentingan memastikan setiap senjata terawasi.
Sampai akhir Juli 2022, memang belum seorang pun pengawas persenjataan AS masuk ke Ukraina. Sejumlah pejabat Pentagon mengakui, kondisi di lapangan menyulitkan pengawasan persenjataan AS di Ukraina. ”Untuk mengawasi, Anda harus membuka kotak senjata dan amunisi, lalu memeriksa nomor serinya, mencatat lokasi dan waktu pemeriksaan. Sekarang, kondisinya tidak memungkinkan,” kata Wakil Direktur Badan Kerja Sama Keamanan dan Pertahanan AS Jed Royal.
Baca juga: Ukraina, Palagan Penulisan Buku Perang Baru
Dalam laporan Financial Times pada 12 Juli 2022 juga disinggung ketiadaan pengawasan itu. ”Semua senjata dikirim sampai ke perbatasan Polandia-Ukraina. Setelah itu, semua diangkut dengan mobil atau kereta. Kadang diangkut dengan kendaraan pribadi. Sekali senjata keluar dari gudang (di perbatasan Polandia), kami tidak tahu lagi akan ke mana dan siapa yang mengendalikannya,” demikian menurut sumber Financial Times.
Dalam pernyataan pada 26 Juli 2022, Kementerian Pertahanan dan Dewan Keamanan Nasional Ukraina serentak menjamin akuntabilitas distribusi persenjataan kiriman Barat. Menhan Ukraina Oleksiy Reznikov menegaskan, negaranya membutuhkan setiap pucuk senjata dan setiap butir amunisi untuk memenangi perang. Karena itu, tidak ada alasan bagi Kyiv untuk tidak mengawasi ketat persenjataan kiriman AS dan sekutu serta mitranya.
Sementara Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Ukraina Oleksiy Danilov mengatakan, Ukraina melakukan semua yang dimungkinkan untuk mengawasi persenjataan secara ketat. Semua mitra bisa ikut memantau sistem pengawasan itu. ”Mitra kami bisa ikut memantau ke mana atau di mana senjata yang mereka berikan. Mereka berhak dan kami wajib menyediakan datanya. Kami tidak mungkin memainkan kepercayaan pihak lain dalam situasi ini. Kami yang perlu,” ujarnya, sebagaimana dikutip Pravda Ukraina.

Petugas pemadam kebakaran memeriksa sebuah bangunan yang rusak setelah serangan udara Rusia di kota Vinnytsia, Ukraina, Kamis (14/7/2022) waktu setempat.
Sejak 21 Juli 2022, ada sistem yang disebut sebagai SOTA untuk memantau persenjataan dan amunisi yang dipasok ke Ukraina. Setiap senjata akan segera dimasukkan dalam SOTA dan dapat diketahui statusnya. Data itu mencakup asal, jenis, sumber pengadaan, hingga posisi persenjataan dan amunisi. Sementara ini, menurut Danilov, SOTA bisa diakses petinggi utama sipil dan militer Ukraina. ”Dengan SOTA, kami tahu hingga ke setiap butir peluru,” katanya.
Danilov mengatakan itu selepas Financial Times mengungkap keresahan sejumlah pihak di AS dan Eropa. Sejumlah anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Uni Eropa mendesak Ukraina melacak keberadaan senjata yang dipasok NATO, UE, dan sejumlah negara lain. Ada kekhawatiran aneka persenjataan itu diselundupkan keluar Ukraina.
Dalam pertemuan tertutup para Menteri Dalam Negeri UE pada pertengahan Juli 2022 juga dibahas soal potensi penyelundupan senjata dari Ukraina. Materi bahasan, antara lain, temuan Europol, badan polisi Uni Eropa, bahwa penyelundupan senjata dari Ukraina kembali deras sejak April 2022. ”Awalnya, Ukraina memantau setiap pucuk senjata. Kala perang berlanjut, mereka tidak memantau lagi dan senjata diedarkan tanpa pertanggungjawaban jelas,” demikian pernyataan Europol, sebagaimana dikutip Financial Times.
Pengadaan
Masalah lain yang tidak kalah pelik adalah soal pengadaan. Karena keterbatasan dana, Ukraina mengharapkan senjata dan amunisi diberikan dulu kepada mereka. Karena itu, negara-negara pemasok harus mendapatkan persetujuan agar APBN mereka bisa dipakai untuk menyediakan senjata pada Ukraina.
Lihat juga: Melihat Jejak Pertempuran Ukraina-Rusia di Tengah Ladang Gandum Kharkiv
AS menggunakan berbagai mekanisme, salah satunya pinjam-cicil (lend-lease). Chaly mengatakan, mekanisme itu membuat semua persenjataan dari AS untuk Ukraina berstatus pinjaman. ”Konsekuensinya, semua harus dikembalikan,” katanya.
Sampai sekarang, Kyiv-Washington belum menyepakati cara kerja mekanisme pinjam-cicil untuk persenjataan dari AS ke Ukraina. ”Perlu kesepakatan antarpemerintah atau dokumen apa pun yang disetujui Pemerintah AS-Ukraina,” ujarnya.
Dalam aturan anggaran AS, mekanisme pinjam-cicil memang mewajibkan Pemerintah AS menanggung pembayarannya. Mekanisme itu pernah dipakai AS untuk mempersenjatai Eropa beberapa dekade lalu. AS meminjamkan senjata kepada mitra di Eropa. AS pula yang harus menanggung biaya peminjaman itu. ”Mekanisme tersebut belum bekerja di sini. AS bisa meminjamkan senjata, Ukraina menerimanya gratis, semua ditanggung APBN AS,” katanya.

Seorang tentara Ukraina baru saja keluar dari parit perlindungan di salah satu lokasi di sekitar garis depan pertempuran di wilayah timur Ukraina, Jumat (8/7/2022). Perang Ukraina-Rusia di garis depan lebih banyak diwarnai dengan pertempuran artileri dan serangan udara. Para prajurit menggunakan parit untuk berlindung dari serangan artileri.
Masalahnya, seperti setiap pengadaan dengan APBN, ada prosedur harus diikuti. Tidak mudah membelanjakan miliaran dollar AS dalam waktu singkat. Harus mempertimbangkan ketersediaan barang, waktu pengiriman, dan kemampuan perawatan.
Kerumitan bertambah karena semua alokasi dana itu harus dipakai sebelum 30 September 2022 atau sesuai batas akhir tahun anggaran AS. Pada 1 Oktober 2022, semua dana yang tidak terpakai harus dikembalikan ke kas negara dan harus dibuat usulan baru.
Di Jerman, negara yang juga diminta Ukraina memberi senjata tanpa Kyiv harus membayar dulu, juga ada serangkaian proses persetujuan yang harus dipenuhi. Media Jerman, Bild am Sontag, melaporkan Dewan Keamanan Nasional Jerman belum menyetujui penjualan 11 peluncur rudal antikapal IRIS-T SLM. Ada dua hal harus disetujui. Pertama, APBN Jerman bisa dipakai untuk memberikan utang ke Ukraina dan utang itu dipakai untuk membeli rudal IRIS. Kedua, persetujuan harus diberikan untuk setiap penjualan senjata mutakhir seperti IRIS-T.
Baca juga: Jaringan Mata-mata Tunjukkan Perpecahan Sikap Warga Ukraina
Peneliti pada Swedish Institute for International Affairs, Andreas Umland, mengatakan, ada juga masalah keterbatasan cadangan persenjataan di Jerman. Berlin harus mempertimbangkan tetap punya cukup senjata untuk mempertahankan diri sebelum memberikan sebagian ke Ukraina.
”Misalnya untuk tank, Jerman tidak punya banyak. AS punya 6.000 tank, Jerman cuma punya 300 tank dan sebagian sedang dalam perawatan. Ada keterbatasan sehingga terjadi perdebatan soal berapa banyak bisa diberikan ke Ukraina,” kata peneliti asal Jerman itu.
Ia juga tidak menyangkal bahwa proses pengadaan di Jerman amat rumit dan lamban. Sampai sekarang, Berlin belum bisa menghilangkan malu dari skandal pengadaan ribuan pucuk senapan. Dimulai pada awal dekade lalu, sampai sekarang tentara Jerman belum menerima sepucuk pun senapan itu. ”Sebenarnya, ini sangat memalukan bagi kami,” kata Umland.
Kemampuan pengguna
Isu yang tidak kalah penting adalah kemampuan Ukraina menggunakan dan merawat aneka persenjataan. ”Semua persenjataan membutuhkan pelatihan untuk memakai dan merawatnya. Di AS, biasanya butuh pelatihan berbulan-bulan. Sementara orang Ukraina diharapkan bisa menguasai semua keterampilan itu dalam hitungan pekan. Ini sangat sulit,” kata penasihat senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) AS, Kolonel (Purn) Mark Cancian.

Seniman Australia, George Gittoes, merekam kengerian perang di Irpin, Ukraina, pada pertengahan Juni 2022 lewat lukisan. "Kuburan Mobil Korban Perang" di Irpin adalah salah satu obyek karyanya. Perang Rusia-Ukraina sejak Februari 2022 menginspirasi sejumlah orang untuk berkarya.
Pensiunan perwira bidang logistik yang pernah bertugas di Irak dan Kementerian Pertahanan AS itu menyebut, faktor internal Ukraina dan dari AS serta sekutu dan mitranya berkontribusi pada kondisi itu. Persenjataan yang dijanjikan ke Ukraina berasal dari berbagai produsen. ”Hal yang menggembirakan, peluru artilerinya sama dan bisa dipakai meriam Perancis, Belanda, atau AS. Lainnya, sistem berbeda dan butuh keterampilan berbeda,” katanya.
Perawatan menjadi masalah penting sehingga pelatihan keterampilan untuk perawatan aneka persenjataan harus dikuasai Ukraina sebelum menerima senjata. ”AS dan mitra sangat bisa mengirimkan semua yang diinginkan Ukraina sekarang juga. Masalahnya, semua persenjataan itu akan berkarat dan tidak bisa digunakan kalau dikirim sekarang. Hampir tidak ada orang Ukraina bisa memakai dan merawatnya,” katanya.
Selama puluhan tahun, Ukraina terbiasa dengan persenjataan buatan Uni Soviet yang sama sekali berbeda dari persenjataan AS dan sekutu serta mitranya. Artileri Ukraina memakai kaliber yang sama dengan Rusia. ”Masalahnya, pabrik peluru ada di Rusia. AS secara harfiah kini berkeliling membeli amunisi era Uni Soviet untuk diberikan ke Ukraina. Opsi paling masuk akal sembari menanti Ukraina bisa memakai (senjata) standar AS,” ujarnya. (AFP/REUTERS)